Sudah Berapa Pohon yang Kau Tanam dan Pelihara, Kawan?
Foto Agung Han |
Saya beruntung pernah memiliki pengalaman sangat intens
dengan pepohonan. Saat masih kuliah strata satu saya sempat berkenalan dengan
seorang aktivis lingkungan. Namanya Baba Akong, sapaan manis untuk Victor
Emanuel Rayon.
Sosok yang satu ini sudah tak asing lagi di dunia
lingkungan, terutama mangrove. Ia merupakan salah satu sosok penting di balik
keberadaan hutan mangrove seluas puluhan hektar di Desa Reroroja, Kecamatan
Magepanda, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Ketekunan dan kedekatan Baba Akong selama lebih dari 20
tahun telah mengubah wajah pesisir pantai di daerah tesebut. Juga secara
langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh kepada banyak orang. Kini di
daerah tersebut telah berdiri Mangrove Indormation Center yang dilengkapi
perpustaan mini, track mangrove
sepanjang kurang lebih 300 meter, serta berbagai sarana peristirahatan. Di
tempat itu orang bisa menikmati pemandangan dan keindahan, termasuk juga
memanen hasil laut seperti kepiting, ikan, dan siput.
Tidak hanya manfaat eknomis dan hiburan yang didapat. Lebih
penting dari itu, hutan mangrove yang ada telah memberikan andil bagi
keselamatan lingkungan. Sebagaimana diketahui, mangrove menjadi benteng alami
untuk abrasi, bahkan tsunami. Tsunami yang menerjang Flores pada 1992
memberikan bukti sekaligus pelajaran pentingnya keberadaan hutan mangrove.
Tidak hanya mengenal lebih dekat sosok Baba Akong, saya juga
sempat mengambil bagian dalam program penanaman mangrove bersama rekan-rekan
lainnya. Meski setelah bertahun-tahun tak lagi ke tempat tersebut, setidaknya
pengalaman beberapa kali ke tempat tersebut lebih dari cukup menumbuhkan
kesadaran lingkungan tentang pentingnya mangrove khususnya dan pepohonan pada
umumnya.
Mengapa trembesi?
Dalam konteks berbeda kesadaran akan pentingnya pepohonan
itu kembali terasa saat saya berada di Jakarta. Nyaris satu dekade berada di
ibu kota negara saya merasakan bagaimana tersiksanya ketika terpapar terik
matahari. Di antara deretan gedung pencakar langit tidak banyak kita temukan
pepohonan yang bisa dijadikan tempat berteduh.
Situasi berbeda masih terasa di pinggiran Jakarta. Daerah
Serpong misalnya. Selain iklim yang sedikit berbeda dan kondusif untuk
tumbuhnya pepohonan, di daerah tersebut masih mudah dijumpai pepohonan dan
deretan tumbuhan hijau. Bahkan di beberapa kawasan hunian, perhatian terhadap
pepohonan dan ruang terbuka hijauh menjadi prioritas.
Disadari atau tidak, banyak manfaat yang dirasakan dengan
kehadiran pepohonan. Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, situasi
mutakhir yang terjadi di sejumlah tempat semakin mendorong pentingnya
pepohonan.
Foto www.djarumtreesforlife.org |
Lahan dan hutan yang kian terdegradasi karena pembalakan
liar, perambahan serampangan, dan deforestasi dengan alasan pembangunan telah
berkontribusi pada bencana alam mulai dari banjir, kekeringan, tanah longsor,
hingga pemanasan global.
Tentu butuh waktu tidak sedikit untuk mengembalikan
lingkungan yang telah tedampak. Upaya rehabilitasi tidak hanya membutuhkan
waktu tetapi juga tenaga. Selain itu tidak semua orang merasa tergerak dan ikut
ambil bagian di dalamnya.
Pemerintah, dengan segala kapasitasnya, telah melakukan
banyak hal. Selain upaya kuratif, langkah preventif pun ditempuh. Salah satunya
untuk menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya lingkungan. Berdasarkan
Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008 telah ditetapkan setiap tanggal 28
November sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI). Selain itu bulan Desember
juga ditetapkan sebagai bulan Menanam Nasional.
Pada momen pencanangan telah digelorakkan ajakan kepada
semua masyarakat Indonesia untuk ambil bagian secara konkrit. Caranya,
masing-masing orang minimal menanam satu pohon. Pencanangan yang dikenal dengan
One Man One Tree (OMOT) ini berlangsung pada 2009.
Setelah nyaris satu dekade sejak pencanangan tersebut, sejauh
mana kita mengaplikasi amanat tersebut? Apakah seruan tersebut sudah cukup
menggerakkan kita? Sudah berapa pohon yang kita tanam dan pelihara?
Tidak cukup dengan seruan tersebut, banyak pihak pun
melakukan dengan caranya sendiri. Salah satunya Djarum Trees For Life. Misi menanam
pohon dari Bakti Lingkungan Djarum Foundation untuk menjaga kelestarian
lingkungan ini telah dimulai sejak 1979 lalu. Usaha tersebut dilakukan secara
berkesinambungan. Hasilnya, sudah lebih dari 2 juta pohon ditanam.
Salah satu jenis pohon yang dianjurkan untuk ditanam adalah
trembesi. Tumbuhan bernama Latin Samanea saman ini dikenal berpostur besar,
tinggi, dengan tajuk yang sangat lebar. Tak heran tumbuhan ini sangat
diandalkan sebagai peneduh.
Ilustrasi dari www.djarumtreesforlife.org |
Tumbuhan yang menjulang hingga 25 meter ini juga berperan
penting di kala hujan melanda. Apabila curah hujan sangat tinggi, ia bisa
berperan untuk memperlambat laju air hujan yang jatuh ke tanah sehingga mampu
mencegah erosi dan banjir.
Pohon yang dipanggil dengan banyak nama seperti Saman, Pohon
Hujan dan Monkey Pod ini berperan penting untuk menjaga dan memperbaiki
kualitas udara. Buruknya kualitas udara akibat pencemaran CO2 menuntut
banyaknya tumbuhan yang mampu menyerap zat berbahaya tersebut.
Trembesi memiliki kemampuan menyerap lebih banyak CO2
dibanding pohon lain. Satu trembesi mampu menyerap CO2 sebanyak 28,5 ton per
tahun. Jumlah tersebut lebih banyak yang bisa dilakukan satu pohon akasia yakni
5,3 ton COR per tahun. Dan jauh lebih banyak dari satu pohon kenanga yang mampu
menyerap 0,8 ton per tahun.
Dengan peran penting ini maka kehadiran trembesi sangat
dibutuhkan. Apalagi jejak karbon rata-rata penduduk Indonesia yang berkisar 1,8
ton per tahun, maka keberadaan satu pohon trembesi bisa mengurangi jejak karbon
dari sekitar 15 penduduk Indonesia.
Tidak mudah memang untuk menanam pohon tersebut. Namun pohon
ini dikenal bandel karena mudah dan cepat tumbuh.
Tentu tidak ada alasan untuk tidak ambil bagian dalam
program untuk memperbanyak pohon sejenis. Atau setidaknya, dengan keterbatasan
waktu dan ruang, siapa saja bisa ikut ambil bagian dalam upaya untuk
memperbanyak jalur hijau. Sasarannya jelas, kualitas udara semakin baik yang
akan berjalan linear dengan kesehatan masyarakat, hal mana yang sedang menjadi
keprihatian bersama menyusul isu pemanasan global yang kian menguat.
Mari menanam dan merawat pohon, kawan!
Pohon trembesi ini tumbuhnya tinggi besar dan melebar bikin adem ya?
ReplyDeleteTapi saya punyaopini pribadi, kalau menanam pohon buat di tempat publik mendingan pohon mangga, jambu atau apa pun itu yang bisa bermanfaat lebih. Buahnya bisa dimakan penduduk atau siapa saja yang lewat. Selain bikin adem dan penyerapan air, juga bisa meningkatkan konsumsi buah masyarakat yang selama ini kurang :)
Setuju sama pendapat teh ani biar pohon itu lebih banyak manfaatnya ya apalagi kalau di daerah dengan ruang terbuka hijau yang sedikit
DeletePohon trembesi, cocok buat lahan yang luas dan memang unik... Soal menanam pohon ini memang perlu terus disosialisasikan. Kearifan lokal beberapa daerah biasanya punya, misalnya kalau ada yang nikahan, khitanan maka dilakukan proses tanam pohon. Dulu pernah ada kampanye menanam pohon untuk setiap calon pengantin, menarik kalau itu dilanjutkan dan direalisasika ya...
ReplyDeletesepakat mba pada poin kearifan lokal yang diwujudkan dengan menanam pohon..semoga hal baik ini terus berlanjut ya
DeleteSebisa mungkin saya menanam tanaman di rumah untuk penghijauan. kalau pohon ga bisa karena keterbatasan lahan, paling tanaman dalam pot saja....
ReplyDeleteBenar mas itu langkah konkret yang realistis ya..tidak harus dengan pohon bisa dengan tanaman lain
DeletePohon trembesi tuh emang bikin adem ya kak, cuma akarnya sendiri gimana sih kak, maksudku kalo misalnya ditanam di perumahan gitu aman kah buat pondasi rumah disekitar nya...? Soale kan ada juga tuh beberapa pohon rindang yang bisa merusak pondasi rumah
ReplyDeletenah itu dia jadi pertanyaan saya juga..emang sepertnya cukup mengkhawatirkan kalau ditanam dekat perumabah...biasanya pohon besar akarnya juga pasti menyesuaikan..
DeletePepohonan memang bikin sejuk. Mas Charles beruntung banget bisa punya kesempatan kenalan sama penggiat penghijauan pesisir gitu. Tanam mangrove. Kalau saya, suka sebenarnya sama yang hijau hijau. Saya suka auto motret tanaman. Sayangnya kalo disuruh nanam, saya sadar diri kalau saya kurang telaten.
ReplyDeleteYa mba saya beruntung bisa berkenalan dengan Baba Akong sekarang perjuangannya sudah membuahkan hasil setidaknya untuk daerah di mana dia bergiat..
DeleteSAya ngerasa tertampar nih, karena belum ada satu pohonpun yang ditanam selain pohon2 kecil, huhuhuh
ReplyDeleteGak papa sih tidak harus pohon sebenarnya,,karena ada banyak faktor dan alasan misalnya soal lokasi dan sebagainya..
DeleteWah saya dan keluarga sering nanam pohon. Gak kehitung deh berapa banyak. Pohon yang kami tanam mahoni, akor dan atau jeng jen. Selain nanam di kebun sendiri juga nanam di hutan milik Perhutani di wilayah Cianjur bagian selatan khususnya. Selain keluarga pegawai perhutani, suami juga anggota pencinta alam yang suka reboisasi di hutan gundul bersama komunitas nya. Saya dan anak juga ikut...
ReplyDeletewah mantap nih mba kebiasannya positif ini sudah diwujudkan sejak dari keluarga kecil,,semoga makin banyak keluarga yang ikut terlibat dengan hal-hal positif ini ya
DeleteDi rumah aku tanam pohon belimbing wuluh dan bambu kuning kak hehe. Cari yang pohonnya gak bisa tinggi dan gede soalnya rumahku lokasinya kyk di tebing gtu, paling ujung, kalau ada angin dan hujan ngeri. Jd ya tanamnya yg pohon2 kyk gtu :D
ReplyDeleteBener banget mba nanam pohon juga patut memperhatikan kondisi lingkungan dan sekitarnya ya..
DeleteBlm Ada. Rumah kami Tak Ada tanah YG bisa ditanami. Tapi tetap punya cita2 punya kebun
ReplyDeleteItu dia Bunca kalau keterbatasan lahan mau gimana lagi...yang penting tetap punya cita2 ya Bun
DeleteKarena saya tinggal dipedesaan, ngelihat yang ijo ijo sih sudah biasa. Beda lagi ketika saya merantau atau berkunjung ke kota, membuat saya bersyukur tinggal di desa. Menanam apa saja dan memanen apa saja masih bisa. Hehe
ReplyDeletebenar sekali tinggal di desa itu banyak nilai plusnya, salah satunya bisa menikmati rahmat kesegaran dan kesejukan ya
DeleteSudah berapa pohon? sungguh petanyaan ini menggelitik hatiku. Aku mananam pohon jeruk aja mati. percobaan menanam beberapa tanaman hias ternyata tidak bisa tumbuh sumbur. Ah sedihnya..kalo kata orang Jawa, tangannya nggak bau tanah :)
ReplyDeleteGak papa mba intinya sudah ada niat dan usaha..tidak harus pohon sih sebenarnya intinya adalah tanaman yang bisa menyejukkan
DeleteDulu dibelakang rumah masih ada lahan luas, penuh sama pohon buah seperti Duren, rambutan, kecapi, Nangka, pisang, nah ada juga lahan buat nanam singkong. Tapi sekarang seiring waktu lahannya udah berganti fungsi, menjadi bangunan rumah.
ReplyDeleteMakanya paling sekarang tanamnya pohon2 di pot ajah Ka..
Benar mba perlahan-lahan lahan udah mulai beralih fungsi ya..kita berharap tetap ada ruang terbuka hijau, atau setidaknya kita ciptakan sendiri di lingkungan tempat tinggal kita..
DeleteAku rajin lho kak nanem pohon. Lumayan banyak... terus aku juga hobi berkebun. Beberapa tanaman bunga dan buah sudah pernah kubudidayakan dengan hasil maksimal hehehe
ReplyDeleteEmang asyik ya mas berkebun membuat kita bisa lebih dekat dengan alam sekaligus merasakan banyak manfaat..
Delete