Selamat Datang Kembali Kento Momota!

Kento Momota di podium tertinggi BAC2018/@Antoagustian

Pernyataan demikian sekiranya tepat adanya untuk menggambarkan sosok pemain bulu tangkis tunggal putra asal Jepang. Ia sempat menepi dari dunia yang melambungkan namanya karena perjudian selama lebih dari setahun. Tepatnya pada April 2016, Kento Momota diketahui berjudi di sebuah kasino illegal di Jepang. Ia pun harus meninggalkan turnamen Malaysia Open Super Series Premier yang tengah bergulir untuk menghadapi serangkaian dakwaan.  Namanya dicoret dari skuad Jepang yang dipersiapkan untuk Olimpiade 2016.

Ia dikenai sanksi larangan bermain untuk waktu yang tidak ditentukan dari Federasi Bulutangkis Jepang (NBA). Tidak hanya itu, puja puji yang semula dialamatkan kepadanya berganti caci maki dari warga Jepang. Saat itu kariernya sedang menanjak. Tidak mudah bagi seorang pemain berusia 22 tahun berada di rangking dua dunia, di saat para pemain senior seperti Lin Dan dan Lee Chong Wei masih perkasa.

Kasus yang menjeratnya bersama pemain Jepang lainnya Kenichi Tago itu sempat membuat publik harus menutup lembar harapan akan melihatnya kembali ke lapangan pertandingan. Perlahan-lahan dunia bulu tangkis harus melupakan bintang masa depan yang setahun sebelumnya membanggakan Negeri Sakura sebagai tunggal putra pertama yang mampu meraih medali di Kejuaraan Dunia. Meski ia hanya mampu membawa pulang medali perunggu dari Jakarta, tempat event akbar itu digelar, sudah cukup baginya dibajiri puja puji.

Tentu tidak mudah bagi seorang pemain yang sempat berada dipuncak tiba-tiba dijatuhkan ke dasar tanpa harapan. Tiada perhatian khusus baginya. Tidak ada pula kesempatan baginya untuk bermain. Ia hanya mengandalkan dirinya sendiri untuk tetap berada pada jalan tersebut atau memilih jalan lain.
Ternyata kecintaan Momota pada bulu tangkis begitu dalam. Ia tahu dan sadar telah melakukan kesalahan yang membuatnya harus membayar mahal dengan memulai lagi kariernya dari bawah. Ia harus menjaga semangat dan teknik demi mengejar kembali peringkat dunia yang melorot jauh karena tak ada menit bermain dalam turnamen resmi BWF. Ia dikabarkan pernah bekerja di sebuah Departemen Layanan Umum. Aktivitas itu dijalaninya di pagi hari. Sementara itu sore hari dihabiskan untuk berlatih.

Motivasi Momota yang begitu kuat pun gayung bersambut dengan keputusan NBA yang mencabut hukuman. Terhitung sejak 15 Maret 2017 lalu ia diijinkan bermain dan kembali dipanggil masuk ke tim nasional Jepang.

Tidak mudah kembali ke panggung bulu tangkis dunia. Sejak skors dicabut pemain kelahiran 1 September 1994 itu memulainya dari turnamen level grand prix gold di Kanada pada 2017. Pencapaian Momota selama setahun setelah come back Momota tidak terlalu buruk. Ia berhasil menjadi runner-up. Selanjutnya ia menjadi juara di tiga turnamen level international challenge masing-masing di Amerika Serikat, Belgia dan Ceko. Ia menutup tahun 2017 dengan gelar juara di Belanda dan Macau Grand Prix Gold.

Ia membuka tahun 2018 dengan gelar juara di Vietnam International Challenge, setelah sebelumnya hanya menjadi perempatfinalis di Swiss dan Jerman Open S300. Tiga turnamen tersebut ternyata lebih dari cukup menjadi batu loncatan untuk kembali ke jajaran elit dunia.

Pemain yang kini berada di rangking 17 BWF menandai kembalinya ke panggung bulu tangkis dunia dengan menjadi juara Asia. Kemenangannya di Wuhan Sports Center, China, Minggu 29 April 2018 menjadi bukti kembalinya Momota. Tidak mudah perjalanan Momota ke tangga juara. Pemain yang pernah menjadi juara Super Series Finals itu memulai dengan mengalahkan Nguyen TM, selanjutnya melibas unggulan empat dari China, Shi Yuqi. Ia berhasil menjinakkan unggulan tujuh Chou Tien Chen, sebelum menghempaskan unggulan lima, Lee Chong Wei.

Pertandingan menghadapi Lee Chong Wei di semi final menjadi salah satu penampilan terbaik Momota di Kejuaraan Bulu Tangkis Asia ini. Menghadapi pemain kawaka asal Malaysia itu Momota menampilkan skill mumpuni. Penempatan bola yang akurat dan permainan net yang ciamik membuat pemilik dua gelar juara Asia itu mati kutu.

Kecemerlangan Momota berlanjut di partai pamungkas. Menghadapi juara bertahan, Chen Long, Momota kembali menunjukkan tajinya. Ia tahu sulit menghadapi wakil asal China yang selalu memenangi empat pertemuan sebelumnya bila tidak bermain sabar, tenang dan taktis. Formula tersebut ditambah skill yang kembali mengemuka berbuah manis. Ia sukses memetik kemenangan straight game 21-17 dan 21-13, jumlah set yang sama saat mengandaskan Chong Wei dengan skor 21-19, 21-14.

Kemenangan Momota memberikan banyak makna. Ia tidak hanya memaklumkan kembalinya ke panggung bulu tangkis dunia, tetapi juga menghadirkan sejarah tersendiri bagi bulu tangkis negaranya. Ia menjadi pemain tunggal Jepang pertama yang mampu meraih medali emas di turnamen bernama Badminton Asia Championships tersebut. Welcome back Momota!

Satu perak dan satu perunggu
Bagaimana prestasi Indonesia kali ini? Sama seperti dua tahun terakhir, Indonesia pulang dengan tanpa gelar. Indonesia meraih satu medali perak dan satu medali perunggu. Medali perak dipersembahkan Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir dari nomor ganda campuran. Sementara itu medali perunggu diraih pasangan ganda putri Rizki Amelia Pradipta/Della Destiara Haris yang terhenti di semifinal dari pasangan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota asal Jepang yang kemudian keluar sebagai juara.

Owi/Butet sapaan Tontowi dan Liliyana yang menjadi unggulan pertama harus puas sebagai runner-up setelah ditaklukkan unggulan dua, Wang Yilyu/Huang Dongping. Sempat memulai pertandingan dengan baik, Owi dan Butet seperti terperangkap dalam kendali permainan pasangan China itu. Ditambah lagi performa Owi tidak sebaik di babak semi final sehingga lawan berhasil mengunci gelar juara dengan kemenangan dua game langsung 17-21 dan 17-21. Tidak terlihat permainan cerdik dan minim kesalahan seperti saat menggulung wakil Negeri Tirai Bambu lainnya di semi final, Zheng Siwei/Huang Yaqiong.

Kekalahan ini menggagalkan harapan pasangan ini untuk mengulangi catatan manis pada 2015, sekaligus merebut gelar perdana di tahun ini. Selain itu keduanya gagal balas dendam atas kekalahan di fase grup Super Series Finals 2017, sekaligus menyamakan rekor head to head yang kini makin tertinggal 1-3 untuk keunggulan lawan.
Owi dan Butet/www.badmintonindonesia.org
Hasil dari China ini mengirim banyak pesan bagi bulu tangkis tanah air. Di satu sisi Owi/Butet belum “habis”, namun di sisi lain menunjukkan bahwa keduanya masih terus menjadi andalan. Hal ini menandakan regenerasi di sektor ini masih berjalan lambat, bila tidak ingin disebut berjalan di tempat. Belum ada pelapis yang menjanjikan yang bisa dijadikan andalan di turnamen-turnamen mayor. Praveen Jordan dan Debby Susanto yang telah berpisah belum juga bangkit dengan kekuatan baru. Begitu juga para pemain muda lainnya yang masih tenggelam. Sepanjang tahun ini belum ada gelar yang berhasil diraih dari sektor ini, padahal Tour Super sudah hampir menginjak separuh musim. Pencapaian terbaik diraih Owi Butet dengan menjadi runner up Indonesia S500, dan kembali berulang di Kejuaraan Asia ini. Lagi-lagi, Owi/Butet!

Hal lainnya adalah performa sektor ganda putri yang mencuri perhatian. Lolosnya Rizki Amelia Pradipta/Della Destiara Haris hingga semi final memberikan angin segar bagi sektor ini. Tidak main-main keduanya menghempaskan pasangan nomor satu dunia, Chen Qingchen dan Jia Yifan serta finalis Asia, Fukuman dan Yonao. Di semi final keduanya hampir saja memenangkan “perang” menghadapi unggulan tiga, Fukushima dan Hirota andaisaja keunggulan di game pertama berlanjut di game kedua.

Kini Indonesia tidak lagi mengandalkan pasangan beda generasi, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Bila Rizki dan Della mampu menjaga semangat dan terus mengasah kemampuan bukan tidak mungkin keduanya bisa terus mendekati top 10 dan bersaing di papan atas dunia.

Ada hal lain yang patut dicatat. Kedua andalan Indonesia di nomor ganda putri sama-sama takluk di hadapan pasangan Jepang. Apriyani dan Greysia kalah dari Misaki Matsutomo dan Ayaka Takahashi. Kekalahan pasangan-pasangan terbaik Indonesia ini menunjukkan bahwa Jepang kini telah menancapkan kuku di sektor ini. Tak terhitung berapa banyak pasangan ganda putri yang dimiliki Jepang saat ini. Yang pasti negara ini telah menggeser dominasi China dalam 10 tahun terakhir, terhitung sejak 2006 hingga 2015. Kini giliran Jepang yang menguasai sektor ini dengan menjadi juara di tiga edisi secara beruntun sejak 2016 lalu. Bahkan di edisi tahun ini terjadi final sesama pemain Jepang.

Dominasi Asia Timur
Meski kembali “zonk”, kita tetap patut memberi apresiasi kepada Owi/Butet. Keduanya telah menampilkan yang terbaik di usia yang tidak muda lagi. Pasangan yang akan merasakan predikat sebagai nomor satu dunia itu menjadi satu-satunya wakil dari Asia Tenggara yang berhasil melangkah ke partai final. Indonesia dan Taiwan sama-sama mengirim satu wakil, di antara kepungan empat wakil masing-masing dari China dan Jepang.

Kemenangan Fukushima dan Hirota atas Misaki dan Ayaka yang merupakan juara di dua edisi sebelumnya, menambah perbendaharaan gelar juara Jepang, menyusul pencapaian Momota di tunggal putra.

Dua gelar Jepang sama banyak dengan China yang menguasai nomor ganda campuran dan ganda putra. Di sektor yang disebutkan terakhir gelar juara menjadi milik Li Junhui dan Liu Yuchen. Unggulan pertama ini memenangkan persaingan dengan pasangan Jepang, Keigo Sonoda dan Takeshi Kamura dalam pertandingan rubber set, 11-21 21-10 dan 21-13. Selain mempertahankan gelar juara, Li/Liu sekaligus menungguli rekor head to head menjadi 4-3.

Sama seperti Li/Liu, Tai Tzu Ying juga sukses pertahankan gelar di nomor tunggal putri. Unggulan pertama ini menang dua game langsung 21-19 dan 22-20 atas Chen Yufei. Kemenangan itu sekaligus memantapkan dominasi Tai atas wakil Negeri Tirai Bambu itu. Mantan pemain nomor satu dunia asal Taiwan itu belum pernah kalah dalam delapan pertemuan.

Dari kejuaraan ini bisa ditarik kesimpulan sementara. Pendulum prestasi bulu tangkis di Asia masih bergerak di Asia Timur. Setelah China, kini kekuatan bulu tangkis Jepang semakin mencuat. Bagaimana Indonesia? Selain Owi dan Butet, harapan Indonesia masih bertumpu pada ganda putra nomor satu dunia, Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya. Belum ada fajar baru dari sektor-sektor lain, terutama nomor tunggal. Jangankan bersaing dengan negara-negara di luar kawasan, di  level Asia Tenggara saja kita semakin tertinggal dari Thailand. Situasi ini semakin mencemaskan kita menjelang perhelatan Piala Thomas dan Uber.

N.B
Hasil final #BAC2018:
 
Sumber: www.tournamentsoftware.com


Comments

Popular posts from this blog

Jojo dan Rinov/Pitha Tersisih, Tersisa Ginting, Gregoria, dan Rehan/Lisa di Semifinal Hylo Open 2022

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Dari "Sekarang, Sumber Air Su Dekat" Menjadi "Sekarang, Masalah Air Su Banyak"