Tahun Terbaik Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon
Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya juara/badmintonindonesia.org |
Terbaik. Kata ini bisa saja berlebihan karena tidak ada
sesuatu yang tak tercela di atas muka bumi. Apalagi bila disematkan pada
sosok-sosok manusia yang harus berkompetisi tanpa henti dalam satu kalender
turnamen. Namun setidaknya diksi tersebut mengacu pada pencapaian yang belum
tentu bisa diukir di tahun-tahun sebelumnya maupun sesudah ini, juga oleh
generasi terbaik pada masanya.
Harus diakui tahun 2017 menjadi tahun terbaik bagi Marcus
Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo. Ganda putra itu sukses merebut
tujuh gelar dari sembilan kali tampil di final super series dari total 13 turnamen super series dalam
kalender Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Klimaks pasangan berjuluk “The
Minions” itu terjadi di Hamdan Sports Complex, Dubai, Uni Emirat Arab, Minggu
(17/12/2017) kemarin. Pasangan terbaik Indonesia itu merebut gelar super series
finals, turnamen pamungkas super series saban tahun.
Menariknya, Marcus dan Kevin merebut hattrick gelar
masing-masing di awal dan di akhir kalender. Tiga gelar pertama diraih
masing-masing di All England, India Open dan Malaysia Open. Grafik penampilan
sempat menurun, dan mulai bergerak naik di Korea Open, Jepang Open dan Denmark
Open yang berakhir sebagai juara dan runner-up, sebelum akhirnya mencapai titik
stabil di tiga turnamen terakhir sejak China Open, Hong Kong Open hingga Super
Series Finals.
Belum pernah ada dalam sejarah tepok bulu dunia pasangan
dengan performa sementereng the Minions. Keduanya menjadi yang pertama dengan
raihan gelar terbanyak dalam satu tahun kalender BFW, mengungguli pasangan legendaris
Korea Selatan, Lee Yong-dae dan Yoo Yeon-seong yang berakhir dengan enam gelar.
Kevin dan Gideon membuktikan sebagai pasangan terbaik yang
pernah ada, bila itu tidak dianggap berlebihan, hingga turnamen penutup yang
hanya mempertemukan delapan pasangan atau pemain terbaik dari setiap nomor. Keduanya
sanggup menjaga konsistensi dan mengolah tekanan sebagai pasangan yang paling
dicari dan ingin “dibunuh” para lawannya. Hampir semua pasangan terbaik yang
masih eksis sudah pernah dikalahkan. Bahkan ada dari antaranya yang tak pernah
menang hingga pertemuan terakhir, mungkin hingga akhir kebersamaan mereka.
Ingat rekam jejak Li Junhui dan Liu Yuchen dan bagaimana prediksi masa depan
mereka di sektor ganda China!
Begitu juga sebaliknya. Marcus dan Kevin mampu mengolah
pengalaman dan menimba hikmah darinya, terutama dari setiap momen kekalahan. Hal
ini terjadi jelas di Dubai tahun ini. Keduanya tak bisa berbuat banyak saat
menghadapi Takeshi Kamura/Keigo Sonoda di laga kedua penyisihan grup.
Mereka menyerah straight set 17-21, 17-21 dari pasangan Jepang itu.
Satu kekalahan dan dua kemenangan di fase grup mengantar The
Minions ke semi final sebagai runner-up dan kembali mempertemukan mereka dengan
Kamura dan Sonoda. Apa yang terjadi? Marcus dan Kevin berhasil mengekploitasi
setiap titik lemah pasangan nomor lima dunia itu. Keduanya meninggalkan gaya
bermain seperti biasa dan coba menggunakan strategi berbeda.
Bicara tentang permainan cepat, kedua pasangan dikenal memiliki
tipikal permainan yang sama. Marcus dan Kevin tentu tahu bila masih
memperagakan gaya yang sama hasil akhir bisa saja seperti di fase grup. Karena
itu mereka coba bermain lambat dan lebih banyak memancing pasangan Jepang
dengan bola-bola atas.
Permainan seperti itu jelas bukan gayanya Marcus dan Kevin.
Bahkan sang wasit sampai curiga dan menegur sang pelatih, Aryono Miranat. “Sempat
ditanya oleh referee kenapa Kevin/Marcus bermain seperti itu, banyak lob-lob
panjang dan kesannya tidak serius," ungkap Miranat seperti dilansir dari
badmintonindonesia.org.
Tidak ada yang salah dengan hal itu. Lob-lob panjang bukan
hal tabu dalam dunia bulu tangkis. Bahkan di sektor putri aksi tersebut lebih
kerap terjadi dan memakan waktu lebih lama. Suka tidak suka itu adalah
strategi. Cara bagaimana memancing lawan keluar dari zona nyaman dan menguras
tenaga sebelum akhirnya melancarkan pukulan-pukulan mematikan. Pertandingan itu
pun memakan waktu lebih dari satu jam. Marcus dan Kevin sukses “balas dendam”
dengan kemenangan 21-10 18-21 21-16.
Drama pertemuan kedua pasangan ini mengingatkan kita pada
duel Hendra Setiawan dan Mohamad Ahsan menghadapi Lee/Yoo di ajang serupa tahun
2015. Jejak perjalanan pun persis sama. Hendra dan Ahsan kalah di fase grup
namun berhasil mengubah hasil akhir saat kembali bertemu dalam perebutan tiket
final.
Tidak hanya itu, di partai final pun situasi tak jauh
berbeda. Seperti Hendra dan Ahsan, di final kali ini Marcus dan Kevin
menghadapi wakil China. Hasilnya? Sama. Kemenangan dalam situasi antiklimaks.
Pertandingan terbaik lebih dulu tersaji di empat besar. Lawan yang dihadapi di partai
puncak kurang memberikan perlawanan sepadan, bisa juga pasangan Indonesia
benar-benar sedang “on fire” sehingga laga berjalan relatif mudah. Menariknya
lagi, Indonesia naik ke podium tertinggi ditemani pelatih yang sama, Aryono
Miranat!
Di final kali ini Marcus dan Kevin membuat juara dunia tak
berkutik. Zhang Nan dan Liu Cheng tak bisa berbuat banyak meladeni agresivitas
The Minions. Kombinasi smash keras dan tipuan-tipuan, perpaduan antara
pertahanan yang rapat dan serangan mematikan, plus pleasing terukur membuat
pasangan China kelabakan. Laga itu berakhir dalam tempo 39 menit. Kemenangan
straight set 21-16 dan 21-15 mengantar The Minions ke podium juara. Super
Minions!
Jepang juara umum
Tambahan gelar super series premier melengkapi koleksi gelar
Marcus dan Kevin di semua level turnamen. Trofi Grand Prix, Grand Prix Gold,
Super Series, Super Series Premier, Super Series Finals termasuk All England
sudah digenggam. Apakah perjuangan mereka sudah paripurna? Tentu tidak.
Usia mereka masih muda. Masih ada tahun-tahun mendatang
dengan agenda-agenda menantang. Selain mempertahankan gelar yang diraih tahun
ini, keduanya pun ditantang untuk membuktikan tajinya di turnamen antarbangsa.
Asian Games dan Kejuaraan Dunia, dua turnamen mayor yang menanti keduanya tahun
depan. Lebih dari itu Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang. Tetap menjaga api
semangat agar tak padam karena terlalu berpuas diri. Sebaliknya terus menjaga
kebugaran dan semakin giat berlatih. Niscaya pencapaian tahun ini bakal
berulang lagi.
Dari Dubai, Jepang mengukuhkan diri sebagai kekuatan baru di
sektor putri. Negeri Matahari Terbit menggondol dua gelar dari tunggal dan
ganda putri. Akane Yamaguchi menggagalkan harapan wakil India, Sindhu PV di
nomor tunggal putri setelah melewati pertandingan panjang dan menarik.
Pertarungan antara kedua pasangan muda itu menjadi yang terpanjang di partai
final, mendekati satu setengah jam sebelum dikunci Yamaguchi dengan skor akhir
15-21 21-12 dan 21-19.
Partai final ini mengingatkan kita pada laga final Kejuaraan
Dunia 2017 antara Sindhu menghadapi pemain Jepang lainnya, Nozomi Okuhara.
Kedua pemain terlihat ngos-ngosan di lapangan setelah beradu dalam tempo sekian
lama.
Kali ini Yamaguchi yang dijuluki “si bola bekel” tidak hanya
menunjukkan skill sebagai salah satu pemain muda terbaik, juga mempertontonkan
semangat pantang menyerah. Di babak semi final misalnya, pemain berusia 20
tahun itu mampu mengejar ketertinggalan setelah tertinggal jauh dari pemain
Thailand, Ratchanok Intanon. Yamaguchi menunjukkan sesuatu yang dicari dari
para pemain muda Indonesia saat ini hingga akhirnya mengantongi tiket final
setelah membungkam Intanon 17-21 21-12 dan 21-19.
Sementara Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto mengunci gelar ganda
putri setelah memenangkan perang saudara menghadapi Yuki Fukushima/Sayaka
Hirota. Juara India Open dan runner-up Denmark Open 2017 itu menang 21-16,
21-15. Kedua pasangan ini sepertinya sudah siap menjadi suksesor bahkan cepat
atau lambat akan menyingkirkan seniornya Misaki Matsutomo dan Ayaka Takahashi. Dari
turnamen super series finals kali ini bisa dilihat seperti apa kekuatan sektor
putri Jepang saat ini, bukan?
Viktor Axelsen membuktikan diri sebagai tunggal terbaik
dunia. Ia mempertahankan gelar juara setelah mengalahkan Lee Chong Wei, 19-21
21-19 dan 21-15. Ini menjadi kemenangan ketiga Axelsen dalam tiga pertemuan
terakhir menghadapi pemain senior Malaysia itu. Sekaligus menjadi gelar super
series keempat dalam karier pemain Denmark itu setelah Dubai Super Series 2016,
India Open 2017 dan Japan Open 2017.
Axelsen dan para pemain muda lainnya telah mengubah peta
persaingan di nomor tunggal putra. Sebelumnya Lee Chong Wei, Lin Dan dan Chen
Long, saatnya bergeser ke Axelsen, Srikanth Kidambi, Shi Yuqi, dan tak
ketinggalan Kento Momota yang baru saja kembali. Semoga para pemain muda
Indonesia seperti Anthony Ginting dan Jonatan Christie bisa ikut serta
didalamnya!
Viktor Axelsen merebut gelar #DubaiSSF 2017/bwfbadminton.com |
China membawa pulang satu gelar juara dari nomor ganda campuran.
Seperti Axelsen di tunggal putra, Zheng Siwei/Chen Qingchen melakukan hal yang
sama di nomor ini. Keduanya sukses pertahankan gelar usai menyingkirkan Tang
Chun Man/Tse Ying Suet 21-15, 22-20. Siwei dan Qingchen pun menebus kegagalan di
pertemuan sebelumnya dan membuktikan diri sebagai pasangan terbaik dunia.
Comments
Post a Comment