Surabaya Kota Pariwisata dan Asa 60 Tahun Astra
Salah satu sisi Kota Surabaya/viva.co.id |
Menyebut Kota Surabaya, apa yang terbersit dalam pikiran
Anda? Sudah pasti predikat sebagai kota terpadat, tersibuk, dan terbesar kedua
di Indonesia setelah Jakarta. Status tersebut diafirmasi dalam geliat ekonomi
yang tercermin di antaranya dari pendapatan asli daerah (PAD). Mengutip Tribunnews.com, Senin, 4 Januari 2016, PAD
Surabaya khususnya dan Jawa Timur umumnya dari sejumlah sektor tertentu
mengalami lonjakan signifikan. Menariknya, hal ini terjadi justru saat ekonomi makro
kurang bergairah.
Dari sejumlah sektor, pajak dan retribusi memiliki andil
terbesar bagi PAD. Bahkan PAD sepanjang tahun 2015 melampaui nasional. Bila
realisasi pendapatan asli negara dari sektor pajak tahun 2015 hanya 84,5 persen
dari target, realitasasi PAD Jatim malah tembus 101, 74 persen.
Sumbangan terbesar datang dari pajak kendaraan bermotor
(PKB) dengan realisasi 102,33 persen, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)
dengan realisasi mencapai 95,52 persen, dan pajak bahan bakar kendaraan
bermotor (PBBKB) dengan realisasi hingga 100,7 persen. Begitu juga dari sumber
lain seperti pajak rokok dengan realisasi 113 persen, retribusi jasa usaha
dengan realisasi hingga 130,72 persen serta penerimaan lain-lain dari parkir
berlangganan dengan realitasi mencapai 120,08 persen.
Angka ini menunjukkan bahwa geliat ekonomi di Surabaya
sanggup menantang arus perlambatan yang terjadi secara umum. Meski ekonomi
nasional melemah, ketataan masyarakat untuk memenuhi kewajiban bayar pajak tak
terpengaruh. Selain kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara yang
meningkat, bisa jadi, iklim ekonomi yang baik membuat masyarakat sanggup
menyisihkan sebagian dari pendapatannya dalam bentuk pajak.
Namun kenyataan ini sekaligus memunculkan pertanyaan. Apakah
Surabaya memang hanya bisa hidup dan
menghidupkan diri dari pajak kendaraan dan aneka retribusi tersebut? Apakah
Surabaya akan terus mengandalkan sektor-sektor tersebut di masa datang?
Bagaimana dengan potensi pendapatan lainnya?
Satu hal yang patut dicermati adalah potensi pariwisata di
Surabaya. Cukup janggal memang membicarakan pariwisata dalam konteks Surabaya. Biasanya
di benak kita pariwisata identik dengan kota-kota tertentu seperti Bali dan
Yogyakarta. Apakah Surabaya tak pantas menyandang status kota pariwisata? Apakah
Surabaya tak berpotensi menyaingi Bali dan Yogyakarta?
Tentu saja bisa. Di Kota Surabaya misalnya potensi itu sudah
ada. Bahkan potensi wisata di Surabaya lebih dari cukup untuk dikembangkan. Slogan
pembangaunan Surabaya menuju kota MICE (Meeting, Incentive, Coference,
Exhibition) dengan sendirinya membuka
kans bagi sektor yang satu ini.
Bagaimana bisa? Bisa jadi kita terlalu menganggap biasa
berbagai potensi yang ada di Surabaya saat ini sampai-sampai gagap untuk
memanfaatkannya. Cukup ironis memang bila banyaknya potensi justru
menenggelamkan potensi pariwisata di Kota Surabaya sendiri. Dari ujung yang
satu ke ujung yang lain bertaburan titik-titik potensial untuk dikembangkan. Dalam
serba keberagaman peluang untuk menjadi lebih majemuk terbuka lebar.
Sebagai contoh. Di Surabaya Utara terdapat tempat-tempat
kultural yang sangat kental nuansa historis. Di sana ada Tugu Pahlawan, Gedung
Grahadi, juga House of Sampoerna. Wilayan ini bisa dikembangkan sebagai locus
pariwisata berbasis budaya.
Tugu Pahlawan dan Monumen 10 November/telusurindonesia.com |
Di sisi lainnya, bagian selatan, bercokol tempat-tempat
hiburan, rekreasi dan aneka pusat perbelanjaan. Wilayan ini bisa dikembangkan
sektor pariwisata bernuansa hiburan, rekreasi, dan berbelanja dengan
menjamurnya taman-taman publik, dan juga kebun binatang.
Bagaimana wilayah Timur? Potensi laut dan maritim sangat
menjanjikan. Ada Jembatan Suramadu dan Mangrove yang bisa dioptimalkan. Di wilayah
Barat bisa dikembangkan wisata lifestyle,
yang mana saat ini sudah diciptakan menjadi kota dalam kota. Sementara di
wilayah pusat, bisa menjadi locus utama perwujudan MICE. Banyaknya hotel, mall,
dan convention hall menjadi aset sekaligus sarana vital untuk menjalankan
konsep tersebut.
Potensi menjanjikan itu akan tinggal tetap sebagai potensi
bila tidak ada upaya lanjutan dari para pihak. Sebagai tokoh kunci, pemerintah
melalui dinas terkait seperti dinas pariwisata perlu memiliki master plan untuk rencana masa depan. Melengkapi
berbagai infrastruktur penunjang seperti jalan, dan berbagai fasilitas publik
lainnya adalah penting untuk menunjang terwujudkan rencana besar tersebut.
Selain itu dibutuhkan kontribusi dari pihak-pihak lain mulai
dari masyarakat hingga pihak swasta. Masyarakat perlu diedukasi dan dipantik
kesadarannya bahwa Surabaya adalah kota wisata. Pemahaman dan kesadaran ini
pada gilirannya akan menuntun sikap sekaligus perilaku berwawasan wisata. Selain
menunjukkan keramahan dan keterbukaan kepada siapa saja, posisi tersebut memacu
masyarakat untuk ikut ambil bagian medapatkan manfaat dari kehadiran
orang-orang dari luar daerah, hingga turis-turis dari mancanegara.
Pihak swasta antara lain pelaku bisnis. Mulai dari pemilik
hotel, restoran, biro perjalanan, hingga pengusaha yang bergerak di bidang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Di antara para pelaku bisnis ini
dituntut adanya sinergi untuk membangun kerja sama. Sulit membayangan bira
setiap pihak berjalan sendiri-sendiri maka yang terjadi bukan kemajuan tetapi
kemunduran. Bali menjadi contoh sukses bagaimana kerja sama di setiap lini
berjalan baik.
Dalam rangka itu maka perlahan-lahan pemerintah dan para
pihak terkait perlu duduk bersama. Bersama menyusun rencana strategis dengan
pola kerja dan koordinasi yang jelas. Dalam master
plan tersebut patut untuk memperhatikan konektivitas di antara wilayah
dengan keragaman dan keunikannya, juga perlahan-lahan melengkapi berbagai
sarana penunjang penting. Agar para wisatawan bisa menikmati pariwisita maka
kebutuhan dasar mereka seperti makanan, minuman, rasa aman, dan nyama harus
tercukupi.
Asa Astra
Sebagai salah satu bagian dari perjalanan ekonomi bangsa,
Astra telah berkontribusi bagi negeri sejak berdiri 60 tahun silam. Sesuai motonya
“Sejahtera Bersama Bangsa”, perusahaan multinasional yang bergerak di bidang
otomotif ini tidak pernah menutup mata untuk ikut andil dalam pembangunan di
daerah.
Surabaya adalah salah satu daerah yang sudah merasakan
bagaimana kontribusi perusahaan yang didirikan oleh Tjia Kian Tie dan William
Soerjadjaja ini. Selain melalui kendaraan yang diproduksi dan tenaga kerja yang
diserap, Astra juga telah ambil bagian dalam proses pembangunan berkelanjutan
dengan menyentuh kreativitas anak-anak muda.
Pada 21 Mei 2017 lalu, Astra dan pemerintah setempat menggelar
Geekfest 2017. Ini merupakan event yang mempersatukan anak muda Surabaya yang
kreatif dan berpeluang memberikan andil bagi terciptanya iklim ekonomi kreatif
di Surabaya.
Dukungan Astra ini amat penting. Selain menyasar anak muda
sebagai tulang punggung pembangunan, suntikan semangat dan inspirasi hingga
modal untuk berkreasi penting untuk menggeliatkan industri dan ekonomi
Surabaya. Anak-anak muda inilah yang nantinya akan menghidupkan sektor UMKM,
salah satu mata rantai dalam industri pariwisata Surabaya.
Semoga inisiatif Astra ini membuka jalan bagi para generasi
penerus untuk mulai menyiapkan diri menjadi manusia-manusia kreatif yang pada
gilirannya bisa berguna bagi banyak orang melalui geliat ekonomi kreatif yang
dibangun.Niscaya semakin banyak orang-orang muda yang kreatif maka asa Astra
dan harapan untuk menjadikan Surabaya sebagai kota pariwisata dapat terwujud.
Selamat ulang tahun Astra!
Comments
Post a Comment