Selamat Generasi Muda Korea Selatan !
Korea Selatan dan trofi Piala Sudirman 2017/AFP Photo |
Tidak ada lagu kebangsaan China di Carrara Indoor Sports
Stadium, Gold Coast, Australia, Minggu (28/5). Padahal sejak 2005 silam, lagu yang sama
selalu terdengar saban dua tahun selama enam edisi. Bahkan lagu serupa nyaris terdengar lagi andai
tidak terpeleset di partai pamungkas.
Sejak sepekan terakhir di tempat dengan pesisir pantai yang
eksotis itu 12 negara berjibaku demi trofi Piala Sudirman. Namun pada edisi ke-15
ini, Korea Selatan lebih berhak untuk membawa pulang lambang supremasi turnamen
beregu campuran itu. Raut bahagia bercampur haru jelas tergurat di wajah anggota
tim Korea Selatan saat “Aegukga” berkumandang mengiringi “Taegeukgi”
yang berada di puncak digerek naik.
Berposisi sedikit lebih rendah ada bendera
China yang harus puas sebaga runner up. Sementara di bawahnya dua bendera
berada sejajar yang memberi kebanggaan tersendiri bagi Jepang dan Thailand. Kedua
negara yang disebut terakhir itu pulang berstatus sebagai semifinalis.
Korea Selatan menutup perjuangan mereka
dengan manis meski tertinggal lebih dulu. Dari lima partai yang
dipertandingkan, Korea berhasil mengantongi tiga kemenangan, termasuk partai
penentu. Tiga poin kemenangan Korea disumbangkan Sung Ji-hyun (tunggal putri), Chang
Ye-na/Lee So-hee (ganda putri), dan Choi Sol-gyu/Chae Yoo-jung (ganda
campuran). Sementara China mendulang poin dari ganda putra Fu Haifeng/Zhang Nan
yang turun di partai pertama, serta tunggal putra, Chen Long di partai ketiga,
sekaligus sempat membuat China unggul.
Secara keseluruhan China menurunkan komposisi terbaik dengan
catatan statistik individual yang mengimbangi Korea Selatan. Sementara Korea
malah sedikit membuat kejutan dengan memilih menepikan tunggal putra terbaik,
Son Wan-ho.
Korea lebih memilih mengorbit pemain muda berperingkat 41
dunia, Jeon Hyeok-Jin untuk menantang pemain senior China, Chen Long.
Penampilan pemain 21 tahun itu tidak mengecewakan. Finalis Asia Junior 2013,
finalis Malaysia GPG 2015, finalis Australia Super Series 2016 itu mampu
memaksa Chen bermain selama 47 menit meski kemudian kalah straight set 21-10
an 21-10.
Menariknya, Korea datang ke Australia dengan mayoritas
pemain muda dan berstatus debutan. Kebanyakan dari mereka bukan generasi yang
pernah tampil di putaran final dua tahun lalu. Situasi ini berbanding terbalik
dengan China yang masih mengandalkan para pemain senior seperti Chen Long, Fu
Haifeng dan Zhang Nan.
Generasi muda Korea Selatan memberi warna baru. Mereka
langsung menunjukkan prestasi di awal keikutsertaan di ajang bergengsi ini. Fu
Haifeng/Zhang Nan boleh saja menggasak Choi Solgyu/Seung Jae Seo, 21-14 dan
21-15. Namun tunggal putri berperingkat empat dunia Sung Ji Hyun mampu
menyamakan kedudukan usai membekuk pemain muda China, He Bingjiao, 21-12 dan
21-16.
Usai juara Olimpiade Rio 2016 kembali membawa China unggul,
pertarungan sengit antarpemain muda di sektor ganda mengemuka. Ganda putri
berperingkat tiga dunia, Chang/Lee menghadapi Chen Qingchen/Jia Yifan. Meski
peringkat dunia Chang/Lee satu tingkat di atas Chen/Jia, rekor pertemuan kedua
pasangan sepenuhnya dipegang pemain masa depan China. Dari tujuh pertemuan enam
di antaranya menjadi milik Chen/Jia.
Namun di pertandingan ini Chang/Jia bermain lebih baik.
Keduanya menunjukkan semangat juang tinggi untuk meladeni agresivitas Chen/Jia.
Pertarungan kedua pasangan selama 55 menit dengan skor 19-21 13-21 menjadi
milik juara All England 2017, sekaligus menyeimbangkan kedudukan.
Ganda campuran pun menjadi partai penentu. Lagi-lagi
persaingan antara dua pasangan muda. China menurunkan pasangan rangking dua
dunia, Lu Kai/Huang Yaqiong, menghadapipasangan berperingkat 14dunia,
Choi/Chae. Peringkat dunia kedua
pasangan memang berbeda jauh. Namun rekor pertemuan mereka seimbang dalam empat
pertemuan terakhir.
Semangat pantang menyerah dipadu pertahanan yang rapat
menjadi modal Choi/Chae menahan gempuran Lu/Huang. Di samping itu rotasi dan pembagian
tugas keduanya berjalan sempurna. Chae begitu menguasai wilayah belakang dan
siap melancarkan smes-smes keras nan akurat. Sementara Choi dengan tenang
mengambil peran mematikan di depan net.
Laga berdurasi 51 menit dimenangkan Choi/Chae, 17-21 dan
13-21 sekaligus memastikan Korea Selatan merebut gelar keempat setelah di tahun
1991, 1993 dan 2003.
Euforia para pemain Korea Selatan usai pastikan gelar juara Piala Sudirman 2017/Chris Hyde/Getty Images |
Kemenangan Korea Selatan menjadi pemutus rantai dominasi
China yang telah merebut total 10 gelar dari total 12 kesempatan tampil di
final. Menariknya, ini menjadi kali kedua Korea melakukan hal serupa setelah sebelumnya
mengalahkan China pada 2003 silam.
Pada partai final 2003 yang berlangsung di Eindhoven,
Belanda, Korea menumbangkan China dengan skor 3-1. Kemenangan kembali berulang
setelah lebih dari satu dekade China merajai bahkan dengan skor sempurna 3-0 di
partai final.
Bagi Korea gelar ini menahbiskan mereka sebagai pemilik
gelar terbanyak kedua. Tidak hanya dalam gelar juga dalam kesempatan tampil di
final. Korea sudah delapan kali tampil di final (1989, 1991, 1993, 1997, 2003,
2009, 2013 dan 2017) dengan empat dari
antaranya berbuah gelar.
Gelar pertama Korea direbut di Copenhagen, Denmark tahun
1991. Di final Korea yang masih diperkuat Park Joo-bong menggasak Indonesia 3-2
sekaligus balas dendam atas kekalahan di final di edisi pertama yang
berlangsung di Jakarta.
Final antarkedua negara berulang lagi di Birmingham,
Inggris. Korea kembali menjadi kampiun berkat kemenangan tipis 3-2. Setelah
kemenangan atas China di Belanda dua tahun berselang, Korea kembali
mengulanginya tahun ini saat Piala Sudirman pertama kali digelar di luar benua
Asia dan Eropa.
Indonesia?
Situasi yang terjadi pada Korea Selatan berbanding terbalik
dengan Indonesia. Para pemain muda Korea mampu berprestasi, sementara Indonesia
harus pulang dengan kepala tertunduk. Nasib Indonesia kali ini tidak lebih baik
dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang mampu lolos dari
fase grup. Bahkan Indonesia satu nasib dengan negara-negara medioker sekelas
Rusia, Jerman dan Hong Kong yang berstatus juru kunci di babak penyisihan.
Setelah para pemain senior memutuskan mundur seusai
Olimpiade Rio, praktis Korea hanya bergantung pada segelintir pemain
berpengalaman. Selebihnya harapan digantungkan pada para pemain muda. Namun para
pemain muda Korea mampu menunjukkan peningkatan prestasi yang signifikan, sama
seperti yang terjadi pada para pemain China selepas “krisis” yang terjadi di
Brasil tahun lalu.
Kondisi ini tidak kita temukan pada para pemain Indonesia. Ketergantungan
kepada para pemain berpengalaman masih saja berlangsung, atau setidaknya pada
pemain atau pasangan yang telah berprestasi. Rapuhnya rantai regenerasi membuat
Indonesia sukar mendapat pemain pengganti dalam waktu cepat.
Sementara para pemain yang digadang-gadang bakal menjadi
tumpuan belum mampu menjaga konsistensi. Malah beberapa dari antaranya bermain
antiklimaks saat harapan besar diletakkan ke pundak mereka. Kisah sedih di dua
pertandingan babak penyisihan sedikit banyak mengguratkan kesimpulan bahwa bulu
tangkis Indonesia kian tertinggal.
Jangankan menjadikan China, Korea dan Jepang sebagai acuan. Berhadapan
dengan Thailand saja kita sudah semakin di belakang. Melihat performa para
pemain Thailand kali ini, membuat kita tidak bisa tidak tinggal diam, bila
tidak ingin mengekor di belakang mereka.
China boleh saja meratapi kegagalan mereka menjaga catatan
tak terkalahkan. Ini adalah batu ujian selepas ditinggal pelatih kepala Li Yong
Bo. Namun China sepertinya tidak perlu risau karena mereka memiliki segudang
bintang muda yang siap mengambil peran.
Begitu juga Korea Selatan yang cepat membangun kekuatan baru selepas gelombang pensiun mendera. Sekalipun
ditinggal pergi para pemain senior dalam waktu bersamaan, Korea sudah bisa
mendapat penerus yang cepat berkembang dan berprestasi. Istimewanya para pemain muda tersebut menunjukkan
kegigihan dan semangat pantang menyerah. Menghadapi China yang lebih
diunggulkan mereka tak gentar hingga pertandingan benar-benar berakhir.
Bila Korea dan China menjadi cermin, apa yang bisa kita katakan tentang Indonesia
hari ini? Bagaimana bila gelombang pensiun tiba-tiba menelan para pemain
senior?
Selamat bekerja keras Indonesia, dan salut kepada Korea
Selatan!
N.B
Ringkasan hasil #SudirmanCup2017:
Juara: Korea Selatan
Runner-up: China
Semifinal: Jepang, Thailand
Perempatfinal: Malaysia, Denmark, India, Taiwan
Fase Grup : Indonesia, Rusia, Jerman, Hong Kong
Comments
Post a Comment