Selamat Marcus/Kevin! Juara All England dan Segera ke Puncak Rangking Dunia
Marcus/Kevin juara All England 2017/badmintonindonesia.org |
All England 2017, selain menghadirkan persaingan ketat yang
menarik ditonton, juga menghadirkan banyak kejutan. Salah satu kejutan adalah
tidak ada juara bertahan yang mampu mempertahankan gelar, meski situasi ini
bukan fenomena baru sejak 1899 saat pertama kali digelar.
Setelah Lin Dan dijegal juniornya Shi Yuqi di semi final
maka podium juara perhelatan tertua di dunia tahun ini diisi muka-muka baru.
Namun satu gelar dari antaranya menjadi
milik pemain senior Malaysia, Lee Chong Wei. Kemenangan atas pemain masa depan
China itu, menambah koleksi gelar All England Datuk Lee dengan tiga gelar sebelumnya,
di tahun 2010, 2011 dan 2014.
Shi tetap patut diapresiasi walau gagal meladeni Chong Wei.
Pemuda yang baru merayakan ulang tahun ke-21 pada 28 Februari lalu adalah
pemain masa depan potensial. Satu atau dua tahun mendatang panggung tunggal
putra dunia akan menjadi arena pertarungannya bersama sederet pemain muda
lainnya seperti Viktor Axelsen dari Denmark, dan tunggal putra Indonesia
seperti Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa dan Anthony Sinisuka Ginting.
Saat itu terjadi ketika para pemain senior satu per satu
mulai termakan usia. Generasi Lin Dan dan Chong Wei sudah tak bisa lagi
berkompromi dengan tubuh. Namun sebelum para pemain muda itu berjaya, tidak
mudah bagi mereka untuk merebut takhta yang saat ini masih dikuasai Chong Wei.
Kemenangan atas Shi menunjukkan bahwa Chong Wei masih
bertaji. Meski usianya lebih tua 13 tahun dari Shi, performa Datuk masih apik
dan masih mampu mengakali staminanya dengan permainan taktis dan terukur. Chong
Wei hanya memberi 12 poin di set pertama kepada Shi dalam laga berdurasi 18
menit.
Situasi hampirtak berubah di game kedua. Shi masih sulit
menandingi Chong Wei yang begitu tenang dan tak tergoyahkan baik saat diserang
maupun dipancing dengan permainan net. Seperti pertemuan terakhir di Jepang
tahun lalu, Chong Wei pun mengakhiri perlawanan tunggal nomor 10 dunia itu dua
game langsung 21-12 dan 21-10.
Gelar keempat Lee Chong Wei di All England/@YonexAllEngland |
Kemenangan ini sekaligus memperpanjang rekor tak terkalahkan
Chong Wei atas Shi menjadi 3-0. Di samping itu kegagalan Shi mengisyaratkan
bahwa belum ada juara baru di nomor ini sejak 2010 silam. Gelar juara hanya
berputar di antara Chong Wei, Lin Dan (2012 dan 2016) serta Chen Long (2013 dan
2015).
Chong Wei berhasil membawa pulang satu-satunya gelar bagi
Malaysia dari Birmingham, Inggris. Sebagai gantinya China yang gagal melalui
Shi-namun menjadi isyarat bagus bagi karir Shi yang membetang panjang-lebih
dulu mengunci gelar di nomor ganda campuran.
Pertemuan keempat antara Lu Kai/Huang Yaqiong dan Peng Soon
Chan/Liu Ying Goh membuka partai final di BarclayCard Arena. Di tiga pertemuan
sebelumnya, termasuk terakhir di Australia Open 2016, Lu/Huang tak terbendung.
Namun di pertemuan kali ini Peng/Liu yang diunggulkan di tempat keenam nyaris
mengakhiri catatan buruk itu. Keduanya mampu merebut set pertama dan memaksa
unggulan lima itu bekerja keras di duga game selanjutnya selama 1 jam dan 26 menit dengan skor 18-21 21-19 21-16.
Andai saja Peng/Liu menang maka sejarah baru akan tercipta
di panggung All England. Keduanya akan menjadi pemain Malaysia pertama yang
menjadi juara setelah David Chong yang berpasangan dengan June White dari
Inggris pada1953. Bayangkan sudah berapa puluh tahun lalu.
Tetapi sejarah masih belum berubah. Sejak All England naik
level menjadi Super Series pada 2007-lantas Super Series Premier empat tahun
berselang, tidak ada negara lain yang berhasil merontohkan dominasi China dan
Indonesia. Sejak Zhang Jun/Gao Ling juara pada 2006 hingga Praveen Jordan/Debby
Susanto pada 2016 kemudian beralih lagi pada Lu/Huang, China sudah merebut tujuh
gelar juara. Sementara sisanya, empat kali, menjadi milik Indonesia.
Kevin/Marcus ke
puncak dunia
Indonesia tidak pernah absen mengirim wakil ke final All
England sejak 2012. Setelah tahun lalu Praveen/Debby sukses merebut gelar,
tahun ini giliran Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo naik podium
tertinggi.
Di partai final unggulan lima ini sukses membungkam Li
Junhui/Liu Yuchen asal China. Sebelum pertemuan ini Marcus/Kevin dibayangi
rekor buruk di pertemuan sebelumnya di Vietnam Open 2015. Saat itu Li/Liu, unggulan
enam, menang, 21-15 21-23 18-21.
Seperti yang ditunjukkan saat menumbangkan Mads Conrad
Petersen/Mads Pieler Kolding di semi final, kemenangan ini sekaligus
merontohkan statistik pertemuan. Duo Mads dua kali menggulung Marcus/Kevin.
Termasuk di babak perempat final All England 2015 dengan skor 11-21 21-10 dan
13-21. Namun kali ini keduanya balas dendam menggasak wakil Denmark itu dalam
laga berdurasi 69 menit, yang berkesudahan 19-21 21-13 dan 21-17.
Menghadapi Li/Liu, Marcus/Kevin bermain tenang dan fokus.
Kepercayaan diri keduanya benar-benar terlihat sejak awal. Menyata dalam
permainan taktis dan agresif. Meski pemain China terkenal ulet dan tak mudah
menyerah, Marcus/Kevin tak pernah kehabisan akal untuk mendapatkan poin. Smes
kencang dipadu dengan tipuan-tipuan mematikan menjadi bagian dari penampilan
ciamik mereka. Juara Australia dan India Open 2016 itu hanya butuh 36 menit
untuk memastikan gelar juara dengan skor 21-19 dan 21-14.
Kemenangan straight
set itu berbuah gelar super series premier kedua setelah di China Open tahun
lalu.
Menyusul kemenangan per 16 Maret nanti, keduanya berada di
puncak rangking dunia, melampaui prestasi Oktober tahun lalu di urutan dua
dunia. Tambahan 11.000 poin membuat perolehan poin keduanya menjadi 73.051
uggul atas pasangan Malaysia, Goh V Shem/Tan Wee Kiong dengan 72.467.
Kekalahan Li/Liu menambah pukulan bagi China yang harus
pulang dengan satu gelar setelah peluang menambah gelar di tunggal putra
kandas. Hasil ini mengulangi pencapaian
tahun lalu dimana Lin Dan berhasil menyelamatkan muka Negeri Tirai Bambu itu
yang merebut tiga gelar di tahun sebelumnya.
Patut dicatat pencapaian China kali ini sekaligus
meninggalkan catatan bagi sektor ganda putri. Untuk pertama kali sejak 1996
tanpa wakil China di final. Setelah 20 tahun, tahun ini mahkota itu menjadi
milik Korea Selatan melalui Chang Ye Na/Lee So Hee . Unggulan empat ini
berhasil menggagalkan satu-satunya harapan Denmark, Kamillla Rytter
Juhl/Christina Pedersen. Kamilla/Christina yang dijagokan ditempat kedua
menyerah dua game langsung 21-18 dan 21-13. Kekalahan ini tentu mengecewakan
pasangan senior Denmark itu. Selain semakin tertinggal dalam catatan pertemuan
menjadi 1-3, juga gagal mengulangi hasil baik di pertemuan terakhir di
Olimpiade Rio 2016.
Duel sengit antara dua pemain muda menutup babak final.
Unggulan teratas dari Taiwan Tai Tzu Ying menghadapi Ratchanok Intanon (5) asal
Thailand. Tai berhasil membuktikan statusnya sebagai ratu bulu tangkis dunia
dengan memenangkan pertandingan alot dengan skor akhir 21-16 dan 22-20.
Statistik pertemuan kedua pemain itu pun imbang dalam 14 pertemuan.
Dengan demikian tahun ini distribusi gelar merata, China,
Malaysia, Korea Selatan, Indonesia dan Taiwan berbagi gelar. Taiwan adalah muka
baru seperti Rusia tahun lalu mengejutkan dunia melalui ganda putra Vladimir
Ivanov/Ivan Sozonov. Sementara Jepang tahun ini kehilangan dua gelar, tidak
hanya dari nomor tunggal putri melalui Nozomi Okuhara juga ganda putri setelah
jagoannya Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi gagal menunjukkan kelasnya.
Indonesia masa depan
Marcus/Kevin berhasil mengakhiri penantian dua tahun
Indonesia setelah Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan naik podium tertinggi pada
2014. Keduanya berhasil mengikuti jejak para pendahulu.Mulai dari Christian
Hadinata/Ade Chandra (1972 dan 1973), Tjuun Tjun/Johan Wahjudi (1974, 1975,
1977, 1978, 1979, 1980), Rudy Heryanto/Harimanto Kartono (1981, 1984), Rudy
Gunawan/Eddy Hartono (1992), Rudy Gunawan/Bambang Suprianto (1994), Rexy
Mainaky/Ricky Subagja (1995 dan 1996), Tony Gunawan/ Candra Wijaya (1999), Tony
Gunawan/Halim Haryanto (2001), hingga
Sigit Budiarto/Candra Wijaya yang merebut gelar 11 tahun sebelum Ahsan/Hendra
Setiawan pada 2014.
Secara keseluruhan Indonesia sudah meraih 49 gelar dari
arena All England dan 19 dari antaranya dari nomor ganda putra. Tentu sebuah
pencapaian yang patut diapresiasi bagi sektor ganda putra yang tak pernah
berhenti menyumbang gelar.
Prestasi Marcus/Kevin diharapkan semakin memotivasi para
pemain muda dan para pemain dari sektor lain untuk mengukir prestasi pula. Sektor
putri baik ganda maupun tunggal, begitu juga tunggal putra sudah lama puasa
gelar All England.
Susy Susanti menjadi tunggal putri terakhir yang juara All
England pada 1994. Di tahun yang sama Heryanto Arbi mengalahkan Ardy B Wiranata
untuk merebut gelar tunggal putra. Meski demikian nomor tunggal putra masih
sempat mengirim Budi Santoso ke final pada 2002 sebelum dikalahkan Chen Hong
dari China, 4-7 5-7 1-7. Itulah saat terakhir sektor tunggal Indonesia unjuk
gigi.
Indonesia terakhir kali berjaya di nomor ganda putri pada
1979 melalui pasangan Verawaty dan Imelda Wiguna, sekaligus menjadi pasangan kedua
yang merebut gelar juara setelah Minarni Sudaryanto/Retno Koestijah pada 1968.
Tentu banyak pekerjaan berat yang harus dikerjakan Indonesia
agar bisa lebih berprestasi di All England dan turnamen-turnamen berbintang.
Stamina yang harus digenjot, mental bertanding yang harus diasah, selain teknik
dan skill yang ditempa melalui latihan dan kerja keras.
Melihat para pemain negara lain jatuh bangun di lapangan
untuk merebut kemenangan saya jadi berpikir mengapa heroisme dan daya juang
para pemain Indonesia tidak bisa seperti mereka. Apakah mental dan semangat
pantang menyerah kurang tertantang, atau kita terlalu menyerah pada takdir dan
kekalahan? Bakat memang tak bisa dibohongi, tetapi tanpa kerja keras semua itu
hanya omong kosong, bukan?
Selamat Marcus/Kevin! Mari bekerja lebih keras Indonesia!
N.B
Hasil pertandingan
final All England 2017:
Ganda putra
Marcus Fernaldi
Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo (Indonesia) vs Li Junhui/Liu Yuchen (China)
21-19, 21-14
Ganda putri
Chang Ye-na/Lee
So-hee (Korea Selatan) vs Kamilla Rytter Juhl/Christinna Pedersen (Denmark)
21-18, 21-13
Tunggal putra
Lee Chong Wei (Malaysia)
vs Shi Yuqi (China) 21-21, 21-10
Tunggal putri
Tai Tzu Ying
(Taiwan) vs Ratchanok Intanon (Thailand) 21-16, 22-20
Ganda Campuran
Lu Kai/Huang Yaqiong
(China) vs Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia) 18-21, 21-19, 21-16
Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 13 Maret 2017. http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/selamat-marcus-kevin-juara-all-england-dan-segera-ke-puncak-dunia_58c5eb1bb392737a4eb01481
Comments
Post a Comment