Indonesia Menanti Lagi Penerus Haryanto Arbi ?
Hariyanto Arbi, juara All England terakhir dari Indonesia/juara.net |
Tahun ini 23 tahun sudah Indonesia menanti kelahiran
Haryanto Arbi di panggung All England. Sepertinya penantian itu masih terus
berlanjut tahun ini. All England 2017, 7-12 Maret, masih menjadi panggung para
mantan juara, tetapi bukan dari Indonesia.
Berdasarkan peringkat dunia tunggal putra terkini dan jejak
rekam dalam beberapa edisi terakhir, tampaknya kejuaraan tertua di dunia ini
masih menjadi panggung para pemain senior. Lee Chong Wei dari Malaysia, Lin Dan
dan Chen Long dari Tiongkok masih menjadi ancaman serius bagi para
pebulutangkis lain.
Betapa tidak, Lee Chong Wei masih berada di puncak rangking
dunia. Selain itu, ia telah mempersiapkan diri secara baik untuk memaksimalkan
turnamen tertua ini yang bisa jadi menjadi yang terakhir baginya. Belum lama,
pada Januari lalu, Lee sempat mengalami cedera lutut kiri saat berlatih di
pemusatan latihan tim nasional Malaysia. Karena cedera itu ia terpaksa absen di
Djarum Superliga Badminton yang bisa dijadikan sebagai turnamen pemanasan
jelang ke Birmingham, Inggris.
Sang Datuk yang sempat diragukan kondisinya sudah dipastikan
tampil di All England yang sudah tiga kali dimenanginya. Lee menjadi salah satu
pebulutangkis terkini dengan rekor cukup bagus di pentas akbar itu. Enam kali
tampil di final, ia berhasil membawa pulang gelar juara sebanyak tiga kali,
masing-masing di tahun 2010, 2011 dan 2014.
Kegagalan di Olimpiade Rio de Janeiro tahun lalu, meski
mengantongi medali perak ketiganya, bakal dilampiaskan di turnamen pertama yang
diikutinya di tahun ini setelah terakhir tampil di Superseries Finals di Dubai
akhir tahun lalu.
Selain Olimpiade, Lee juga memiliki catatan kurang bagus di
Kejuaraan Dunia yang mana ia belum pernah sekalipun memenanginya. Bisa jadi
prestasi di All England ini akan mempertebal keyakinan untuk berlanjut ke
Skotlandia pada Agustus nanti, memburu gelar perdana di pentas Kejuaraan Dunia.
Pada Oktober tahun ini Lee akan berusia 35 tahun. Seiring bertambahnya usia
arah pendulum karirnya hampir pasti bakal bergerak menjauhinya.
Lebih lama dari Lee, Lin Dan memulai penampilannya di All
England setelah kalah dari rival abadinya itu di semi final Olimpiade Rio.
Super Dan yang setahun lebih muda dari Lee menjadi salah satu tunggal putra
fenomenal dengan enam gelar All England. Pengoleksi dua medali Olimpiade dan
lima mahkota Kejuaraan Dunia itu menjadi juara All England pada 2004, 2006,
2007, 2009, 2012 dan 2016.
Lin Dan sangat selektif memilih turnamen tahun ini dan
penampilannya di All England sekaligus menepis rumor gantung raket yang sempat berhembus
setelah Olimpide Rio. Dengan waktu istirahat cukup lama memungkinkan Lin Dan bisa
mendapatkan lebih banyak energi untuk mempertahankan gelar.
Selain kedua pemain gaek itu, nama
Chen Long tidak bisa dinafikan begitu saja. Pemain 28 tahun itu adalah juara
All England 2013 dan 2015. Tak hanya itu, Chen Long sudah membuktikan kapasitasnya
mengatasi persaingan Lin Dan dan Chong Wei seperti terjadi di Olimpiade Rio.
Saat itu Chen Long berhasil mengalahkan Chong Wei yang sebelumnya menghempaskan
Lin Dan di semi final untuk merebut medali emas.
Selain Chen Long, pemain senior lainnya
seperti Jan O Jorgensen patut diperhitungkan. Pemain paling senior di tim
nasional Denmark saat ini menempati unggulan kedua. Dengan status seperti itu
maka jalan untuk mengulangi pencapaian terbaik lolos ke final dua tahun lalu
cukup terbuka lebar.
Final ideal
Pertemuan Lin Dan dan Chong Wei tentu menjadi salah satu
pertarungan klasik yang layak dinanti. Ibarat Barcelona versus Real Madrid di
La Liga begitu juga rivalitas keduanya yang ditunggu-tunggu. Meski begitu
tingkat persaingan di antara mereka sama sekali tak menguburkan tali
persahabatan di antara keduanya-plus rekan seangkatan seperti Peter Gade dan
Taufik Hidayat, yang selalu hangat seusai laga atau di luar arena, tidak
seperti Barcelona dan Real Madrid dengan tembok gengsi yangbegitu tinggi dan
kokoh memisahkan kedu kubu mulai dari dalam hingga menjangkau para
pendukungnya.
Lin Dan dan Chong Wei telah mengoleksi sembilan gelar namun
keduanya sudah lama tidak bertemu di All England sejak partai final 2012 saat
Chong Wei menarik diri. Dari total 36 kali pertemuan di aneka turnamen
bergengsi, keduanya hanya bertemu tiga kali di All England.
Dengan jarak peringkat antara keduanya yang kini terpaut
lima strip maka sudah pasti sulit mengharapkan pertemuan keduanya di laga
pamungkas. Bila langkah keduanya tak dijegal maka pertemuan keduanya bisa lebih
dini dari yang diharapkan.
Lin Dan kini berada di rangking enam dunia akan mengawali
kiprahnya menghadapi pemain muda Malaysia Zulfadli Zulkiffli. Sementara Chong
Wei yang tersisih di babak pertama tahun lalu akan menghadapi pemenang dari
babak kualifikasi di laga pertama.
Besar kemungkinan Super Dan akan menghadapi pemain China
unggulan tujuh Tian Houwei di perempat final dan pemain nomor empat duna dari
Korea Selatan, Son Wan-ho sebagai lawan potensial di semi final.
Meski tak ada final klasik kali ini, kita masih bisa
mengharapkan final ideal lainnya. Peluang terulangnya final Olimpiade Rio
terbuka. Lee bisa membalas dendamnya pada Chen Long bila saja keduanya terus
melaju hingga puncak.
Lee Chong Wei (kanan) dan musuh bebuyutan Lin Dan/allenglandbadminton.com |
Menanti lagi
All England kali ini tidak hanya menjadi panggung pertemuan
dan pertarungan para mantan juara. Keberadaan para pemain muda patut
diperhitungkan. Semangat dan tingkat kebugaran yang lebih membuat para pemain
muda itu siap bersaing dengan para pemain senior. Belum lagi beberapa pemain
muda menempati daftar unggulan sebagai cerminan potensi dan keandalan mereka.
Selain Son Wan Ho, Viktor Axelsen adalah salah satu yang
pantas disebut. Pemain 23 tahun ini kian teruji dan makin matang dari waktu ke
waktu. Di dua edisi terakhir ia mampu melangkah hingga babak delapan besar.
Pengalaman dan jam terbang yang semakin bertambah tentu
menambah kematangannya untuk penampilan kali ini. Viktor sudah menunjukkan diri
sebagai pemain masa depan Denmark paling menjanjikan sekaligus ancaman bagi
para pemain senior di All England kali ini.
Pemain yang dijagokan di tempat ketiga ini adalah peraih
medali perunggu Olimpiade Rio usai menghempaskan Lin Dan. Di tingkat Eropa ia
adalah penguasa. Juara Eropa ini pun menjadi aktor penting di balik trofi Piala
Thomas pertama yang menghiasi lemari gelar negaranya.
Bagaimana peluang para pemain tunggal Indonesia? Mundurnya Jonatan
Christie membuat kekuatan Indonesia di nomor ini berkurang. Kondisi kesehatan Jojo
yang tidak prima, terserang flu dan asma, memupuskan harapannya tampil lagi
setelah di edisi sebelumnya hanya mampu bertahan hingga babak pertama.
Jojo sejatinya akan menantang Axelsen di laga pertama. Absennya
Jojo membuat barisan pemain muda Indonesia menyisahkan Ihsan Maulana Mustofa
dan Anthony Sinisuka Ginting. Tahun lalu keduanya gagal melangkah ke babak
utama setelah tersisih di fase kualifikasi. Saat itu Anthony dihentikan Sameer
Verma dari India dan Ihsan dipecundangi Jojo.
Kali ini langkah keduanya kembali bermula di babak
kualifikasi. Ihsan akan menantang Kenta Nishimoto dari Jepang, sementara
Anthony berjumpa Sourabh Verma dari India. Anthony dan Verma belum pernah
bertemu namun pemain asal India itu tetap patut diwaspadai.
Sementara Ihsan pernah sekali bertemu Nishimoto di Taiwan
Open 2014. Kala itu Ihsan menang dua game langsung 21-19 dan 21-11. Namun
pemaian 22 tahun itu semakin matang seperti ditunjukkan di kejuaraan beregu
campuran, Asia Mixed Team Championships di Vietnam beberapa waktu lalu. Kenta
tampil sebagai pahlawan Jepang untuk membawa pulang trofi kejuaraan yang baru
pertama kali digelar itu.
Ihsan Maulana Mustofa salah satu harapan Indonesia di All England 2017/kompas.com |
Bila memenangi pertarungan ini Ihsan dan Anthony akan saling
sikut di partai final kualifikasi untuk memperebutkan satu tiket babak utama.
Pemain Taiwan berperingkat sembilan dunia Chou Tien Chen sudah menanti di babak
utama.
Seperti para pemain muda itu, langkah dua pemain senior
Tommy Sugiarto dan Sony Dwi Kuncoro juga tidak mudah. Meski langsung tampil di
babak utama, lawan keduanya di partai pertama tidak bisa dipandang sebelah
mata.
Tommy akan menghadapi Tian Houwei dari China. Tommy yang
kini berada di rangking 16 dunia sudah empat kali bertemu pemain 25 tahun itu. Mengulangi
catatan negatif di pertemuan pertama, dalam dua pertemuan terakhir Tommy kalah
dua game langsung. Pada pertemuan terakhir dua tahun lalu di Denmark Open,
Tommy menyerah 21-14 dan 21-14 dari pemain yang kini berperingkat tujuh dunia
itu.
Sony pun harus bekerja keras di laga pertama. Pemain kelahiran
Surabaya 32 tahun lalu itu akan menjajal kekuatan Son Wan-ho. Keduanya sudah
tiga kali bertemu dengan catatan kemenangan terbanyak di pihak Sony. Satu dari
dua kemenangan diraih Sony di Singapura Open tahun lalu. Saat itu Sony
menumbangkan pemain 28 tahun itu di laga pamungkas, 16-21
21-13 14-21, setelah di babak sebelumnya mengalahkan Lin Dan.
Kemenangan tersebut menjadi titik balik kembalinya Sony.
Meski tak muda lagi semangatnya untuk kembali ke jalur persaingan pebulutangkis
dunia masih menyala. Termasuk mengulangi pencapaiannya di All England dengan
prestasi terbaik tiga kali mencapai babak perempat final di tahun 2004, 2007,
dan 2008.
Dari peta kekuatan yang ada, sulit memang mengharapkan gelar
dari nomor ini. Indonesia masih harus menanti penerus Haryanto Arbi yang
merebut gelar juara pada 1993 dan 1994. Pemilik “smash 100 watt” itu adalah juara
terakhir dari Indonesia, setelah Ardy
Wiranata (1991), Liem Swie King (1978, 1979 dan 1981), Rudy Hartono (1968-1974,
1976), dan jauh sebelum itu Tan Joe Hok (1959).
Mengutip Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy
Susanti, bersikap realistis adalah pilihan terbaik. Target perempat final bisa
saja terlalu berlebihan, meski tidak salahnya mengharapkan hasil terbaik. Meski
tidak terlalu berharap mendapat mahkota, setidaknya seperti dikatakan peraih medali emas Olimpiade Barcelona
1992 kepada Kompas, 2 Maret 2017,
hal.28, “Setidaknya, mereka bisa tampil lebih bagus dibanding tahun lalu.”
Selamat berjuang!
Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 6 Maret 2017.
http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/indonesia-menanti-lagi-penerus-hariyanto-arbi_58bcdb9d6ea834b2038b4568
Comments
Post a Comment