Indra Sjafri, Sinyo Aliandoe, dan Sepak Bola NTT
Indra Sjafri/
@indra_sjafri
|
Apakah ada sesuatu yang baik datang dari NTT? Pertanyaan
menyitir nas Kitab Suci ini mengemuka mengiringi langkah pelatih tim nasional
Indonesia U-19, Indra Sjafri yang mengawali blusukannya dari provinsi kepulauan
itu.
Sempat melepas posisinya di tim nasional junior pada 2014,
pelatih kelahiran Sumatera Barat itu kembali
menduduki kursi yang membuat namanya melambung. Prestasi terbaiknya adalah
mengantar anak asuhnya menjadi juara Piala AFF tahun 2013. Hasil gemilang
tersebut tidak lepas dari lakon kepelatihan yang dilakukannya.
Demi mendapatakan bakat-bakat terbaik, pelatih 54 tahun itu memilih
strategi jemput bola. Ia tidak tinggal tetap di menara gading kepelatihan yang
berjarak dari daerah-daerah, tetapi ia rela turun gunung mencari para pemain
masa depan hingga ke pelosok-pelosok.
Dari kerja keras itu, Indra telah melahirkan para pemain
muda bertalenta. Beberapa dari antaranya seperti Evan Dimas Darmono asal
Surabaya, Maldini Pali dari Mamuju, Sulawesi Barat, Ilham Udin Armayin dari
Ternate, Maluku Utara, I Putu Gede Juni Antara asal Bali, Hansamu Yama Pranata
dari Mojokerto, Jawa Timur, Zulfiandi dari Bireuen, Aceh serta tak ketinggalan Yabes
Roni Malaifani dari Alor, NTT.
Entah bagaimana nasib mereka saat ini, yang pasti kerja
kepelatihan Indra itu menunjukkan secara jelas bahwa ada harapan besar bagi
masa depan sepak bola Indonesia, negeri berpenduduk lebih dari 250 juta dan
tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Indra telah memberi bukti tentang
kebhinekaan Indonesia sebagai berkah, meski untuk itu ia harus menempuh jalan
yang tidak biasa, lebih tepatnya terobosan baru yang semestinya bisa
dijembatani bila sepak bola kita tidak amburadul.
Dari kemajemukan itu, NTT menjadi salah satu wilayah potensial.
Kerja pertama Indra sudah berbuah Yabes Roni. Kemudian menyusul sejumlah pemain
lain yang kini memperkuat Bali United, klub terakhir yang dilatih Indra sebelum
melatih timnas. Entah mengapa klub yang bermarkas di Stadion Kapten I Wayan
Dipta itu menjadi destinasi baru para pesepakbola dari NTT. Bisa jadi soal
jarak, atau juga ada alasan lain. Meski tidak banyak yang akhirnya bergabung,
beberapa yang berhasil lolos seperti Alshan Sanda, Sebastianus Daga, dan Yabes
Roni, hal ini menunjukkan bahwa para pemain NTT punya modal untuk bersaing.
Bukan baru sekarang NTT mengirim pemainnya ke level nasioal.
Jauh sebelum itu ada beberapa nama yang pernah berseragam Persebaya, Persema
Malang, Arema Malang, Niac Mitra Surabaya, hingga Persija Jakarta.
Salah satu nama besar yang melegenda adalah Sebasian Sinyo
Aliandoe. Om Sinyo yang baru meninggal 2015 lalu pernah memperkuat timnas pada
era 1960-1970. Di tingkat klub ia pernah berseragam Persija Jakarta dan membawa
tim ibu kota itu juara Perserikatan tahun 1964.
Setelah gantung sepatu, kelahiran Larantuka ini menjadi
pelatih. Di tangannya timnas hampir lolos ke Piala Dunia Meksiko 1986. Di level
klub, ia menjadi peletak dasar karakter dan permainan Arema.
Setelah masa Om Sinyo, legenda yang terlupakan itu, NTT
tengah menjemput bakat-bakat baru. Aksi yang tengah dilakukan Indra merupakan upaya
memantik ingatan sejarah sekaligus penyadaran terhadap potensi NTT.
Sinyo Aliandoe/tribunnews.com |
Indra kembali melakukan itu. Atambua, kota berjarak 276 km
dari Kupang, ibu kota Provinsi NTT menjadi tempat pertama Indra mencari
bibit-bibit baru. Dari seleksi yang dilakukan di SSB Bintang Timur, Indra
menemukan setidaknya tiga pemain muda yang akan mengikuti seleksi lanjutan
masuk timnas U-19.
Selengkapnya mengutip
Antara yang menemuinya di Kupang
setelah kembali dari Atambua, Indra mengaku, “Dari hasil blusukan kemarin di
Atambua, ada 2-3 pemain asal NTT yang bisa mengikuti seleksi selanjutnya."
Tiga pemain bisa menjadi terlalu sedikit di antara banyak
potensi besar di sana. Namun bisa jadi itu menjadi kabar bagus. Dari 35 peserta
yang ikut seleksi dua hari itu, jumlah tesebut cukup menjanjikan. Indra datang
tidak tanpa tujuan jelas. Indra memastikan yang terpilih adalah benar-benar
terbaik dari antara yang ada, meski jalan menuju tim nasional masih panjang.
Mereka masih harus menjalani seleksi berat selanjutnya.
"Dari hasil seleksi di Atambua, saya harus terus
mencari terbaik dari yang terbaik demi Indonesia. Jadi, tidak semua bisa
dipilih walaupun sebagian besar memiliki skill (bagus).”
Indra mengaku NTT kian berkembang. Semakin banyak potensi
yang mengemuka karena iklim yang semakin baik. Munculnya sekolah-sekolah dan
akademi sepak bola menjadi salah satu pemincu. Bali United sedang menyelesaikan
pembangunan akademinya di Jalan W.J. Lalamentik, Oepoi, Kota Kupang. Hal ini
menjadi kabar baik untuk sepak bola NTT.
Diharapkan langkah bagus tersebut semakin menstimulus insan
sepak bola NTT. Sinergi banyak pihak adalah syarat penting agar potensi dan
peluang tersebut berbuah banyak.
Setelah dari Atambua, Indra tidak langsung ke provinsi lain.
Potensi wilayah lain di NTT juga sampai ke telinganya. Salah satu wilayah yang
juga memiliki banyak bibit adalah Flores. Selama ini bakat-bakat besar di
wilayah tersebut terkurung di antara lembah dan bukit dan hanya terakomodasi di
pertandingan antarkampung, antarkecamatan, dan antarkabupaten.
Kembali jemput bola, Indra akan ke Bajawa, Ibu Kota
Kabupaten Ngada. Wilayah yang terletak di bagian tengah Nusa Bunga itu terkenal
sebagai gudang pesepakbola handal di NTT. Di tingkat provinsi, Ngada adalah
juaranya.
Belum lama ini pemain muda Ngada unjuk gigi kompetisi Liga
Nusantara 2016. Meski berstatus amatir, menjadi runner up dari 600 klub dari 34
provinsi bukan perkara kecil. Kekalahan di final dari sesama klub wilayah
Timur, Perseden Denpasar tetap menjadi prestasi besar bagi Ngada dan sepak bola
NTT.
PSN Ngada runner-up Liga Nusantara 2016/Jawa Pos |
Tak heran Indra ke Bajawa. Meski belum memiliki klub atau
akademi sepak bola yang bagus, tidak sulit menjangkau bakat-bakat terbaik di
sana. Mendengar Indra datang, mereka pasti akan dengan senang hati datang dan
unjuk gigi.
Indra sengaja ke Bajawa karena pemain-pemain di sana tidak
bisa ambil bagian dalam seleksi. "Mereka yang dari Bajawa tidak bisa ikut
seleksi di Atambua karena cuacanya buruk dan susah untuk ke Atambua. Jadi saya
yang akan menjemput bola berangkat ke sana.”
Kita menanti bakat muda yang masuk dalam radar sang pencari
bakat. Kedatangan Indra ini mesti menjadi momentum yang bagus bagi para pemain
muda dan sepak bola NTT. Indra sudah membuka ruang bagi mereka untuk berkembang.
Sekaligus memancu insan dan pelaku sepak bola NTT untuk lebih membuka mata
terhadap pembinaan sepak bola di sana. Menggeliatkan kompetisi berjenjang,
mengasah bakat-bakat muda melalui akademi dan sekolah sepak bola, diharapkan
menjadi kisah lanjutan dari kunjungan pelatih asal Sumatera Barat itu.
Tidak hanya NTT, daerah-daerah lain pun bakal kedatangan
sang pelatih. Setidaknya Indra akan bertandang ke-15 Asosiasi Provinsi lainnya telah
melakukan seleksi tingkat provinsi. Selain dalam rangka penjaringan, diharapkan
blusukan ini semakin menumbuhkan kesadaran akan kemajemukan dan kekayaan
potensi sepak bola Indonesia.
Dari kunjungan Indra kita akan mendapatkan tim nasional U-19
yang akan berlaga di Piala AFF-19 pada September nanti, Piala AFC U-19 sebulan
kemudian serta Kualifikasi Piala Asia. Generasi baru ini diharapkan harum akan
prestasi seperti proyek pertama Indra, seperti juga target yang telah ia patok:
juara Piala AFF dan lolos Piala Dunia U-20. Siapa tahu ada yang baik datang
dari NTT yang bisa ambil bagian dalam proyek jangka panjang itu!
Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana, 14 Februari 2017.
Comments
Post a Comment