Seperti Apa Nilai Rapor Bulu Tangkis Indonesia di 2016?
Tontowi/Liliyana (kanan) di podium tertinggi Hong Kong Open 2016/badmintonindonesia.org
Tahun 2016 tersisa sebulan lagi. Di jagad olahraga, khususnya
bulu tangkis dunia, hampir menyelesaikan seluruh turnamen yang terjadwal di
kalender BWF. Saat ini tersisa dua turnamen, yakni Macau Open Grand Prix Gold
yang tengah berlangsung hingga 4 Desember nanti, selanjutnya BWF World
Superseries Finals sebagai turnamen pamungkas yang dimulai pada 14-18 Desember.
Macau Open sudah
memasuki babak delapan besar. Indonesia menaruh harapan pada enam wakil yang
akan bertempur Jumat, (2/12) hari ini. Pasangan ganda putra Fajar
Alfian/Muhammad Rian Ardianto berada di daftar unggulan tertinggi dari enam
wakil Merah Putih itu. Fajar/Rian menempati unggulan empat, sementara
wakil-wakil lainnya yakni ganda putra Hardianto Hardianto/Kenas Adi Haryanto ditempatkan
sebagai unggulan delapan bersama pasangan ganda campuran, Alfian Eko
Prasetya/Annisa Saufika, serta dua pasangan ganda putri yang tidak masuk
hitungan yakni Anggita Shitta Awanda/Mahadewi Istirani Ni Ketut serta Weni
Anggraini/Aprilsasi Putri Lejarsar Variella.
Sementara di turnamen penutup tahun, Indonesia mendapat lima
tempat yang semuanya berasal dari sektor ganda. Dua wakil masing-masing dari
ganda putra (Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Angga
Pratama/Ricky Karanda Suwardi) dan ganda campuran (Tontowi Ahmad/Liliyana
Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto) serta satu wakil ganda putri (Greysia
Polii/Nitya K Maheswari).
Turnamen tahunan di Dubai itu merupakan panggung elit bagi
delapan pemain atau pasangan terbaik. Merekalah yang mendapat poin terbanyak
dari 12 turnamen berkategori super series dan super series premier yang mengisi
kalender turnamen BWF selama setahun.
Turnamen berhadian total USD 1,000,000 itu tidak hanya menjadi
kulminasi dari perjuangan para pebulutangkis elit dunia, juga menjadi cermin
prestasi sepanjang tahun. Di sanalah tergurat jelas peta persaingan bulu
tangkis dunia saat ini.
Tahun lalu Indonesia hanya mengirim empat wakil yang
semuanya berasal dari sektor ganda. Dari antara Greysia Polii/Nitya K
Maheswari, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, Praveen Jordan/Debby Susanto hanya
Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan yang berhasil membawa pulang trofi setelah
menumbangkan pasangan muda Tiongkok Chai Biao/Hong Wei,13-21, 21-14 dan 21-14.
Terlepas apakah tahun ini akan lebih banyak gelar yang direngkuh Indonesia, seperti tahun lalu, tahun ini Indonesia masih mengandalkan sektor ganda. Rupanya sektor ini masih menjadi tumpuan Merah Putih. Sementara sektor tunggal baik itu putra maupun putri Indonesia masih terusa berada dalam masa penantian yang entah sampai kapan bakal berakhir.
Terlepas apakah tahun ini akan lebih banyak gelar yang direngkuh Indonesia, seperti tahun lalu, tahun ini Indonesia masih mengandalkan sektor ganda. Rupanya sektor ini masih menjadi tumpuan Merah Putih. Sementara sektor tunggal baik itu putra maupun putri Indonesia masih terusa berada dalam masa penantian yang entah sampai kapan bakal berakhir.
Rapor Indonesia
Meski seluruh turnamen belum berakhir, perjalanan menuju
Dubai adalah perjalanan panjang setiap pemain dan negara untuk merengkuh
prestasi. Dubai hanyalah titik akhir dari rangkaian turnamen selama setahun
penuh. Sejatinya tidak hanya melihat Dubai saja untuk mendapat gambaran tentang
prestasi atlet dan negara di jagad tepok bulu, meski hasil perjuangan pemain
dan sepak terjang negara-negara terkonklusi di sana.
Berapa banyak gelar super series/Premier yang berhasil
dibawa pulang dalam setahun juga dapat dijadikan acuan. Turnamen bintang lima
dan enam itu adalah medan laga bagi para pebulutangkis terbaik dan sejauh mana
negara-negara menunjukkan kedigdayaannya terlihat pula dari banyak sedikit
gelar yang telah diraih. Sampai di sini muncul pertanyaan, bagaimana peta
persaingan bulu tangkis dunia saat ini? Bagaimana perkembangan bulu tangkis
Indonesia?
Sejauh ini Tiongkok masih berada di daftar teratas sebagai
pengumpul gelar Super Series/Premier terbanyak. Dominasi Tiongkok tergambar
dalam 15 gelar super series/premier yang telah direngkuh. Namun jumlah tersebut
jauh dari pencapaian tahun-tahun sebelumnya bahkan sejak rangkaian super series
mulai diperkenalkan BWF pada 2007 lalu.
Tahun lalu misalnya, Negeri Tirai Bambu itu mampu meraih
lebih dari 25 mahkota super series/premier. Dan hampir saban tahun jumlah titel
tidak pernah menyentuh angka belasan. Penurunan jumlah trofi itu menunjukkan
bahwa persaingan bulu tangkis dunia semakin ketat, tidak semata-mata karena penurunan
prestasi para atlet setempat.
Di satu sisi defisit gelar Tiongkok bukan semata-mata karena
penampilan Chen Long dan Lin Dan di tunggal putra atau Li Xuerui, Wang Yihan
dan Wang Shixian di tunggal putri yang menurun, tetapi karena di sektor-sektor
tersebut negara-negara lain memiliki pemain-pemain brilian. Di sektor tunggal
putri Ratchanok Intanon dan Carolina Marin misalnya benar-benar tampil
cemerlang.
Demikianpun di sektor ganda putri. Dari 12 seri super
series/premier, Tiongkok hanya mampu meraih tiga gelar. Jumlah ini sangat jauh
dari pencapaian sembilan gelar tahun lalu. Hal tersebut tidak semata-mata
karena para pemain ganda putri Tiongkok menurun, tetapi negara-negara lain
seperti Jepang, Denmark dan Thailand mulai menunjukkan tajinya.
Bila Tiongkok mengalami defisit gelar situasi berbeda justru
terjadi di kubu Indonesia. Tahun lalu Indonesia hanya mampu merebut empat gelar
dan tujuh runner-up. Jumlah perolehan gelar Indonesia tertinggal dari Spanyol
yang merebut 5 gelar (meski semuanya disumbangkan oleh Carolina Marin), Jepang
dengan enam gelar dan Korea Selatan di tempat kedua dengan 12 gelar.
Tahun ini jumlah gelar Indonesia meningkat pesat hingga dua
kali lipat. Sudah sembilan gelar super series/premier yang mengisi lemari
prestasi Indonesia. Tiga gelar masing-masing disumbangkan Tontowi/Liliyana dan Marcus Fenaldi/Kevin Sanjaya, serta satu
gelar dari Praveen/Debby (All England), Greysi/Nitya (Singapura Open) dan Sony
Dwi Kuncoro (Singapura Open).
Jumlah gelar Indonesia kini sama banyak dengan Jepang dan
lebih banyak dari Korea Selatan (7), Denmark (6), Thailand dan Malaysia (4)
serta India dan Taiwan (2).
Namun dari daftar penyumbang gelar, nama-nama seperti
Tontowi/Liliyana, Greysia/Nitya bahkan pemain sekawakan Sony masih menjadi
andalan. Hanya Marcus/Kevin yang benar-benar menonjol dan Praveen/Debby yang tergolong muka baru atau
pemain muda yang bisa menjadi harapan.
Di sini tergambar jelas sejauh mana proses regenerasi pemain
Indonesia. Di tahun ini rapor sektor ganda disarati nilai biru karena jumlah
gelar yang meningkat tajam. Namun nilai biru itu tidak tanpa catatan. Jumlah
gelar memang meningkat, namun terus-menerus mengandalkan pemain yang sama
pertanda proses regenerasi belum berjalan baik.
Sementara di sektor-sektor lain, seperti disinggung di atas,
proses kederisasi berjalan di tempat, untuk mengatakan jauh tenggelam. Di tahun
ini, dan seperti tahun-tahun sebelumnya, sektor tunggal umumnya dan sektor
putri khususnya kembali mendapat nilai merah, bukan?
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 2/12/2016.
Comments
Post a Comment