Persatuan Sepak Bola Ngada (PSN) adalah Kita
Skuad PSN Ngada di Linus 2016/@ISCgelora.
Ke mana perhatian pencinta sepak bola Indonesia tertuju saat
ini? Bisa jadi turnamen pengisi kevakuman, Torabika Soccer Champinship (TSC) yang
menyisahkan dua pekan lagi mulai menarik perhatian. Persipura Jayapura, Arema
Cronus dan Persib Bandung tengah berjibaku mengamankan poin-poin penting di
saat-saat genting.
Persipura dan Arema sama-sama berada di puncak dengan 62
poin. Dua laga terakhir menentukan sang pemilik kampiun. Pada waktu bersamaan
Persib Bandung yang tertinggal empat poin terus menggantung asa, meraup poin
penuh di dua laga terakhir sambil berharap ada keajaiban terjadi pada dua tim
teratas.
Bila masih kurang menarik, euforia lolosnya Indonesia ke
final Piala AFF 2016 setidaknya cukup menggelitik rasa nasionalisme untuk
memberi perhatian. Meski kita ramai-ramai menggerutu di awal karena minim persiapan
dan terbatasnya sumberdaya waktu, pemain dan perhatian, penampilan Boaz Solossa
dan kolega tidak terlalu buruk untuk diabaikan dan kerja Alfred Riedl di tengah
serba keterbatasan itu layak diapresiasi.
Namun bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) umumnya dan
Kabupaten Ngada khususnya debar rindu dan fokus perhatian mereka kini tengah
tertuju pada kompetisi amatir Liga Nusantara (Linus) yang telah memasuki babak
pamungkas. Di tengah perjuangan fans untuk menumbuhkan kembali harapan pada
sepak bola dalam negeri, keberadaan Linus dan Liga Soeratin U-17-yang juga
berada di bawah kendali PT Gelora Trisula Semesta (GTS) selaku operator TSC- masih
terlalu jauh untuk diperhatikan. Patut diakui dua kompetisi amatir itu kalah
kelas dan karena itu tidak lebih menarik dari TSC!
Demikianpun kemunculan nama Persatuan Sepak Bola Ngada (PSN)
sebagai finalis Linus 2016 seperti sambaran petir di siang bolong, atau bisa
saja sebagai angin lalu saja. Tetapi bagi masyarakat NTT dan Ngada pencapaian
tersebut adalah prestasi tersendiri, sebuah kebanggaan tak terperi.
Berasal dari sebuah daerah yang jauh dari segala kemewahan
infrastruktur dan modal ekonomi yang memadai, PSN Ngada berhasil menancapkan
kuku di kompetisi yang mempertemukan tim-tim terbaik dari delapan region atau
wilayah di tanah air. PSN bersaing dengan tim-tim yang lebih dekat dengan akses
sarana-prasarana dan lebih nyaman dalam iklim kompetisi yang lebih baik dari
Sumatera dan Jawa.
Namun perlahan tetapi pasti skuad asuhan mantan pemain dua
klub lokal Bali, Persibu Buleleng dan Pesrt Tabanan, Kletus Marselinus Gabhe
mampu bersaing hingga mencapai babak final. Berstatus underdog dan hanya mematok target lolos fase grup-untuk melampaui
pencapaian terbaik pertama dan satu-satunya satu dekade lalu di penyisihan grup
Divisi II Nasional-ternyata para pemain muda Ngada itu mampu menekuk Gama FC
Jogja, PS Malinau Utara (Kalimantar Utara), Persipal Palu, Putra Palangkaraya,
hingga Mamuju Utama FC (Sulawesi Barat) di delapan besar serta Blitar United
(Jawa Timur) di semi final.
Di partai puncak, Minggu (11/12) besok, PSN Ngada akan
menghadapi sesama wakil dari region Bali dan Nusa Tenggara, Perseden Denpasar
(Bali) yang menumbangkan wakil Jawa Tengah, Persiku Kudus. Dibanding empat
semifinalis lainnya, PSN tidak memiliki sejarah di kompetisi nasional sekelas
Divisi Utama Liga Indonesia.
Aksi pemain PSN di Linus 2016/@ISCgelora
Bakat alam ditempa
oleh alam
Bila Anda berkunjung ke Pulau Flores maka tidak ada hal yang
istimewa selain panorama alam yang eksotis. Keindahan alam Flores adalah surga.
Masyarakat Indonesia dan dunia umumnya pasti sepakat dengan pesona danau tiga
warna Kelimutu di Kabupaten Ende, tradisi penangkapan ikan paus di Lamalera,
Kabupaten Lembata, satwa purba Komodo di Pulau Komodo dan keindahan alam bawah
laut di sekitarnya dan masih banyak lagi.
Demikianpun bila Anda sedikit lebih intens mengamati wilayah
Kabupaten Ngada maka yang lebih terkenal adalah taman nasional 17 pulau di
Riung, Kabupaten Ngada, kampung adat tradisional Bena, bentangan alam
berbukit-bukit dengan Gunung Inerie yang tinggi menjulang serta hawa ibu kota
kabupaten dan sekitarya yang dingin menusuk.
Setali tiga uang dengan infrastruktur yang terbatas dan
geliat ekonomi yang lambat, demikianpun sarana olahraga. Jangan Anda berharap
akan menemukan sebuah stadion bertaraf nasional. Yang bisa Anda jumpai adalah
sebuah kompleks olahraga seadanya di ibu kota bernama Stadion Lebijaga yang
baru akan hidup beberapa kali setahun dengan tingkat keramaian tertinggi pada
momen yang disebut Haornas yang mempertemukan tim-tim dari setiap kecamatan.
Namun Anda jangan salah sangka bahwa geliat sepak bola di
Ngada sedingin hawanya. Bila Anda ke kampung-kampung akan Anda temukan
lapangan-lapangan seadanya bahkan dengan tingkat kemiringan yang ekstrem yang
selalu ramai saban sore dan terlebih di akhir pekan.
Ada kisah menarik dari Mataloko, ibu kota Kecamatan Golewa sebagai
miniatur geliat arus bawah sepak bola Ngada. Persis di bibir panti pembinaan
calon imam/pastor Katolik bernama Seminari Santo Yohanes Berchmans ada sebuah
kampung bernama Dolu. Saban sore setelah para siswa seminari selesai
berolahraga, bocah-bocah sekolah dasar akan sigap melompat dari tembok-tembok pembatas.
Dengan bola seadanya, bahkan terkadang bola sejenis Mikasa mereka akan
meramaikan lapangan rumput yang menjadi salah satu lapangan terbaik di Ngada.
Di lapangan itu berpuluh tahun lalu Bruder Othmar Jessberger
SVD, seorang misionaris Katolik dari Austria, menanamkan teknik bermain dan
melengkapi bakat-bakat muda dengan fasilitas yang cukup dan kemudian melahirkan
Nadus Subha, Sius Loke, dan Lipus Tadi yang pernah membela Niac Mitra Surabaya.
Dolu dan kampung-kampung lain di Ngada hampir tak pernah
kehabisan bibit potensial dengan kemampuan dasar yang baik. PSN sudah lama
menjadi raksasa sepak bola di NTT. Delapan kali juara El Tari Memorial Cup
(ETMC), turnamen antarkabupaten dan empat kali beruntun juara edisi terkini
Piala Gubernur, turnamen yang baru saja muncul untuk para pemain junior, adalah
bukti.
Namun sayang jejak langkah para pemain itu selalu kandas di
tengah jalan sebelum menginjak kompetisi profesional. Karena aneka keterbatasan
bakat-bakat itu hanya mekar sesaat, tumbuh menghiasi taman sari sepak bola
Ngada yang harumnya hanya tercium di tingkat provinsi.
Skuad Perseden Denpasar di Linus 2016/@ISCgelora
Adalah kita
Akhir-akhir ini sepak bola NTT dikenal luas setelah Yabes
Roni Malaifani, remaja asal Rote yang “ditemukan” Indra Sjafri masuk ke timnas
U-17 dan kini bersama Indra di Bali United. Di Linus ada Yohanes Khristoforus
Nono dan Okavianus Wou Pone, ujung tombak PSN yang bersaing dengan striker
Perseden I Ketut Tirta Nadi Wardana di daftar pencetak gol terbanyak sementara.
Tidak hanya dua pemain itu. Tak terkalahkan dan mampu
menggelontorkan lebih dari 19 gol ke gawang lawan menjadi bukti kualitas para
pemain yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Meski Perseden pernah
mencatatkan produktivitas gol lebih tinggi (pernah mencetak 32 gol dalam 6 laga
di tingkat regional) dan kebobolan lebih sedikit (tak pernah kebobolan di
tingkat regional dan hanya kebobolan tiga gol), PSN tetap berpotensi membuat
kejutan.
Pembicaraan ini bisa saja terlau hiperbolis karena campuran
emosi yang meluap-luap. Namun gambaran tersebut lebih dimaksudkan untuk memberi
bukti bahwa banyak bibit potensial tersebar hingga ke pelosok-pelosok negeri.
PSN adalah cerminan wajah sepak bola Indonesia yang kaya
tidak hanya dalam euforia tetapi lebih dari itu semangat berkompetisi. Dengan sokongan
dana terbatas dan jaminan masa depan yang tidak tentu para pemain itu terus
berjuang tak kenal lelah. Mereka tak mau peduli karena itu memilih membuang
jauh-jauh setiap bayangan ketidakpastian yang akan merenggut masa depan mereka.
Setelah Linus ini belum ada kepastian kemana para pemain itu
melangkah. Bisa saja setelah ini mereka akan dielu-elukan oleh masyarakat NTT,
tetapi itu serupa buih yang akan hilang tak lama berselang.
Bupati Ngada, Marianus Sae telah berjanji akan memberikan
beasiswa kepada para pemain yang masih duduk di bangku pendidikan serta modal
usaha bagi yang lain. Apresiasi tersebut adalah langkah maju dalam sejarah
sepak bola NTT.
Namun bentuk perhatian seperti itu belumlah cukup. Untuk
menjamin terus mekarnya sepak bola Ngada dan membuat sepak bola NTT lebih bergema
maka banyak syarat yang harus dipenuhi. Fasilitas memadai yang dibarengi dengan
roda kompetisi yang teratur dan berjenjang serta jaminan masa depan yang
menjanjikan, untuk menyebut beberapa hal penting.
Kabar baik PSN Ngada ini sampai juga ke telinga Ketua Umum
PSSI Letjen TNI Edy Rahmayadi. Gayung bersambut, jenderal bintang tiga itu pun bersedia
menyambut PSN di Jakarta. Sayang dan ini yang patut disesali,pelatih PSN mengaku
timnya terlanjur memesan tiket pulang, padahalan perjumpaan itu jauh lebih
bernilai. Terlepas dari itu, semoga PSSI tetap menaruh perhatian pada PSN dan
sepak bola NTT, dan lebih dari itu membuka mata lebih lebar untuk menjangkau hingga
ke sudut-sudut negeri.
PSN adalah kita. Perseden adalah kita. Mereka adalah sepak
bola kita, Indonesia.
N.B
Piala Soeratin, Sabtu
(10/12)
Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah
Tempat ketiga: Persib Bandung U-17 vs Tanggamus U-17
(Lampung)
Grand final: Persab Brebes (Jawa Tengah) vs Askot Balikpapan
Liga Nusantara,
Minggu (11/12)
Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah
Tempat ketiga: Persiku Kudus vs Blitar United, Pukul 15.30
WIB
Grand final: Preseden Denpasar vs PSN Ngada,Minggu (11/12) Pukul
19:00 WIB
Semua laga bisa
disaksikan via streaming di website www.indonesiansc.com.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 10/12/2016.
Comments
Post a Comment