Salut! Kevin/Marcus dan Owi/Butet Berjaya di Tiongkok
Kevin/Marcus dan trofi China Open SSP 2016/badmintonindonesia.org
Kabar baik bagi dunia bulu tangkis tanah air datang dari Fuzhou,
Tiongkok. Dua wakil Indonesia sukses merebut gelar China Open Super Series
Premier 2016, Minggu (20/11). Ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus
Fernaldi Gideon dan pasangan ganda campuran
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir sekaligus meruntuhkan tembok besar Tiongkok.
Ditempatkan sebagai unggulan ketujuh, Kevin/Marcus sukses
menumbangkan unggulan empat dari Denmark Mathias Boe/Carsten Mogensen, Denmark
dengan straight set 21-18 dan 22-20.
Penampilan jawara India Open Super Series
2016 dan Australia Open Super Series 2016 benar-benar mencapai klimaks setelah
tanda-tanda tersebut terlihat jelas di babak semifinal dengan mengalahkan
unggulan pertama sekaligus andalan tuan rumah Chai Biao/Hong Wei 16-21, 26-24,
21-19.
Kevin/Marcus mengawali pertandingan dengan baik. Keduanya
langsung mencuri dua poin pertama, lantas terus menjaga jarak dalam kedudukan
6-2 hingga interval pertama, 11-7. Setelah jeda pasangan senior Denmark itu
mampu mengejar bahkan sempat menyusul tiga angka. Namun situasi tersebut tidak
berlangsung lama. Kevin/Marcus yang tampil tenang dan sabar berhasil mengejar
ketertinggalan hingga mengunci perolehan poin Boe/Mogensen di angka 18 untuk
merebut game pertama.
Seperti diutarakan Marcus kepada badmintonindonesia.org,
hari ini keduanya mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan
shuttlecock yang dipakai. Kondisi tersebut menghambat mereka untuk menyerang
dengan leluasa.
Namun hal tersebut berhasil diantisipasi dengan memainkan
bola-bola drive yang terbukti cukup merepotkan lawan. Di awal game kedua
pasangan dari Negeri Dinamit itu berusaha memperbaiki penampilan. Niat tersebut
terlihat jelas dari permainan apik untuk merebut poin-poin awal.
Fokus dan konsentrasi yang tetap terjaga membuat
Kevin/Marcus mampu menjaga irama permainan agar tak terpancing pola permainan
lawan. Keduanya lebih dulu menginjak game poin dalam posisi 20-16. Namun poin
terakhir tidak bisa mereka rebut dengan mudah.
Situasi sempat genting ketika Boe/Mogensen mampu merebut
empat poin secara beruntun dan memaksa deuce.
Dengan tenang Kevin/Marcus berhasil mengambil dua poin untuk mengakhiri
pertandingan selama 49 menit itu.
“Di poin-poin akhir game kedua saya sempet tegang di
lapangan. Karena ini final premier saya yang pertama. Pas udah mau game malah
tegang. Untung akhirnya bisa diatasi,” aku Kevin.
Kemenangan ini memberikan banyak arti bagi pasangan masa
depan penerus Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan itu. Di satu sisi kemenangan
ini menjadi balasan atas atas kekalahan di Malaysia Open Super Series Premier
2015 yang berakhir dengan skor 22-20,13-21 dan 15-21.
Di sisi lain ini menjadi pencapaian istimewa karena menjadi
gelar super series premier pertama bagi keduanya. Gelar ini pun menjadi mahkota
dari sejumlah pencapaian mereka sepanjang tahun ini usai merebut dua gelar
Super Series di India dan Australia, serta dua gelar grand prix gold,
kemenangan di Tiongkok ini melengkapi pencapaian keduanya di tahun ini.
Selain itu, kemenangan Kevin/Marcus sekaligus mengakhiri
paceklik gelar ganda putra di ajang tersebut sejak Markis Kido/Hendra Setiawan
pada 2007 silam.
“Pastinya senang banget bisa menang di premier. Step by step
gelar bisa kita dapat sedikit-sedikit. Tapi ya masih banya yang masih kami
kejar,” ungkap Kevin.
Owi/Butet Ulangi Pencapaian
Owi/Butet Ulangi Pencapaian
Bila Kevin/Marcus baru pertama kali naik podium super series
premier, tidak demikian dengan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Dari beragam
prestasi yang telah diraih, kemenangan Owi/Butet di Tiongkok kali ini
melanjutkan tren positif setelah meraih medali emas Olimpiade Rio pada Agustus
lalu.
Tampil di partai terakhir, Owi/Butet berhasil menggagalkan
harapan tersisa tuan rumah untuk meraih gelar yakni
Zhang Nan/Li Yinhui. Berbeda dengan Owi/Butet, Zhang/Li baru dipasangkan
menyusul pensiunnya tandem Zhang yakni Zhao Yunlei.
Meski demikian performa Zhang/Li cukup baik, terutama
penampilan Zhang yang mampu bertindak sebagai mentor sekaligus benteng
pertahanan. Keduanya memaksa Owi/Butet bekerja keras selama 1 jam dan 14 menit
sebelum meraih kemenangan dengan skor, 21-13, 22-24 dan 21-16.
Owi/Butet mampu meraih game pertama dengan mudah. Kondisi berbeda
terjadi di game kedua. Alih-alih memastikan kemenangan, Zhang/Li malah mampu
memimpin sejak awal. Wakil tuan rumah itu memimpin 1-5, 15-19, hingga 20-19.
Owi/Butet sempat memaksa terjadinya deuce,
namun kesalahan fatal wakil Merah Putih berbuah kemenangan bagi Zhang/Li.
Di game penentu, Owi/Butet tampil lebih tenang dan semakin
percaya diri. Tak tanggung-tanggung keduanya langsung tancap gas merebut enam
poin pertama. Tertinggal cukup jauh benar-benar menyulitkan Zhang/Li. Keduanya sempat memperkecil ketertinggalan
menjadi 16-10, namun Owi/Butet berhasil menjaga jarak hingga menyudahi
pertandingan.
Owi/Butet di podium tertinggi China Open SSP2016/badmintonindonesia.org
Diakui Owi, gelar tersebut jauh dari harapan semula mengingat
persiapan mereka yang minim usai berjaya di Rio den Janeiro. Namun sepanjang
turnamen ini keduanya tetap mampu menjaga kualitas permainan meski hampir
selalu memenangkan pertandingan dalam tiga game.
“Persiapan kami sebenarnya tidak begitu maksimal. Tapi kami
datang kesini dengan keinginan untuk menampilkan permainan terbaik kami,” tutur
Tontowi.
Kemenangan ini menorehkan rekor tersendiri bagi Owi/Butet
baik sebagai pasangan maupun pribadi. Keduanya menjadi pasangan Indonesia
pertama yang dua kali naik podium tertinggi setelah sebelumnya di tahun 2013. Sementara
bagi Butet ini merupakan gelar ketiga usai pertama kali juara sembilan tahun
lalu kala berpasangan dengan Nova Widiyanto.
Selain itu gelar Owi/Butet sekaligus memastikan Indonesia
untuk pertama kali dalam lima tahun terakhir, sejak terakhir kali pada 2007
melalui Owi/Nova dan Hendra Setiawan/Markis Kido, menjadi juara umum.
Berbanding terbalik dengan Indonesia, tahun ini menjadi
tahun kelam bagi bulu tangkis Tiongkok. Suram sejak Olimpiade Rio, sejak pertama
kali digelar pada 1986, sang raksasa terkulai tak berdaya di hadapan pendukung
sendiri. Sekalipun mengutus empat wakil, terbanyak dari antara yang lain, tak
satu pun gelar berhasil diraih.
Ganda putri Huang Dongping/Li Yunhui kandas di hadapan
unggulan keenam dari Korea Selatan Chang Ye Na/Lee So Hee, 13-21 21-14 dan
21-17. Derita Tiongkok berlanjut di partai kedua di nomor tunggal putri. Pemain
muda Li Yunhui harus mengakui keunggulan Pusarla V.Shindhu (unggulan tujuh)
dari India dengan skor 21-11 17-21 dan 21-11.
Di partai keempat, unggulan kedua Chen Long harus
menyerahkan mahkota gelar kepada wakil Denmark Jan O Jorgensen yang ditempatkan
sebagai unggulan keempat. Laga kedua pemain tunggal tersebut berlangsung selama
46 menit dengan skor 22-20 21-13.
Hasil pertandingan final:
Gambar dari @Badmintonupdate
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana 21/11/2016.
Comments
Post a Comment