Beppy, Rio Haryanto, dan Nasib (Miris) Pensiunan Atlet
Pesan Rio untuk Beppy Utami/INDOSPORT.com
Namanya Beppy Utami Putri. Selain yang pernah dan berkenalan
dengannya, dijamin tak ada yang tahu. Saya pun baru tahu saat pebalap Formula
One, Rio Haryanto menitipkan pesan kepadanya.
“Halo Beppy Utami Putri, cepat sembuh dan selalu semangat
ya," tulis Rio di secarik kertas. Rio menitip pesan itu dari jauh.
Di tengah kesibukannya mempersiapkan balapan di GP
Catalunya, Spanyol, 15 Mei nanti, driver Manor Racing itu masih menyempatkan
diri memberi dukungan pada Beppy. Rio memberi dukungan sama seperti yang selalu
Beppy berikan kepadanya.
Seperti diberitakan INDOSPORT.com, saat ini Beppy sedang
bergulat dengan kanker ganas stadium tiga. Penyakit berbahaya itu sudah
menjalar di sebagian tubuhnya, terutama di bagian usus dan kini menyebar hingga
selangkangan. Minimnya publikasi dan informasi membuat tak banyak yang tahu
kondisi Beppi lebih jauh. Termasuk riwayat perjalanannya sebagai seorang atlet.
Sebelum digerogoti kanker ganas, Beppy merupakan atlet judo
nasional. Walau demikian, dalam kesendiriannya, wanita yang kini berusia 32
tahun itu masih giat berbagi semangat melalui kisah perjuangannya melawan
penyakit mematikan itu.
Salah satu postingan di dinding Facebook-nya, Beppy menulis
demikian: “Hello everyone, my name is
Beppy 32 years old woman from Indonesia. i am also coloceratal (rectal) cancer
warior since Juny 2013 the doctor told me that i had rectal cancer stage 3, i
already done the surgery and next week is my 12 chemo (last one i hope).. i
just want to say let’s keep fighting and beat this cancer keep praying and may
God always blessed for all of you here.”
Beppy (kanan)/INDOSPORT.com
Nasib mantan atlet
Kisah Beppy di satu sisi mengundang keprihatinan mendalam.
Tak terpikirkan dan tak terbayangkan seberat apa perjuangannya saat ini. Di
sisi lain, kisah Beppy mengguratkan tanda tanya tentang nasib mantan atlet.
Apakah mereka mendapatkan jaminan yang layak seusai berbakti dengan cara mereka
sendiri?
Hingga kini perbincangan tentang masa depan atau pensiunan
atlet belum menemui titik terang. Wacana tentang dana pensiun bagi para atlet
berprestasi masih terus digodok. Sebelumnya Menpora Imam Nahrawi mewacanakan
dana pensiun bagi atlet berprestasi. Dana yang disebut jaminan kesejahteraan
itu lebih ditujukkan kepada mantan atlet peraih medali di ajang Olimpiade.
“Mantan atlet yang
berprestasi di ajang Olimpiade akan mendapatkan uang pensiun bulanan yang
nilainya variatif. Imam mengatakan, uang pensiun yang dia sebut 'jaminan
kesejahteraan'itu akan diberikan kepada mantan atlet peraih medali emas sebesar
Rp20 juta, peraih medali perak Rp15 juta dan peraih medali perunggu Rp10
juta,”tulis Sindo News, 9 September 2015.
Pertanyaan kini, bagaimana dengan para atlet yang tak meraih
prestasi setinggi itu? Apakah mereka akan dicampakkan begitu saja?
Dalam UU Sistem Keolahragaan Nasional No.3 Tahun 2005 pasal
86 disebutkan bahwa “(1)Setiap pelaku
olahraga, organisasi olahraga, lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang
berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga diberi penghargaan.
(2)Penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, organisasi olahraga, organisasi lain, dan/atau perseorangan.
(3)Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa, asuransi,
pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan,
warga kehormatan, jaminan hari tua, kesejahteraan, atau bentuk penghargaan - 42
- lain yang bermanfaat bagi penerima penghargaan.”
Dalam regulasi di atas tak disebutkan lebih rinci tentang
kualifikasi prestasi tersebut. Hemat saya, maksud dari kata prestasi tersebut
pun masih bisa diperdebatkan. Apakah prestasi itu harus berkiblat pada
Olimpiade atau Asian Games semata? Bagaimana dengan mereka yang tak mampu
mencapai tingkat tersebut karena satu dan lain hal? Bukankah mereka juga dalam
arti tertentu telah berbakti, hingga mendarmabaktikan seluruh diri mereka?
Beppy dan masih banyak mantan atlet lainnya sedang berada di
pusaran dilematis antara kebijakan dan realisasi amanat Undang-Undang tersebut.
Di satu sisi mereka telah membaktikan diri dan berhak mendapat perhatian dari
pemerintah setempat.
Di sisi lain, perjuangan pemerintah merealisasikan perintah
regulasi itu sama sekali tak menyasar mereka. Kecuali mereka yang bernasib
mujur di usia pensiun, di luar sana, masih banyak Beppy-Beppy lainnya yang
bernasib miris. Setelah nonaktif karena usia dan hal lainnya, mereka
benar-benar terbuang. Sama sekali tak diperhatikan. Dalam posisi pelik tanpa
jaminan apa-apa, kita menemukan mereka meniti jalan sendiri-sendiri untuk
menyambung hidup. Jalan keprihatinan, tepatnya.
Ada banyak kisah tentang mantan atlet yang akhirnya harus
menjual barang-barang rongsokan dari sisa bangunan. Ada pula yang terpaksa
menjadi tukang ojek atau supir taksi, bahkan tukang becak. Ada juga yang
terpaksa menjadi pemulung, hingga buruh cuci. Mereka melakukan itu semata-mata
karena mereka tak mendapat apa-apa setelah memberikan diri untuk daerah, bangsa
dan negara. Itulah harga dedikasi yang mereka terima saat ini.
Sinisme mantan atlet bulu tangkis, Juara Dunia 2015
sekaligus peraih medali emas Olimpiade Athena 2004, Taufik Hidayat
menggambarkan hal tersebut, sekaligus menohok untuk dipertimbangkan segera,
"Anggota DPR
saja yang bertugas selama empat tahun, ada pensiunnya. Sementara, atlet yang
telah mengorbankan semua hidupnya sampai kehilangan masa remaja, sama sekali
tidak memiliki uang pensiun.”
Tetap semangat Beppy dan para pensiunan
atlet...Mudah-mudahan ada titik terang di depan sana...
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 13 Mei 2016.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/beppy-rio-haryanto-dan-nasib-miris-pensiunan-atlet_5735d0e3b993732405f10cfb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/beppy-rio-haryanto-dan-nasib-miris-pensiunan-atlet_5735d0e3b993732405f10cfb
Comments
Post a Comment