Newcastle United dan Dilema Besar Benitez
Ilustrasi BBC.com
Rafael "Rafa" Benítez Maudes akhirnya dapat klub.
Ia pun kembali lagi ke Inggris untuk ketiga kalinya. Setelah dipecat Real
Madrid usai bertugas kurang dari tujuh bulan, pria 55 tahun itu diikat
Newcaslte United. Demi Benitez, The Magpies rela menendang Steve McClaren
keluar dari St.James’ Park.
Manajemen Newcastle bukan tanpa alasan memberhentikan mantan
pelatih timnas Inggris itu. Jurang degradasi sudah menjadi tempat diam Tim Krul
dan kolega saat ini, buntut 16 kekalahan dalam 28 laga terakhir. Manajemen
tentu tak mau melihat klub yang kini berada di posisi 19 itu terus terpaku dan
pada akhirnya terlempar ke luar dari Liga Primer Inggris.
Tak ada pilihan lain selain mengganti juru taktik. Target
realistis dan maksimal yang dipatok Newcastle tak lain tetap bertahan di pentas
tertinggi sepakbola Inggris itu. Maka reformasi di tubuh pucuk kepelatihan pun
ditempuh. Harapannya, Benitez dengan segala pengalaman kepelatihanya mampu
menuntaskan misi pelik tersebut.
Satu pertanyaan mendasar, mampukah mantan pelatih Napoli
itu?
Merujuk pada prestasi tentu Benitez bukan pelatih
biasa-biasa saja. Dua gelar La Liga bersama Valencia, gelar Liga Champions dan
Piala FA untuk Liverpool dan trofi Liga Europa bersama Chelsea, adalah sedikit
dari beragam prestasi pria 55 tahun itu.
Namun situasi klub yang ditangani saat ini jauh
berbeda dengan klub-klub yang pernah memenangkan trofi bersamanya. Sehingga
keputusan Benitez menerima pinangan Newcastle amat berisiko. Bisa-bisa
keberadaannya di klub legendaris itu lebih cepat dari kontrak tiga tahu yang
telah disepakati. Tengok saja, posisi Newcastle di urutan kedua dari dasar
klasemen dengan sembilan laga tersisa.
Jumlah laga yang semakin sedikit ini akan terus menghantui
dan menekan Benitez yang dipusingkan dengan urusan mendasar yakni performa tim.
Dua aspek vital, pertahanan dan penyerangan menjadi pusat sorotan, bahkan
kelemahan mendasar yang harus dibenahi.
Benitez tak punya banyak alternatif untuk mendongkrak
produktivitas gol, salah satu faktor penting bila ingin mendulang poin. Klub
ini tak memiliki striker yahud sekelas Alan Shearer atau minimal seperti
Jermain Defoe yang dimiliki tetangganya Sunderland.
Bagaimana dengan Aleksandar Mitrovic yang dimiliki saat ini?
Striker yang didatangkan pada musim lalu dengan harga 13 juta poudsterling itu
belum bisa berbuat banyak. Striker Serbia berusia 21 tahun itu dianggap masih
butuh adaptasi dengan Liga Primer Inggris.
Setali tiga uang terjadi di lini belakang. Terpuruk di papan
bawah menjadi cerminan betapa rapuhnya benteng pertahanan. Dengan hanya
bertumpu pada Fabricio Coloccini, Newcastle tak bisa berbuat banyak. Belum lagi
sang kapten itu perlahan sudah dimakan usia.
Lantas apa yang bisa Benitez lakukan untuk menjaga nama klub
berusia 123 tahun itu? Inilah pertanyaan penting yang harus dijawab segera.
Soal materi pemain Benitez tak bisa berbuat banyak. Pilihan hanya satu:
memanfaatkan yang ada. Selanjutnya, tergantung pada bagaimana cara Benitez
meraciknya menjadi satu komposisi yang mumpun.
Selanjutnya, bagaimana strategi yang akan ia mainkan?
Memilih pola khasnya yang defensif atau keluar dari pakem tersebut? Disinilah
letak dilema besar Benitez yang terkenal sangat terobsesi dengan taktik dan
sistem. Pengalaman di dua klub terakhir membuktikan bahwa Benitez tak bisa lagi
akrab dengan salah satu dari dua pilihan strategi itu. Pakem taktis dan
defensif sepertinya tak berlaku lagi.
Di musim terakhir bersama Napoli, timnya kebobolan 54 gol,
jumlah terbanyak dibandingkan klub-klub papan atas Serie A. Buntutnya
Partenopei kehilangan tempat di Liga Champions menyusul kekalahan di laga
terakhir menghadapi Lazio dengan skor 2-4.
Selanjutnya,
bersama Real Madrid, pola bertahan itu berubah. Setidaknya terlihat saat menghadapi
Barcelona pada November 2015. Seakan ingin membuktikan bahwa dirinya bukan
seorang pelatih defensif, dan memang secara tradisional bukan karakter Madrid,
Benitez menggelontorkan semua sumberdaya penyerang. Hasilnya? Alih-alih
mencetak banyak gol, Los Blancos justru dipukul balik. Empat gol bersarang di
gawang Madrid. Strategi ofensif itu justru menjadi bumerang yang mendatangkan
malapetaka. Rasa malu hebat menyeruak di Nou Camp kala itu.
Selain sentuhan tangannya yang tak lagi berbuah manis,
hubungan kurang harmonis dengan para pemain Madrid menjadi titik lemah Benitez
lainnya. Selama berada di Santiago Bernabeu, dan terlihat jelas di hari-hari
terakhir, Benitez seperti membangun jarak dengan para pemain. Ia lebih memilih
menjaga hubungan profesional dan vertikal, ketimbang membangun kedekatan dengan
para pemain.
Baginya relasi ke atas lebih penting daripada relasi dengan
para pemain. Sehingga ia kerap meninggalkan tugas kepelatihan dan
menyerahkannya kepada staf pelatih lainnya. Hasilnya? Hubungan profesional yang
dibangun itu justru menikam dirinya. Ia ditendang sang presiden klub,
Florentino Perez, dan dimusuhi banyak pemain bintang, kecuali anak emasnya
Gareth Bale.
Maka pengalaman itu setidaknya menunjukkan seperti apa pola
dan naluri Benitez sebagai pelatih belakangan ini. Dan pertanyaan terkait
strategi yang dipakainya bergaung semakin kencang saat ini ketika tim yang
ditangani bukan tim sarat bintang atau setidaknya memiliki sumber daya memadai.
Apakah Benitez sudah menyiapkan strategi khusus sehingga ia begitu berani
menerima tawaran berat Newcastle?
Dalam sejarah kepelatihannya, Benitez memiliki catatan bagus
pada setidaknya 10 laga awal. Bersama Valencia, ia mampu mendulang 18 poin
hasil 4 kemenangan dan 6 hasil seri. Sebanyak 17 poin ia persembahkan di
awal karirnya bersama Liverpool. Raihan tertinggi diperoleh bersama Napoli
yakni 25 poin. Singkatnya, Benitez hanya menorehkan paling banyak tiga
kekalahan yakni saat bersama Liverpool.
Apakah catatan positif itu akan berlanjut bersama Newcastle
dalam sembilan laga terakhir demi menjaga tempat di Liga Primer Inggris? Hal
ini akan kita lihat, tak kurang dari 24 jam lagi, saat Newcaslte bertandang ke
King Power Stadium, markas pemuncak klasemen Leicester City.
N.B:
Sembilan laga terakhir Newcastle:
15 Maret vs
Leicester City (A)
21 Maret vs Sunderland (H)
3 April vs Norwich City (A)
10 April vs Southampton (A)
17 April vs Swansea City (H)
24 April vs Liverpool (A)
1 Mei vs Crystal Palace (H)
8 Mei vs Aston Villa (A)
16 Mei vs Tottenham (H)
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 12
Maret 2016
Comments
Post a Comment