Olimpiade Rio de Janeiro Mendekat, Apa Kabar Bulu Tangkis Indonesia?
Tahun 2016 sudah dimulai. Berbagai agenda penting sudah menanti para pebulutangkis tanah air. Sepanjang tahun ini tercatat ada sejumlah momen penting yang menjadi sasaran antara lain Piala Thomas dan Piala Uber, All England, serta Olimpiade Rio de Janeiro.
Dengan tanpa mengabaikan ajang bergengsi lainnya, Olimpiade Rio menjadi salah satu fokus perhatian bulu tangkis tanah air. Tak heran, sektor tepok bulu ini menjadi salah satu harapan Indonesia untuk meraih medali di ajang multievent tingkat dunia itu.
Lantas, bagaimana persiapan dan strategi PBSI sebagai induk organisasi olahraga ini menghadapi momen besar di Amerika Selatan itu? Hitung-hitung PBSI tinggal memiliki waktu tak kurang dari setengah tahun untuk bersiap, dan tak lebih dari empat bulan untuk berburu tiket tampil di Riocentro, Pavilion sejak 11-20 Agustus mendatang.
Tengah berjuang
Di banding sektor-sektor lain seperti tunggal putra, ganda putra, ganda putri dan ganda campuran, sektor tunggal putri masih menyisahkan tanda tanya apakah mampu mengirim perwakilan di ajang tersebut.
Sejauh ini Lindaweni Fanetri merupakan tunggal satu-satunya dengan peringkat mendekati jatah ke Olimpiade. Sebagaimana diketahui pada gelaran Olimpiade ke 31 ini setiap negara maksimal mengirimkan dua wakil di sektor tunggal putra dan putri jika atletnya berada di lingkaran 16 besar dunia. Sementara itu Lindaweni berada di rangking 24 dunia sehingga masih harus berjuang hingga sebelum pengumuman peringkat dunia untuk mengetahui jatah Olimpiade pada 5 Mei mendatang.
Edwin Iriawan, Kepala Pelatih Tunggal Putri PBSI sudah menyiapkan program khusus bagi Linda agar target lolos Olimpiade itu terwujud.
“Jelang olimpiade, kami harus lebih selektif dalam memilih turnamen untuk Linda. Jangan sampai salah strategi. Kondisi Linda hingga saat ini cukup baik, cedera sudah pulih. Saya inginnya Linda bikin gebrakan sebelum olimpiade supaya meningkatkan rasa percaya dirinya,” ungkap Edwin kepada Badmintonindonesia.org.
Selain memikirkan Linda, PBSI pun sejatinya terus membidik perbaikan prestasi buruk di sektor ini. Melempemnya penampilan di sejumlah turnamen yang berbuntut pada nirgelar menjadi indikasi jelas betapa mirisnya sektor yang pernah mengharumkan nama bangsa melalui sejumlah atlet legendaris seperti Susi Susanty dan Mia Audina ini.
Indonesia memiliki banyak bibit muda. Gregoria Mariska dan Fitriani sudah mulai menunjukkan performanya sebelum Kejuaran Dunia 2015. Namun konsistensi lagi-lagi menjadi kendala yang membuat grafik penampilan selalu naik turun.
Mungkin benar salah satu yang perlu ditanamkan adalam pola pikir untuk menempatkan juara sebagai sasaran. Saat ini posisi Indonesia bukan lagi menghindarkan diri dari kejaran negara-negara lain tetapi sebaliknya yakni mengejar prestasi negara-negara lain yang sudah jauh di depan.
“Hal yang paling penting sekarang adalah komitmen dari para atlet. Mindset mereka harus diubah, jangan cuma semata-mata mau jadi pemain tim nasional tetapi tidak pernah juara. Jadi atlet harus punya angan-angan!” tambah Edwin yang pernah menjadi pelatih timnas India. Lindaweni (gambar:www.badmintonindonesia.org)
Orbit
Sekiranya itu menjadi kata kunci di sektor tunggal putra. Prestasi para tunggal senior yang sudah mulai pudar, harapan kini digantungkan pada para pemain muda. Selain Tommy Sugiarto, Indonesia sudah tak memiliki wakil di jajaran elit dunia. Tak heran jika di Olimpiade edisi ke-31 ini (besar kemungkinan) Indonesia hanya mengirimkan putra mantan pebulutangkis nasional Icuk Sugiarto itu.
Terlepas dari sasaran terdekat, Olimpiade ini, program jangka panjang mau tidak mau menyertakan nama para pemain muda. Gebrakan yang sudah mereka tunjukkan, tiga tunggal muda paling menonjol saat ini, Ihsan Maulana Mustofa, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting sudah saatnya diberi kepercayaan dan jam terbang lebih.
Berdasarkan penampilan mereka di sejumlah ajang internasional terlihat bahwa mental mereka sudah terasah-untuk mengatakan siap tampil di ajang bergengsi.Bahkan Ihsan dan Jonatan sudah beberapa kali menjadi bagian tim beregu Indonesia di Piala Thomas, Piala Sudirman, Asian Games dan SEA Games.
Buntut peningkatan prestasi itu terlihat dari lonjakan rengking. Sejak mulai ditempa oleh pelatih tunggal putra PBSI saat ini, Hendry Saputra, pada 2014 mereka masih berada di rangking 200-an dunia. Kini, mereka telah berada di lingkaran 35-an dunia.
Dengan pencapaian tersebut maka sudah pantas jika mereka mendapat kepercayaan lebih. Bukan mustahil dengan lonjakan rangking yang ada membuka jalan bagi mereka untuk berkompetisi di turnamen utama level super series dengan tanpa melewati jalur kualifikasi sebagaimana yang selalu ditempuh selama ini. Diharapkan pada kejuaraan Badminton Asia Championships 2016 mereka sudah bisa langsung berlaga di babak utama tanpa mesti merangkak dari kualifikasi.
“Ihsan, Jonatan dan Anthony kalau masuk turnamen super series kebanyakan harus mulai dari babak kualifikasi, jadi mereka harus menambah stamina lagi, sekitar 20 persen lagi. Karena untuk masuk babak utama, mereka akan bertemu lawan yang berat dan mesti bermain rubber game,” ungkap Hendry.
Pelapis Hendra/Ahsan
Di sektor ganda putra Indonesia masih mengandalkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Ganda terbaik tanah air ini sudah dipastikan lolos ke Olimpiade Rio.
Pasangan Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi berpeluang untuk mendampingi Hendra/Ahsan di Brasil. Namun hal itu menuntut konsistensi mengingat sejumlah target di tahun 2015 meleset.
“Angga/Ricky memang paling berpeluang mendampingi Hendra/Ahsan, namun mereka sampai saat ini masih menguber poin ke olimpiade. Peluang Angga/Ricky masih 50-50, soalnya banyak target di 2015 yang meleset, diluar perkiraan,” ungkap Herry Iman Pierngadi, Kepala Pelatih Ganda Putra PBSI.
Untuk mencapai target tersebut, Angga/Ricky harus bekerja keras berburu poin hingga awal Mei. Mengantisipasi pergerakan rangking lawan, keduanya sebisa mungkin mencapai babak semifinal di sejumlah turnamen.
“Mengenai penghitungan poin memang agak sulit, karena masih berjalan. Kita juga harus pantau pergerakan rangking lawan. Pokoknya Angga/Ricky harus maksimal di tiap turnamen, minimal harus sampai semifinal. Mereka mesti kerja keras di tahun 2016 ini,” lanjut Herry.
Selain Angga/Ricky, Indonesia masih memiliki sejumlah stok untuk mendampingi Hendra/Ahsan. Pasangan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Berry Angriawan/Rian Agung Saputro dinilai punya kans untuk membuat gebrakan.
Buktinya, pasangan yang disebutkan terakhir itu mampu menjuarai Indonesian Masters 2015 untuk menutup kekalahan Hendra/Ahsan.
Satu andalan
Sedikit lebih baik dari sektor tunggal, ganda putri kini memiliki wakil di jajaran elit dunia. Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari menjadi salah satu pasangan yang disegani dan sudah dipastikan ambil bagian di Olimpiade Brasil.
Meski menjadi salah satu unggulan, pekerjaan rumah Greysia/Nitya tak mudah. Inkonsistensi masih menjadi salah satu musuh yang harus dihadapi. Hal itu terlihat dalam sejumlah gelaran. Mampu tampil maksimal dan gila-gilaan di satu turnamen, sementara di turnamen berikutnya malah melorot.
“Setiap pemain harus menyetting goal mereka masing-masing, punya komitmen dan harus displin. Contohnya Nitya yang daya tahan ototnya tidak stabil. Dia harus menyadari dan menjaga kondisinya dengan terapi teratur, pemanasan yang benar, minum suplemen dan sebagainya,” tandas Eng Hian, Kepala Pelatih Ganda Putri PBSI.
Demi menjaga kondisi dan meningkatkan disiplin, Eng menerapkan peraturan khusus bagi tim ganda putri. Semua pemain, termasuk Greysia/Nitya, dilarang keluar pelatnas kecuali keadaan darurat dan hari libur seperti Rabu siang, Sabtu siang dan Minggu. Selain itu, hanya Greysia/Nitya yang diperbolehkan membawa kendaraan pribadi ke pelatnas, selebihnya tidak diperbolehkan.
Performa puncak
Itulah yang saat ini sedang dicari Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Ganda campuran nomor dua dunia tengah mengalami penurunan performa. Tahun lalu, penampilan keduanya jauh dari harapan.
Mendekati Olimpiade, pasangan terbaik tanah air ini diharapkan segera menemikan peak performance demi mewujudkan harapan meraih emas. Namun baru mengayunkan langkah awal di tahun baru, Owi/Butet sudah langsung menorehkan tinta hitam.
Turun di turnamen yang sejatinya bukan level mereka, Victor Far East Malaysia Masters, Owi/Butet sudah langsung gugur di babak pertama. Ironisnya, kegagalan ini diikuti pula oleh Praveen Jordan/Debby Susanto yang juga menjadi andalan Indonesia termasuk jika lolos Olimpiade.
Tampil sebagai unggulan, keduanya malah keok dari pasangan non unggulan. Hal ini tentu meninggalkan pesimisme mengingat gelaran Olimpiade tinggal menghitung bulan
Jika tak ingin kegagalan yang sama terulang di Olimpiade, maka sudah saatnya evaluasi mendasar dibuat. Ada hal teknis dan non teknis yang perlu dibenah. Meski Malaysia Masters berada di level bawah, Grand Prix Gold, namun gelaran tersebut bisa menjadi kaca pengilon untuk melihat kelemahan yang ada. Mudah-mudahan masih ada waktu untuk berbenah agar harapan berkibarnya Sang Saka Merah Putih di Brasil bisa terwujud.
Dipublikasikan pertama kali di Kompasiana,21 Januari 2016
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/olimpiade-rio-de-janeiro-mendekat-apa-kabar-bulu-tangkis-indonesia_569fc183f57a61d20b00d7a2
Comments
Post a Comment