Menanti Tuah Richard Mainaky Selepas Lilyana Natsir dan Debby Susanto
Liliyana Natsir/tribunnews.com |
Bulu tangkis Indonesia baru saja “kehilangan” dua sosok
penting. Mereka adalah Liliyana Natsir dan Debby Susanto. Keduanya memutuskan
mundur dari gelanggang usai turnamen yang sama: Indonesia Masters 2019. Meski
gantung raket profesional nyaris pada waktu bersamaan, suasana yang mengiringi
berbeda.
Debby menjalani turnamen terakhir dengan hasil yang kurang memuaskan. Berpasangan dengan Ronald Alexander, keduanya terhempas di babak pertama. Mereka kalah straight set 15-21 dan 13-21 dari pasangan Jerman, Mark Lamsfuss dan Isabel Herttrich.
Butet, sapaan manis Liliyana, seperti berada di kutub
berbeda. Bersama tandemnya, Tontowi Ahmad, mereka mampu melangkah jauh hingga
partai final. Lawan-lawan tangguh dihempaskan hingga membuat pasangan nomor
satu dunia, Zheng Siwei/Huang Yaqiong ketar-ketir di laga pamungkas. Owi dan
Butet sempat mencuri set pertama sebelum akhirnya takluk dari pasangan yang
usianya jauh lebih muda. Skor akhir pertandingan adalah 21-19, 19-21, 16-21.
Sebelum memainkan seluruh partai final, Butet mendapat
apresiasi dalam sebuah acara perpisahan singkat. Ia pun turut bersuara dari
atas podium. Ada yang menyebut seremoni perpisahan itu terlalu sederhana. Namun
bila dibandingkan dengan Debby, apa yang dibuat untuk Butet lebih dari cukup. Sementara
Debby pergi dalam diam. Tidak ada selebrasi untuk dia.
Debby Susanto/Praveen juara All England 2016/badmintonindonesia.org |
Tidak bermaksud membandingkan kedua pemain itu. Butet
berkarier selama 24 tahun, sementara Debby mengakrabi olahraga itu dalam 17
tahun terakhir. Selama itu mereka berjuang dengan cara mereka, dengan setiap
pasangan, untuk sejauh dapat meraih gelar. Dari mereka tidak sedikit gelar yang
bisa kita banggakan.
Meski tidak sebanyak dan sementereng Butet, Debby pernah membanggakan Indonesia di sejumlah turnanem utama. All England 2016 dan Korea Open 2017 bersama Praveen Jordan adalah beberapa dari antaranya.
Debby juga cukup berjaya di ajang multievent tingkat Asia
Tenggara. Bersama Mohammad Rijal meraih emas SEA Games 2013, dan menorehkan
prestasi yang sama dua tahun kemudian bersama Ucok, panggilan akrab Praveen
Jordan.
Sementara Butet prestasinya lebih mengular panjang dengan
pencapaian tertinggi adalah “hattrick” juara dunia dan emas olimpiade 2016.
Tidak banyak pebulutangkis di dunia yang bisa naik podium tertinggi di pesta
olahraga tingkat dunia itu di usia 30 tahun.
Dari segi konsistensi, Debby, juga para pebulutangkis muda
lainnya memang patut meniru Butet. Hingga berusia lewat kepala tiga pun, Butet
masih tetap berada di garda terdepan sektor ganda campuran.
Hingga keputusan yang penting itu datang dan saaat
mengharukan itu tiba, ia tetap menjadi yang terbaik. Butet tetaplah playmaker
yang membuat Owi bisa tampil maksimal. Butet tetaplah jagoan di lini depan yang
bisa berduel dengan playmaker-playmaker China lintas generasi.
Farewell Liliyana Natsir/Kompas.com |
Hingga “perceraian” dengan Owi, keduanya adalah ganda
campuran Indonesia dengan rangking dunia terbaik. Tambahan 7.800 poin dari
Indonesia Masters Super 500 tahun ini, mereka bisa mengamankan posisi empat
besar.
Situasi inilah yang membuat insan bulu tangkis Indonesia
berat melepaskan Butet. Ditambah lagi, Debby juga memutuskan mundur untuk
menikmati suasana yang lebih intens dengan keluarga. Kehilangan ganda pada
waktu bersamaan.
Saat para pemain senior mundur, idealnya kita sudah
mendapatkan penerus yang sepadan. Dengan kata lain, pada waktu yang sama kita
sudah memiliki pelapis dengan kualitas yang tak jauh berbeda. Namun asa itu
seperti jauh panggang dari api.
Tengok saja performa para penerus Owi/Butet saat ini. Lihat
saja bagaimana rangking pasangan Indonesia lainnya. Kecuali Owi/Butet, tak ada
satu pun yang bercokol di peringkat 10 besar. Pasangan dengan rangking terbaik
adalah Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjadja dan Praveen Jordan/Melati Daeva
Oktavianti yang berturut-turut di posisi 14 dan 15 BWF.
Kita masih memiliki Rinov Rivaldy/Pita Haningtyas Mentari.
Juga Alfian Eko Prasetya/Marsheilla Gischa Islami. Namun mereka masih tercecer
di peringkat 26 dan 29. Tiga tingkat di belakang kedua pasangan itu ada Akbar
Bintang Cahyono/Winny Oktavina Kandow dan Ronald Ronald/Annisa Saufika.
Bisa asal Konsisten
Di satu sisi kita patut menyesali mundurnya Butet dan Debby
terjadi tidak pada waktu yang tepat. Mereka meninggalkan arena di saat para
penerus belum benar-benar siap menerima tongkat estafet. Namun sedalam-dalamnya
kita menyesal dan sebesar-besarnya kita berharap, mereka telah mengambil
pilihan.
Bagi Butet, sudah saatnya ia mengambil jeda. Apalagi ia sudah lama mengirim signal pensiun. Kita sempat memintanya tetap bertanding di Olimpiade 2016. Ia pun patuh. Usai merebut emas di Rio de Janeiro, kita masih merayunya untuk terus bertahan hingga Asian Games 2018. Lagi-lagi, ia tak menampik.
Di sisi lain, ini menjadi lecutan bagi para suksesor untuk
bekerja lebih keras. Sudah saatnya mereka mengambil tanggung jawab lebih, dan
membuang jauh-jauh harapan bahwa Indonesia masih memiliki Owi dan Butet sebagai
ujung tombak.
Sebelumnya kita masih memiliki Owi/Butet serta
Praveen/Debby. Sebelum itu ada Riky Widianto dan Richi Puspita. Keduanya masih
bisa bersaing setidaknya dengan gelar super series dan runner up super series
yang mereka raih. Namun saat berpasangan mereka pun kerap inkonsisten. Performa
mereka terkadang naik dan turun.
Situasi tak jauh berbeda terjadi pada Hafiz/Gloria. Begitu
juga Praveen/Melati, serta Alfian dan Gischa. Mereka masih sering kalah di
babak awal. Atau sekalipun mampu meladeni pasangan-pasangan lain, namun tren
positif itu masih sukar dijaga lebih lama.
Memang tidak mudah untuk menjaga konsistensi. Soal yang satu
ini tidak hanya menjadi pekerjaan rumah pemain Indonesia. Namun memahami dan
memaafkan situasi itu tidak bisa terus diperpanjang di saat tuntutan untuk
segera berprestasi mengemuka.
Saatnya Hafiz/Gloria, Praveen/Melati, Alfian/Gischa dan
Ronald/Annisa unjuk gigi. Mereka harus membuktikan bahwa mereka layak bertahan
dan diandalkan. Merekalah yang utama saat ini. Merekalah pemain senior atau
yang diseniorkan. Harapan pun disematkan kepada mereka. Prestasi. Ya prestasi.
Setidaknya bisa berbicara banyak di turnamen-turnamen mendatang.
Richard Mainaky, pelatih utama ganda campuran/Kompas.com |
Inspirasi
Watanabe/Higashino
Selain terus mengingat kejayaan dan kebesaran Owi/Butet,
sikap yang paling realistis saat ini adalah belajar dari sepak terjang pasangan
negara lain yang tengah naik daun. Salah satunya adalah Yuta Watanabe dan Arisa
Higashino.
Pasangan Jepang ini sukses menggemparkan dunia dengan
sederet prestasi. Yuta, 21 tahun, dan Arisa, 22 tahun, adalah pasangan yang
semula kurang diperhitungkan. Namun dalam dua, bahkan satu tahun terakhir,
mereka sukses unjuk gigi.
Mereka berhasil menjuarai Hong Kong Open, Malaysia Masters,
dan sebelum itu All England. Mereka bahkan bisa menembus semi final dalam enam
turnamen terakhir. Atas pencapaian itu mereka kini duduk di peringkat tiga
dunia, di belakang duo China, Wang Yilyu/Huang Dongping dan Zheng Siwei/Huang
Yaqiong.
Pasangan ini cukup istimewa. Meski
berpostur kurang mencolok, skill dan keuletan mereka patut diacungi jempol.
Yuta misalnya. Berpostur 1,67 m, unggul beberapa inci saja dari Arisa, Yuta
mampu bersaing dengan pemain lawan yang memiliki postur lebih tinggi. Tidak
hanya gerak yang lincah dan pukulan yang akurat, ia juga mampu melepaskan smes
mematikan.
Yuta menjadi satu dari sedikit pemain yang bisa bermain di lebih dari satu nomor. Ia juga menemani seniornya Hiroyuki Endo di sektor ganda putra. Performa mereka pun tak kalah ciamik. Kini mereka berada di urutan lima dunia.
Selain bakat khusus, pencapaian pasangan Jepang ini tidak
lepas dari kerja keras. Semangat juang dan sikap pantang menyerah sangat
kentara. Mereka seakan mau menunjukkan bahwa talenta semata tidaklah cukup.
Anggapan ini pun diamini secara langsung maupun tidak
langsung oleh para pemain top dunia. Sebagai contoh Tontowi Ahmad. Dalam pesan
tersirat kepada para penerus, Owi mengatakan latihan keras adalah kunci. Bukan
saatnya untuk bersantai ria, sama seperti dirinya yang harus bekerja keras dari
titik nol sepeninggal Butet.
Owi akan memulai lagi dari bawah. Sempat dicoba dengan
sejumlah pemain, belum satu pun yang klop. Kini ia disandingkan dengan Winny
Oktavina Kandow, yang berusia 20 tahun. Sambil mengharapkan perkembangan
positif dari pasangan baru ini, tanggung jawab kini diletakkan kepada
Hafiz/Gloria dan Praveen/Melati. Sebagai pasangan dengan rangking dunia terbaik
dan memiliki potensi untuk lebih cepat melesat, keduanya pun masuk dalam
prioritas untuk Olimpiade 2020.
"Jangan jadi prioritas tapi justru jadi besar kepala, bukan itu. Jadi prioritas itu harus tanggungjawab, harus latihan keras, bukan gaya-gayaan. Mereka harus membuktikan, mana buktinya? Kalau dia sudah juara olimpiade, juara dunia baru boleh, ini gue,” ungkap Owi
Selain kepada pemain, kita pun berharap kontribusi para
pelatih. Kita menanti tuah Richard Mainaky dan sang asisten Vita Marissa untuk
mencetak pasangan baru yang berprestasi.
Bangga ya Indonesia punya cabang olahraga yang masuk emas di ajang olimpiade. Teringat masa nya Susi dan Alan, bangsa sangat gembira. Begitu juga ketika Butet dan Owi ini.
ReplyDeleteSemoga selalu muncul generasi penerus yang berkualitas. Jaminan jadi atlet juga masa depannya cerah dengan bonus yg sampai miliaran itu memecut para atlet untuk tampil maksimal dalam setiap ajang pertarungan
Hidup Bulutangkis Indonesia!
Ini salah satu cabang yang membuat kita bisa bersaing ddengan bangsa-bangsa lain. Sosok seperti Alan, Susi hingga Butet, dan Debby adalah juga pahlawan yang membuat kita bisa menegakkan kepala. Semoga bulu tangkis kita terus maju ya
DeleteSemoga atlet bulutangkis Indonesia mampu memberikan yang terbaik. Sungguh, ini adalah cabang terkeren untuk Indonesia. Negara ini harus tetap harus di mata dunia bulutangkis
ReplyDeleteOh iya, salam kenal ya, saya Hotlas Mora dari tim Lagi-Lagi Media - Media Nyentrik, Minim Intrik, Sedikit Menggelitik
Semoga buku tangkis kita tetap jaya ya
DeleteOh ya salam kenal juga
Indonesai bersyukur bulutangkis terus berkembang dan banyak perusahaan swsta yang ambil bagian mengembangkannya. Pemain juga terus ada dan berhasil mengharumkan nama Indonesia. ayuk terus berjuang
ReplyDeleteBenar mas saat ini perhatian terhadap dunia buluta ngkis di tanah air makin membaik
DeleteBangga ya liat pasangan ini. Pun perjuangan mereka melalui proses yang panjang. Semoga perbulutangkisan kita selalu ada regenerasinya.
ReplyDeleteAmin mba
DeleteSaya sampai baper sedih banget pas tahu Liliana Natsir gantung raket.. Soalnya saya ngefans banget sama totalitasnya..
ReplyDeleteSemoga ada pengganti seperti Liliyana ya mba
DeleteButet dan Owi, pasangan ganda campuran yang pernah ada di Indonesia akan tetap abadi namanya karena begitu banyak menorehkan prestasi yang sangat membanggakan Indonesia.Penonton pun sangat mengelu-elukan mereka setiap kali pertandingan. Menyaksikan Butet dan Owi bertanding secara langsung dari arena, memang memberikan rasa berbeda. Semoga segera berbenah mencetak pengganti butet dan debby. Baiklah, kita tunggu yang dilakukan Richard Mainaky dan sang asisten Vita Marissa.
ReplyDeleteKita tunggu semoga Richard dan Vita bisa menghadirkan pasangan baru ya
DeleteMasih Binggung Mencari Situs Togel Online, Live Casino & Taruhan Bola Yang Terpercaya ?
ReplyDeleteyuk join dengan kami
Minimal Depo 20rb & WD 50rb
cs online 1x24 jam
BBM : areatoto
LINE : areatoto
WA : [+855]964630067
hanya di WWWoAREATOTOoPRO
Selamat siang untuk semuanya, nama saya Steven Nesty Binti, saya ingin membagikan kesaksian hidup saya yang sebenarnya di sini di platform ini agar semua pencari pinjaman berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet
ReplyDeleteSetelah beberapa lama mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan terus ditolak, saya memutuskan untuk mengajukan pinjaman online tetapi saya ditipu dan kehilangan Rp10,7 juta, untuk seorang pria di Afrika.
Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, sehingga saya berdiskusi dengan teman saya Bu Tieka Melawati (tiemelaw@gmail.com) yang kemudian memperkenalkan saya dengan Bu Deborah, Manajer Kantor Pinjaman AVANT, sehingga teman saya meminta saya untuk memproses pinjaman saya dengan Nyonya Deborah. Jadi saya menghubungi Bu Deborah melalui email: (avantloanson@gmail.com) dan juga di WhatsApp: +6281334785906
Saya mengajukan pinjaman Rp 380 juta dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui dengan mudah tanpa tekanan dan semua persiapan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan jaminan untuk pengalihan pinjaman tersebut, Saya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat perjanjian lisensi untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari satu setengah jam, uang pinjaman saya dimasukkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu bercanda sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa rekening saya sudah dikreditkan Rp380 juta. Saya sangat senang akhirnya Tuhan menjawab doa-doa saya dan Dia telah memberikan keinginan hati saya.
Semoga Tuhan memberkati Bu Deborah untuk memberikan kehidupan yang adil bagi saya, maka dari itu saya berpesan kepada siapapun yang berminat mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Bu Deborah melalui email:
(avantloanson@gmail.com)
Melalui WhatsApp:
+6281334785906 untuk pinjaman Anda
Akhirnya, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa kepada Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: (nestybintisteven@gmail.com) Salam