Tai Tzu-ying, Ratu Pemalu Nan Rendah Hati
Tai Tzu-ying (kanan) juara Singapore Open 2017, bersama Carolina Marin/@antoagustian |
Hari-hari belakangan ini, atau sebulan terakhir kaum
perempuan sedunia mendapat perhatian lebih. Hal ini terlihat dari aksi dan
sejumlah peringatan baik secara global maupun lokal yang didedikasikan untuk
para perempuan. Dengan tanpa menafikan peran sang ibu, bagi seorang Tai
Tzu-ying kehebatannya saat ini tidak lepas dari campur tangan sang ayah.
Sulit membayangkan Tai yang sehebat ini tanpa ketekunan dan
kerja keras Tai Nan-Kai. Sang ayah yang semula berprofesi sebagai perwira
polisi di Kaohsiung, salah satu wilayah di Taiwan, mulai mengarahkan Tai
menekuini bulu tangkis sejak kecil.
Tai Nan-Kai yang saat ini bergabung dengan dinas pemadam
kebakaran kota tersebut sejak 1998, benar-benar memahami bakat sang putri sejak
sekolah dasar. Saat duduk di bangku kelas tiga, Tai sudah memutuskan bidang
olahraga yang akan ditekuninya. Dan kelak pilihat tersebut ternyata tidak
meleset.
Mendukung pilihan sang putri, Tai Nan-Kai berani memindahkan
Tai kecil ke dua sekolah dasar dalam waktu empat tahun. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan sekolah yang benar-benar unggul dalam bidang olahraga.
Saat duduk di bangku SMA, sebagaimana dikutip dari badmintonplanet.com, pelatih olahraga
meminta Tai bermain rangkap di ganda putri dan ganda campuran. Entah apa
pendasaran sang guru olahraga mengarahkan Tai ke dua sektor tersebut.
Namun pilihan sang guru ternyata bertolak belakang dengan
sang ayah. Tai Nan-Kai bersikeras putrinya hanya fokus di sektor tunggal, bukan
yang lain. Untuk mendukung keputusan tersebut, Tai Nan-Kai pun mencarikan
pelatih bulu tangkis yang bisa mendampingi Tai Tzu-ying. Akhirnya di bawah
bimbimbang Lai Chien-cheng, Tai Tzu-ying kemudian dilatih sebagai pemain
tunggal penuh waktu.
Keteguhan dan komitmen Tai Nan-kai mendukung sang putri
mulai membuahkan hasil. Meski prestasi Tai Tzu-ying masih pada tingkat
nasional, setidaknya pada 2011 ia menciptakan sejarah baru di negaranya. Ia
menjadi pebulutangkis putri termuda yang menjadi juara nasional saat berusia 16
tahun dan 6 bulan.
Tai yang lahir di kota di mana ayahnya bekerja dan
keluarganya menetap saat ini terus melebarkan sayap prestasinya ke mancanegara.
Kini wanita kelahiran 20 Juni, 22 tahun silam telah mengukir sejarah baru di
panggung bulu tangkis dunia.
Tai adalah pemain tunggal wanita pertama dalam sejarah yang
pernah meraih lima gelar super series secara beruntun. Jejak langkah
prestasinya dimulai turnamen Hong Kong Open pada November 2016. Itulah titik
awal dari 25 pertandigan tak terkalahkan yang berturut-turut membuahkan gelar
di Hong Kong dan berlanjut BWF Superseries Finals di penghujung tahun yang
sama.
Selanjutnya Tai mengklaim gelar super series premier pertama
di tahun 2017 di BarclayCard Arena, Birmingham, tempat All England berlangsung.
Gelar ini mendatangkan sukacita bagi rakyat Taiwan karena ia adalah orang
pertama yang berhasil naik podium tertinggi di ajang tersebut.
Setelah menjuarai turnamen tertua di dunia itu, Tai
melanjutkan kedigdayaannya di ajang super series premier kedua di Malaysia.
Sempat absen di India Open yang berlangsung sebelum turnamen di Malaysia, Tai
kembali membuktikan diri sebagai ratu bulu tangkis tunggal putri di Singapore
Indoor Stadium pekan lalu. Gelar juara super series Singapura Open itu menjadi
gelar mutakhir yang digenggam.
Menariknya pada babak final di dua turnamen tearkhir, Tai
menghadapi lawan yang sama yakni Carolina Marin asal Spanyol. Dibandingkan Tai,
Marin jauh lebih tinggi. Tai hanya bertinggi badan 1,62 meter, jelas pendek
untuk ukuran orang Eropa umumnya. Meski begitu ketenangan, kesabaran, daya
juang, dan terlebih skill (salah satunya racket
skill) yang dimiliki membuatnya mampu melewati hadangan dari para pemain
jangkung, termasuk Marin.
Bila di Malaysia kedua pemain berduel sengit selama tiga game dengan durasi lebih
dari satu jam, tidak demikian di Singapura. Di Malaysia Marin sempat memaksa
Tai bermain rubber game sebelum
menyerah dengan skor akhir 23-25 22-20 dan 21-13. Sementara di Singapura, Tai
yang dilatih Jiang-Chen Lai, membungkam mantan pebulutangkis
nomor satu dunia itu dua game langsung, 21-15 dan 21-15.
Merendah
Kini putri yang diperjuangkan Tai Nan-Kai sudah menjadi
pesohor. Prestasi Tai Tzu-ying pun berbanding lurus dengan tingkat popularitas
dan pendapatan. Hampir tidak ada orang yang mengaku pencinta bulu tangkis di seantero jagat tak mengenal Tai Tzu-ying.
Malah dari waktu ke waktu ia semakin dikenal dan diidolai banyak orang.
Saat bermain di luar negeri dukungan kepadanya tidak pernah
berkurang. Hal itu diakui kepada Fox Sport seusai menjuarai Singapura Open. "Saya
juga beruntung karena setiap bertanding di mana saja, semuanya memberi
dukungan. Terima kasih.”
Demikian pula dengan apresiasi yang didapat. Dari segi
finansial Tai sudah menjadi atlet kaya. Tahun lalu berdasarkan laporan Badzine Tai menjadi pebulutangkis dengan
pendapatan terbesar. Dari empat gelar (masing-masing dua gelar super series
yakni di Taiwan dan Hong Kong serta dua
lainnya super series premier Indonesia Open dan Superseries finals), Tai
membawa pulang tak kurang dari 271.025 dollar AS atau setara Rp 3,64 miliar.
Pendapatan Tai ini melebihi para pemain muda China yang sedang naik daun.
Patut dicatat angka tersebut murni dari uang hadiah. Itu
belum termasuk pendapatan dari sponsor, gaji di tim nasional dan honor mengikuti
turnamen lainnya. Bila dijumlahkan tentu pendapatan Tai Tzu-ying membengkak.
Meski telah bermandi kekayaan dan prestasi Tai Tzu-ying
tetap merendah. Sifat dan pembawaan aslinya tidak berubah. Seperti diakui sang
ibu, Hu Jung, di tengah sorotan kamera dan perhatian pasang mata, putrinya
tetap rendah hati dan kadang-kadang malu. Hal ini diakui pula oleh
media-media Taiwan.
"Dia jarang pergi ke pesta perjamuan pernikahan karena
dia takut orang akan berfoto dengannya.”
Sekalipun Tai berusaha menghindari sorotan dan perhatian
publik, semakin hari pilihan Tai untuk menghindar semakin sedikit. Sebagai
pemain kebanggaan Taiwan hampir pasti Tai tidak bisa lepas dari sorotan dan
perhatian luas, termasuk dari dunia secara keseluruhan.
Meski Tai sudah meraih begitu banyak gelar dan menyandang
status nomor wahid, sang ayah tetap belum habis harapan.Tai Nan-Kai saat
berbicara kepada media Taiwan berharap putrinya terus meningkatkan prestasi.
Lelaki yang kini menjadi Sekretaris Jenderal Aosiasi Bulu Tangkis Kota Kaohsiung pun sudah menggantung rencana masa depan.
Pada Olimpiade tahun 2020 nanti ia akan turut serta ke Tokyo, Jepang
menyaksikan dari dekat putrinya bertanding.
Patut diakui Tai Nan-Kai benar-benar menunjukkan totalitas
dalam mendukung putrinya. Buah perjuangannya sejak bertahun-tahun lalu telah
menyata. Tetapi harapannya terus menyala untuk menemani sang putri yang masih muda itu terus berprestasi sampai jauh.
Wahai ratu pmealu nan rendah hati teruslah menginspirasi.
Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana 20 April 2017.
Comments
Post a Comment