Konyol Tapi Ngangenin
Ilustrasi dari www.nyorett.com |
Pernyataan bahwa masa sekolah adalah masa paling indah tidak
sepenuhnya keliru. Banyak peristiwa masa lalu yang membuat kita tersenyum
sendiri saat membayangkannya sekarang. Bahkan terkadang hasrat untuk kembali ke
masa-masa itu membuncah.
Kelucuan dan keluguan serta berbagai tingkah konyol menjadi
menu yang kerap tersaji saat berada di sekolah. Menggoda dan menjahati
teman-teman yang dianggap “lemah”. Merasa sebagai superhero yang serba bisa
dihadapan lawan jenis. Hingga ketakutan tak berdasar kepada guru sekolah.
Hal-hal seperti itu berani dilakukan saat ada dalam
gerombol. Memang sifat peer group saat-saat seperti itu sungguh tak
terbantahkan. Kelompok tidak hanya menjadi tempat berlindung, sekaligus ruang
mendapat pengakuan.
Ketika dihadapan pada tantangan sifat dan karakter asli akan
muncul. Saat sendiri akan ketahuan seperti apa mental dan keberanian seseorang.
Seperti itu pula yang saya alami saat itu. Namun hal-hal seperti ini masih bisa
dianggap wajar. Itu adalah bagian dari masa-masa pertumbuhan yang secara
emosional masih dalam tahap pembentukan.
Setidaknya ada dua hal konyol yang masih membekas hingga
kini.Pertama pengalaman terpeleset di tengah lapangan. Kejadiannya saat jam
olahraga tiba. Dengan penuh percaya diri, setelah selesai mendandani diri
setampan maksimal di kamar mandi, dengan busana olahraga, saya bergegas ke
lapangan.
Hujan baru saja reda. Lapangan jelas masih berbekas jejak
hujan. Di beberapa titik masih terdapat genangan air. Entah mengapa saya
mengayunkan langkah dengan penuh semangat. Beberapa langkah pertama tidak
terjadi masalah. Namun saat hendak mencapai garis tengah, di mana teman-teman
lain sedang berkumpul, tiba-tiba kaki terpeleset. Dengan kecepatan tinggi jelas
membuat koordinasi tubuh tidak bisa bekerja maksimal. Saya kehilangan
keseimbangan.
Dalam hitungan detik tubuh sudah bersatu dengan lapangan.
Sudah bisa diduga, dan sudah menjadi adab masa-masa itu,
ketika berhadapan dengan hal-hal seperti itu maka reaksi yang muncul akan luar
biasa heboh. Teman-teman sontak pecah tertawa. Tidak sedikit mengeluarkan
kata-kata ejekan.
Lebih memalukan lagi dari antara penonton tersebut ada
beberapa kaum hawa. Sebagai seorang lelaki menjatuhkan diri secara tidak elegan
seperti itu tidak lebih dari mempermalukan diri sendiri. Saya merasa kehilangan
kewibawaan dan segala kepercayaan diri runtuh seketika.
Secepat kilat saya mengambil jalan kembali. Ke tempat dari
mana saya sebelumnya mendandani diri. Kamar mandi. Terpaksa saya urungkan niat
untuk berolahraga hari itu. Saya hanya bisa menatap teman-teman dari kejauhan.
Saat jam olahraga usai dan semua berkumpul lagi di ruang kelas, salah satu
topik yang dibicarakan adalah tentang diriku. Saya berusaha membela diri dengan
seribu satu alasan. Tetapi saya hanya seorang diri. Dan sama sekali tidak bisa
melawan suara mayoritas, ditambah kenyataan bahwa peristiwa memalukan itu
benar-benar terjadi di hadapan mereka.
Masih ada pengalaman konyol lainnya. Hari itu hari Senin. Biasanya
awal pekan selalu diadakan upacara bendera. Para siswa pun datang lebih pagi.
Hari itu saya terlambat. Sialnya saya tidak berseragam lengkap. Lebih tepatnya,
meski melengkapi diri dengan segala atribut yang diperlukan, tetapi ada satu
atribut yang tidak pada waktunya. Entah mengapa, karena ketergesaan, membuat
saya salah memakai celana seragam.
Biasanya baju putih dipadu celana merah. Kaus kaki dan
sepatu disesuaikan dengan keinginan masing-masing. Namun yang kukenakan hari
itu adalah celana coklat. Artinya aku memakai celana pendek yang seharusnya
untuk hari kamis dan jumat.
Setibanya di gerbang sekolah, aku langsung disambut tawa
teman-teman. Baru aku sadari kesalahanku saat guru piket menegurku. “Mengapa
kamu pakai celana itu?” Dengan wajah memerah dan “salah tingkah” aku pun minta
pamit kembali ke rumah untuk mengenakan celana yang semestinya.
Ah, masa-masa sekolah penuh kekonyolan.Tetapi tak bisa
dilupakan. Ngangenin malah. Tak juga
bisa disangkal sebagai kenangan yang lestari.
Comments
Post a Comment