Keripik Penyemangatku, Apa Penyemangatmu?
Ilustrasi keripik singkong/caramemasak.web.id |
Menulis, bagi saya, sudah seperti makanan sehari-hari. Lebih
dari sekadar rutinitas yang kadang disertai keterpaksaan. Sejak Sekolah
Menengah Atas saya belajar merangkai kata membentuk kalimat, paragraf hingga
tulisan utuh. Semua itu terlepas dari bagus-tidaknya diksi, padu-tidaknya jalinan
antarkalimat dan paragraf, serta tersampaikan atau tidak maksud penulisan.
Tentu semua itu terus saya rasakan sebagai kekurangan di sana sini hingga
sekarang. Mungkin karena belum “sempurna” itu membuat saya terus terpacu untuk
menulis dan menulis lagi.
Dari beragam literatur baik buku, majalah, atau sekadar
pengalaman dan pengamatan, saya mendapat asupan informasi, pengetahuan dan
wawasan yang sedikit banyak berpengaruh pada tulisan.
Hingga kini tak terhitung berapa banyak tulisan yang sudah
saya hasilkan. Sekali lagi, tak peduli jenis dan bentuknya. Hampir semua jenis
tulisan pernah saya coba. Namun belakangan saya mulai bertekun dengan jenis
tulisan tertentu. Begitu juga tema yang hendak digarap. Tidak menutup
kemungkinan, karena satu dan lain hal, saya akan coba untuk mengekplorasi tema
berbeda.
Dalam menulis satu hal yang tak pernah hilang adalah
kegairahan. Ini adalah energi yang terus bernyala, membuat jari jemari tak
pernah lelah mengetik, otak terus diajak berpikir, hingga tubuh secara
keseluruhan disertakan tanpa kenal waktu dan tempat.
Meski begitu, pada titik tertentu kegairah tersebut perlu
dijaga, untuk mengatakan diajak untuk tetap memompa semangat dan atensi. Sebagai
manusia rasa jenuh dan bosan tak terelakkan. Godaan dan tantangan untuk
berpaling pada hal-hal lain kerap bertandang.
Di sini idealisme dan kecintaan saya menjelma suara yang
samar-samar terdengar. Untuk menjaga agar suara-suara tersebut tak sampai
hilang sehingga membuka ruang bagi sikap apatis dan penyerahan, saya perlu
stimulus. Ini lebih sebagai bentuk pemanjaan atau apalah artinya sebagai rayuan
untuk menunda rasa bosan dan lelah itu datang menyergap.
Biasanya memberi apresiasi pada diri sendiri itu penting.
Setelah menyelesaikan satu tulisan misalnya, saya akan memberi kesenangan bagi
indra perasa yang pada akhirnya membuat lambung terisi, saluran penceraan
beroperasi untuk memberi energi baru. Menikmati makanan kesukaan menjadi cara
agar setelah itu sistem koordinasi tubuh bisa kembali bekerja.
Bila tidak sampai memanjakan diri sejenak dengan makanan
kesuksaan, biasanya dalam rupa semangkuk soto ayam plus sate kambing, karena
alasan waktu dan ketersediaan sumber daya, menikmati camilan ringan bisa
menjadi alternatif.
Beberapa dari antaranya telah menjadi kesukaan sejak
bertahun-tahun silam. Untungnya masih menjadi kesukaan banyak orang sehingga
dari permintaan pasar yang tetap tinggi membuat produsen tak sampai menutup
keran produksi. Bila jenis-jenis tertentu tak diperoleh, biasanya saya alihkan
pada jenis lain tetapi dari bahan dasar dan rasa yang tidak jauh berbeda.
Saya paling suka keripik singkok. Entah mengapa ini menjadi
camilan kesukaan. Saat ini keripik singkok sudah dimodifikasi dalam beragam
bentuk dengan tampilan atau kemasan berbeda. Rasa yang menyertainya pun
berbeda-beda.
Saya tak peduli bentuk dan kemesan. Juga rasa, meski kalau
boleh memilih saya akan lebih suka yang berasa pedas. Di lemari makanan saya
selalu menyediakan keripik singkong itu. Bila persediaan hampir habis, saya
akan bertandang ke supermarket terdekat dan membeli beberapa varian keripik
singkong. Tak peduli apa nama dan merek pada kemasan. Utamanya, itu tadi,
keripik singkong.
Sejak kecil, dan terutama setelah Sekolah Dasar, saya hidup
dalam asrama hingga menyelesaikan SMA. Asrama adalah perkumpulan dari beragam
latar belakang asal, adat dan budaya umumnya. Beberapa teman dari daerah
tertentu selalu membekali diri dengan keripik singkong ini setiap kali kembali
dari liburan. Begitu juga saat ada kiriman dari orang tua atau keluarga selalu
terselip camilan yang menghasilan irama “kriuk kriuk” saat digigit, dengan
sensasi pedas yang menggoyang lidah.
Bisa jadi masa lalu itu terus meninggalkan kesan mendalam
pada indera perasaan dan selera. Sampai sekarang setiap kali bertemu keripik
singkong panggilan laten itu selalu memberi sinyal agar mulut saya
berkesempatan untuk beroperasi bersama potongan-potongan ubi yang garing itu. Apalagi
saat menulis, keripik singkong menjadi penggoda bagi mood dan semangat yang
ampuh.
Comments
Post a Comment