Genderang Persaingan Juara Liga Inggris Baru Bertalu
Pelatih Chelsea, Antonio Conte/independent.co.uk |
Tentu tidak ada yang menyangka Chelsea bisa tersungkur di
kandang sendiri akhir pekan lalu. Bukan karena tim papan atas, tetapi klub yang
sedang berjuang agar tidak degradasi. Crystal Palace. Tim berperingkat 16 ini
membuat kedigdayaan The Blues rontok seketika. Rekor 13 kemenangan beruntun di
Stamford Bridge terputus.
Tetapi ketika melihat konteks secara keseluruhan hasil
tersebut bukan sesuatu yang aneh. Bukan sejarah baru di kompetisi dengan
kekalahan dan kemenangan berpelukan sama akrabnya dengan semua tim. Peringkat
di tabel klasemen tidak menjadi jaminan bahwa kekalahan dari tim underdog tidak akan menghampiri pemuncak
klasemen seperti Chelsea.
“Ini mengejutkan kalian semua bukan? Inilah Liga Inggris,
liga penuh kejutan. Itulah yang membuat penonton betah di kursi dan mengatakan,
wow!”
Pernyataan manajer Crystal Palace, Sam Allardyce seusai
laga, dikutip dari AFP, tampaknya lebih dari sekadar sinisme kepada
Antonio Conte dan timnya. Itu lebih sebagai afirmasi betapa liga yang sedang
digeluti Conte dan tim yang sedang diantar menuju gerbang juara akan selalu
menghadirkan letupan kejutan.
Conte pun mengakui itu. “Di Liga Inggris, tidak ada laga mudah,
baik itu melawan tim zona degradasi maupun klub seperti City.” Setelah
kekalahan itu Conte harus mengahadapi Manchester City, tim berperingkat empat
yang terus memburu dengan jarak 12 poin di belakangnya.
Kekalahan itu seperti interupsi bahwa kejutan akan terus
angkat bicara. Chelsae belum otomatis menjadi yang terdepan hingga akhir musim.
Setidaknya tim-tim di lingkaran lima besar masih berpeluang untuk membuat
kejutan, menyalip pada tikungan-tikungan tertentu.
Tottenham Hotspur
yang meraih poin sempurna dari Burnley pada waktu bersamaan misalnya, sudah
mengepas 62 poin. Dengan sekitar 9 laga tersisa, jarak tujuh poin di belakang
The Blues terlalu singkat untuk dikejar. Begitu juga Liverpool, Manchester
United hingga Arsenal yang sedang merangkak dari peringkat enam dengan 50 poin.
Dengan jarak itu, Conte tahu bahwa Spurs dan tim-tim lainnya
akan berjuang sekuat tenaga. Sepertinya pintu perburuan gelar kian terbuka
sehingga kompetisi (sebagaimana biasanya) menarik. Tidak hanya menarik bagi
media seperti yang disindir Conte, tetapi bagi para pesaing yang seakan
mendapat “durian runtuh” dari hasil negatif itu.
Klasemen sementara papan atas Liga Primer Inggris.bbc.com |
Chelsea melemah?
Sebelum kunjungan Palace, Chelsea tak terkalahkan sejak
kekalahan atas Tottenham pada awal Januari silam. Kekalahan ini tidak hanya
mencuatkan afirmasi pada kejutan yang selalu terjadi. Tetapi lebih dari itu
menyiratkan sesuatu yang lebih beralasan.
Karena alasan itu, entah ini sebagai kejutan lain, sejarah
Liga Inggris memiliki dua contoh menarik untuk mewanti-wanti Chelsea. Salah
satu contoh dramatis terjadi pada musim 2011/2012. Saat itu City defisit
delapan gol dari Manchester United dengan sisa enam pertandingan.
Gol mendebarkan Sergio Aguero di masa injury time ke gawang
Queens Park Ranger dan pada waktu bersamaan United secara mengejutkan dibekuk
Wigan, menorehkan kisah dramatis. City menyalip United di tikungan terakhir
untuk meraih gelar dengan hanya berbeda selisih gol.
Pertarungan tak kalah mendebarkan antara Manchester City dan
Liverpool dua musim berselang adalah contoh lain. Bagaimana bisa selisih
sembilan poin City masih bisa mengejar dan merebut gelar musim 2013/2014.
Tetapi, inilah Liga Inggris, bung!
Sejarah ini akan membayangi Chelsea dan menguatkan Tottenham
dan tim-tim lain. Chelsea tak mungkin berhadap-hadapan lagi dengan Tottenham,
tim dengan permainan impresif. Tetapi masih ada City, United dan Everton yang
siap menjegal dalam dua bulan ke depan.
Situasi ini jelas membuat tidur Conte tidak bisa senyenyak
dulu lagi. Kompetisi sesungguhnya seperti baru dimulai. Ada pekerjaan rumah
yang segera dibereskan yang menyata dalam pertandingan kontra Palace itu.
Beberapa hal menjadi catatan, entah Anda melihatnya sebagai
masalah atau tidak. Keperkasaan Si Biru di segala lini mulai tampak jenuh,
untuk mengatakan lemah.
Mengutip data Reuters,
dalam tujuh laga terakhir gawang Chelsea selalu kebobolan. Padahalan dalam
rentang Oktober hingga November tahun lalu Thibaut Courtois tidak pernah sekali
pun memungut bola dari dalam gawangnya. Catatan sempurna di enam laga itu
menunjukkan bahwa pertahanan Chelsea sempurna tidak berlebihan. Tetapi kini
kesimpulan tentu sudah berbeda, bukan?
Pertahanan yang melemah setali tiga uang dengan daya gedor.
Yang mengikuti Chelsea dalam beberapa pertandingan terakhir akan mendapatkan
kesimpulan: taji lini depan melemah. Di laga sebelumnya Chelsea susah payah
membongkar pertahanan Stoke City sebelum bek tengah Gary Cahill tampil sebagai
pahlawan di menit-menit akhir.
Ke mana Diego Costa sang bomber itu? Sejak Natal tahun lalu,
pemain internasional Spanyol ini baru mencetak empat gol.Jumlah yang sangat
sedikit dibanding 13 gol sebelumnya.
Selain faktor kelelahan, cedera juga menjadi musuh yang
sedang ditumpas Conte. Harga untuk dua alasan ini harus dibayar mahal dengan
kekalahan atas Palace. Costa dan N’Golo Kante baru saja membela negara
masing-masing. Absennya Viktor Moses, membuat Pedro Rodroguez terpaksa
ditempatkan pada posisi bek sayap.
Tidak semua pemain depan memiliki naluri bertahan sama
bagusnya. Itu terjadi pada Pedro yang
sedikit banyak menjadi sebab terciptanya gol balasan dari Wilfried Zaha.
Dan nasib buruk Chelsea pun menjadi jelas saat Christian Benteke mencatatkan
namanya di papan skor. Gol pembuka dari Cesc Fabregas tidak lagi berarti.
Mantan bek Arsenal Martin Keown pun ragu-ragu mengomentari
masa depan Liga Inggris pasca pertandingan itu. Ia berharap seperti dikutip BBC.com kejutan itu tidak berlanjut yang
pada akhirnya mengubah hasil akhir. Tetapi ia sendiri tidak punya cara untuk
memastikan itu tidak terjadi karena Tottenham begitu cemerlang sejak pergantian
tahun.
Genderang persaingan menuju tangga juara sepertinya mulai
bertalu. Mengutip Keown, “Keduanya tim terbaik.” Jadi sikap terbaik yang bisa diambil, seperti
kata Keown lagi, “mari kita lihat apa yang bisa mereka lakukan."
Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 4 April 2017.
Comments
Post a Comment