Satu Lagi Debutan Jadi Juara
Berry Angriawan dan Hardianto di podium tertinggi Malaysia GPG 2017/@Djarumbadminton |
Bongkar pasang ganda putra Pelatnas PBSI mulai berbuah
manis. Setelah Mohammad Ahsan/Rian Agung Saputro berjaya di China International
Challenge pekan lalu, pasangan baru lainnya, Berry Angriawan/Hardianto
Hardianto menjadi yang terbaik di Malaysia Masters Grand Prix Gold, Minggu
(22/1) siang WIB.
Sebelum keduanya berpasangan, Berry adalah tandem Rian
Agung, sementara Hardianto berduet dengan sesama pemain muda Kenas
Adi Haryanto. Perubahan komposisi ini tidak lepas dari mundurnya Hendra
Setiawan yang merupakan partner sejati Ahsan pada 1 Desember tahun lalu. Sejak
awal tahun ini Hendra memilih jalur profesional bersama pemain senior Malaysia
Taan Boon Heong.
Tangan dingin Herry Imam Pierngadi dan
Aryono Miranat yang masih dipercayakan menangani para pemain senior di kepengurusan
PP PBSI mulai menampakan hasil. Mengacu pada hasil baik di turnamen perdana, rupanya
Ahsan lebih berjodoh dengan Rian, begitu juga Berry dan Hardianto. Pilihan
kepala pelatih dan asisten pelatih ganda putra utama itu memberikan harapan
bagi masa depan sektor ini. Tidak lupa pula Thomas Indratjaja,kepala pelatih
ganda putra pratama yang berperan mendampingi kedua pasangan baru itu di turnamen
perdana mereka. Proficiat coaches!
Terlepas dari peran para pelatih, penampilan para pemain di
lapangan menunjukkantanda-tanda positif. Seperti Ahsan/Rian di China
International Challenge, Berry/Hardianto pun menunjukkan semangat dan mental
bertanding yang baik.
Mohammad Ahsan/Rian Agung Saputro juara China International Challenge 2017 pekan lalu/@Djarumbadminton |
Hal ini bisa dilihat pada perjuangan mereka selama turnamen.
Ahsan/Rian yang melangkah sejak babak kualifikasi tak terkalahkan hingga 16
besar Malaysia Masters. Andai saja Ahsan tak mengalami cedera pinggang,
keduanya akan terlibat perang saudara sengit dengan Berry/Hardi. Pasangan yang
disebutkan terakhir mampu membuktikan kapasitanya meski mendapat tiket gratis
ke perempat final dengan mengatasi lawan-lawannya hingga meraih gelar juara.
Di babak final Berry/Hardianto tampil luar biasa. Lebih dulu tertinggal jauh di awal
pertandingan, 2-9, keduanya berhasil mengejar hingga menyamakan kedudukan di
angka 18 sebelum balik memimpin untuk menyudahi pertandingan dengan skor 21-19.
Berry/Rian berhasil menjaga tren positif di set kedua. Sempat
imbang 3-3, pasangan ini berhasil memimpin 8-7. Selanjutnya laju kedua pasangan
tak bisa dibendung dengan selisih poin cukup jauh. Sempat berada dalam
kedudukan 15-10, Berry/Rian lantas menambah jarak menjadi tujuh poin, 18-11. Harapan
Merah Putih ini sempat kehilangan satu poin sebelum menutup pertandingan selama
44 menit dengan skor akhir 21-12.
Dengan tanpa mengabaikan Berry, Hardianto patut diacungi
jempol. Permainan pemain kelahiran Cilacap, Jawa Tengah 23 tahun silam tampil
baik, baik di depan maupun di lini belakang. Meski demikian kedua pasangan ini
tetap memiliki pekerjaan rumah untuk terus mengasah penampilan terutama di
awal-awal pertandingan. Lambat panas terbaca jelas dari pertandingan ini.
Kemenangan ini menjadi kado bagi debut keduanya, sekaligus
gelar grand prix pertama bagi Indonesia
di tahun ini. Di samping itu menjaga muka Indonesia di turnamen level tiga ini.
Dari lima wakil yang tampil di semi final, Indonesia hanya mampu meloloskan
satu wakil.
Kemenangan Berry/Hardianto mengingatkan kita pada Marcus
Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo. Marcus/Kevin adalah juara tahun
lalu di ajang tersebut, juga seusai mengalahkan wakil tuan rumah. Saat itu
pasangan rangking dua dunia ini menang rubber set atas pasangan senior Negeri
Jiran Koo Kean Keat/Tan Boon Heong dengan skor 18-21, 21-13, 21-18.
Itu adalah gelar pertama Marcus/Kevin, juga perdana bagi
Merah Putih, yang kemudian mengantar mereka ke podium tertinggi di India,
Australia dan Tiongkok dan kini bercokol di urutan dua dunia. Semoga jejak
langkah Marcus/Kevin bisa diikuti Berry/Hardianto!
Bagaimana Owi/Gloria?
Turnamen yang
belangsung di Sibu, Sarawak ini sekaligus menjadi debut bagi pasangan ganda
campuran Tontowi Ahmad/Gloria Emanuelle Widjaja. Meyakinkan sejak langkah
pertama, unggulan ini akhirnya tersandung di semi final.
Adalah pasangan non unggulan tuan rumah Goh Soon Huat/Shevon
Jemie La menjegal langkah pasangan senior-junior Merah Putih ini. Lim/Yap
menang straight set dalam tempo 41 menit dengan skor 21-17 21-18.
Asisten pelatih ganda campuran, Vita Marissa, yang
mendapingi Owi/Gloria memberikan evaluasi penting. Gloria masih terlihat tegang
berpasangan dengan Owi yang sudah berpengalaman (Kompas, 22 Januari hal.8). Wanita kealahiran Bekasi 28 Desember
1993 itu berusaha memberikan permainan terbaik yang justru memerangkapnya
sendiri.
Seperti dikatakan Vita yang pernah berbasangan dengan
Liliyana “Butet” Natsir, Flandy Limpele dan Nova Widhianto, Owi masih belajar
menjadi pemimpin setelah lepas dari bayang-bayang Butet. Sejak Owi berpasangan
dengan Butet peran pemimpin sepenuhnya
di tangan Butet yang lebih senior dan berpengalaman.
Owi harus mulai memainkan tugas tersebut untuk membimbing
dan menaikkan level permainan para pemain muda. Meski masih akan berpasangan
dengan Butet di sejumlah kejuaraan besar tahun ini seperti All England,
kejuaraan beregu campuran Piala Sudirman, dan Kejuaraan Dunia, Owi harus mulai
menyiapkan diri untuk menjadi pembimbing selama Butet menjalani pemulihan
cedera, dan terlebih lagi setelah tandemnya itu gantung raket.
Terlepas dari kekurangan ini, secara umum penampilan mereka
tidak mengecewakan. Hasil baik untuk pasangan baru. Seperti dikatakan Vita, “Memulai
hal yang baru memang tak mudah.”
Setelah ini Owi/Gloria dijadwalkan akan turun di Thailand
Masters, 7-12 Februari mendatang. Berharap
peran kepemimpinan Owi mulai terlihat dan Gloria perlahan-lahan keluar dari
ketegangan.
Owi dan Gloria di Malasia GPG 2017/@Antoagustinus |
Distribusi seimbang
Kemenangan Berry/Hardianto sekaligus membuat Malaysia gagal
merebut dua gelar setelah sebelumnya merebut nomor ganda campuran melalui Kian
Meng Tan/Pei Jing Lai. Kian/Pei yang menjadi unggulan kedua memenangkan perang
saudara atas “pembunuh” Owi/Butet di semi final, Goh Soon Huat/Shevon Jemie Lai,
21-17 21-9.
Begitu juga Thailand yang meloloskan dua wakil dari babak
semi final gagal mendominasi perolehan gelar. Diawali Jongkolphan Kititharakul/Rawinda
Prajongjai yang merebut nomor ganda putri setelah menang mudah atas Poon Lok
Yan/Tse Ying Suet, 21-17 21-9. Keberhasilan unggulan pertama itu tak berlanjut
di partai terakhir nomor tunggal putri. Pornpawee Chochuwong harus mengakui
keunggulan unggulan teratas dari India Saina Nehwal. Namun laga keduanya
berlangsung sengit nyaris 50 menit dengan skor akhir 22-20 dan 22-20.
Tunggal putra Taiwan, NG Ka Long Angus akhirnya menegaskan
dominasinya di turnamen ini.Unggulan pertama ini berhasil menjadi kampiun
setelah pemain gaek 36 tahun dari Korea Selatan Lee Hyun Ill mundur di game
ketiga dalam kedudukkan 10-9 setelah
mencatatkan hasil imbang 14-21 21-15. Lee mundur akibat kesalahan sendiri. Ayunan
raket malah mengenai mata kirinya hingga berdarah.
Lee Hyun Ill dengan mata kiri berdarah/Indosport.com |
Tunggal nomor sembilan dunia itu merupakan penjagal para
pemain muda Indonesia. Tiga pemain masa depan Merah Putih berturut-turut Ihsan
Maulana Mustofa, Jonathan Christie dan Anthony Ginting dikalahkan sejak babak
16 besar hingga semi final. Ini baru
awal tahun masih ada kesempatan untuk balas dendam di turnamen-turnamen
selanjutnya.
Proficiat Berry/Hardianto dan para juara. Sampai jumpa di
turnamen Grand Prix Gold pekan depan di India.
Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana, 22 Januari 2017.
Comments
Post a Comment