Dia yang Tergusur di Negerinya, tetapi Diburu Asing
Rexy Mainaky/Djarumbadminton.com |
Banyak tanya menggelayut saat Ketua Umum PP PBSI, Jenderal
(Purn) TNI Wiranto tak menyertakan Rexy Mainaky dalam kabinet kerjanya untuk
empat tahun ke depan. Bukan bermaksud membuka kembali lembaran lama yang
sejatinya ditutup sementara waktu untuk menyambut kisah baru, tak ada nama pria
48 tahun dalam barisan armada Sang Jenderal cukup mengagetkan.
Setidaknya kekagetan itu terwakili dalam sejumlah
pertanyaan. Apakah mantan pemain ganda putra Indonesia itu gagal dalam empat
tahun kerja bersama Gita Wirjawan, Ketum PBSI sebelumnya? Apakah adik Richard
Mainaky ini pantas dibuang begitu saja, dengan tanpa memberi waktu lagi, atau
setidaknya diberi tempat berbeda tetapi masih dalam gerbong kepengurusan yang
sama? Begitu mudahnya kita “membuang” sosok seperti Rexy begitu saja?
Saya tidak bermaksud meragukan Susy Susanti, Kepala Bidang
Pembinaan dan Prestasi yang kini menggantikan Rexy. Toh, Susy punya catatan
prestasi sebagai atlet yang gilang gemilang bahkan tak tertandingi oleh pebulu
tangkis Indonesia lainnya hingga kini. Begitu juga pengalaman di luar lapangan
setelah gantung raket dini pada usia emas 26 tahun. Selama kurang lebih 19 tahun
peraih emas tunggal putri Olimpiade Barcelona 1992 itu tetap wira-wiri di dunia yang telah
membesarkan namanya baik dalam laku bisnis maupun kepelatihan dengan bertindak
sebagai staf ahli, penasihat atau motivator maupun sponsor.
Tetapi patut diakui Susy belum teruji sebagai pelatih, hal
mana yang selalu ditolaknya sejak gantung raket dengan berbagai alasan, antara
keluarga dan bisnis. Meski pada akhirnya Susy tak kuasa menolak ajakan Wiranto,
mendepak Rexy begitu saja tetap mengundang tanya.
Banyak hal akhirnya terungkap setelah diungkap di antarnya
oleh jurnalis senior, Daryadi di majalah yang dikelolanya, Bulutangkis Indonesia, edisi Januari 2017. Pertemuan singkat yang
dipaksakan Daryadi terjddi di bandar
udara Soekarno-Hatta, Selasa (20/12/2016) satu jam sebelum KLM membawanya ke
Kuala Lumpur, rumah keduanya dalam 10 tahun terakhir.
“Saya sama sekali tidak tahu apa sebabnya karena saya baru
tahu juga setelah pengumuman itu,”tandas Rexy ketika ditanya sebab tak masuk
pengurus PBSI periode 2016-2020.
Rexy mengaku dirinya juga tidak diaja bicara sebelumnya,
setidaknya untuk mendapatkan penjelasan mengapa ia tidak lagi dipercaya.
“Itulah yang sebetulnya membuat saya agak kecewa mengapa
harus diam-diam seperti itu, jadi mengesankan seperti ada konspirasi.
Hmmm, konspirasi? Apakah karena setia dan bekerja tekun
bersama Gita maka ia pantas dilengserkan? “Tapi, saya berprinsip di periode
yang lalu Ketua Umumnya adalah Pak Gita. Jadi kalau saya harus loyal kepada
beliau tentu memang sudah sepatutnya saya bersikap sebagai anak buahnya.”
Jangan-jangan ada permainan dari pihak lain, atau mungkin
karena permintaan seperti nilai gaji yang terlampau besar? Rexy mengaku soal
gaji mestinya bisa didiskusikan, apalagi hal seperti itu lumrah dalam dunia
kerja profesional. Setiap pekerja patut mendapat upah, sesuai kualitasnya.
Ketika ditanya jangan sampai pihak Djarum, salah satu
sponsor besar dan pelaku penting dalam bulu tangkis Indonesia, turut bermain,
Rexy tegas membantah. Ia mengaku memiliki relasi yang sangat baik dengan
pimpinan perusahaan rokok itu, Victor Hartono.
“Kalau memang seperti itu mengapa tidak dari dulu saja saya
diganti. Saya pun sangat respek dan hormat dengan orang seperti Pak Victor yang
begitu total mau mengabdikan diri buat kemajuan bulu tangkis Indonesia. Saya
tidak membayangkan apa jadinya bulutangkis Indonesia kalau beliau tidak
berkenan lagi membantu.”
Terlepas dari komunikasi yang tertutup dan penuh misteri
ini, kita pun menduga-duga apakah sebabnya pada kinerja. Selama empat tahun “tukang
gebuk” yang pernah berpasangan dengan Ricky Subagja ini kurang berhasil memainkan perannya untuk
proses regenerasi dan prestasi bulu tangkis tanah air, seperti itu?
Mengacu pada dua indikator itu, Rexy tidak gagal. Di ganda
campuran dan ganda putra, prestasi Indonesia terus berlanjut. Terus bermunculan
lapisan-lapisan mulai dari senior hingga junior yang siap berprestasi. Dengan
tanpa perlu mengeja panjang, di ganda putra setelah Hendra Setiawan/Mohammad
Ahsan “selesai” kita sudah mendapat penerus dalam diri Marcus Fernaldi Gideon/Kevin
Sanjaya Sukamuljo yang gilang gemilang di tahun 2016.
Begitu juga di ganda campuran. Selain Tontowi Ahmad/Liliyana
Natsir, Praveen Jordan dan Debby Susanto sudah berhasil merangsek ke jajaran
elit dunia. Owi/Butet, sapaan Tontowi/Liliyana berhasil mengembalikan tradisi
emas Olimpiade yang sempat lepas di London tahun 2012 silam. Sedangkan
Praveen/Debby membanggakan Indonesia di All England 2016.
Marcus dan Kevin, serta para pemain tunggal putra masa depan
seperti Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Sinisuka Ginting
adalah bibit-bibit muda yang disiapkan secara terencana oleh Rexy dan timnya di
Pelatnas Cipayung.
“Saat ini mereka memang masih seperti bunga yang baru
kuncup. Targetnya mereka akan mekar saat berlangsung Olimpiade Tokyo 2020.”
Memang patut diakui di sektor putri, proses regenerasi
berjalan lambat. Banya faktor mengemuka. Bibit yang minim, ditambah jurang yang
dalam antara generasi senior dan junior. Untuk mempersempit “gap” itu butuh
waktu dan proses yang tidak cepat. Apakah karena hal ini, Rexy harus angkat
kaki?
Manajemen Pelatih
Tidak ada yang tahu secara pasti kualitas dan keandalan Rexy
selain pihak-pihak yang telah bekerja
sama dengannya. Namun kepercayaan yang diperoleh dari banyak negara di dunia
menunjukkan seperti apa pentingnya Rexy dalam bulu tangkis.
Tidak semua pemain termasuk yang hebat sekalipun berbakat
dan andal sebagai pelatih. Rexy salah satu yang mempunyai anugerah istimewa
itu. Memulai karir pelatih di Inggris pada 2001, setelah tiga tahun bertanya
diri usai gantung raket profesional. Meski belum punya pengalaman melatih, Rexy
sanggup memenuhi target Asosiasi Bulutangkis Inggris (BE) yang telah
mendekatinya sejak 1998. Medali Olimpiade Athena 2004 berhasil diraih melalui
ganda campuran Nathan Robertson/Gail Emms yang melaju ke final meski ahirnya
menyerah di tangan Zhang Jun/Gao Ling dari Tiongkok.
Berhasil di Inggris, Rexy dipinang Asosiasi Bulutangkis
Malaysia (BAM). Tujuh tahun ia bekerja memajukan bulu tangkis Negeri Jiran.
Puncak pencapaian yakni mencetak ganda putra tangguh, Koo Kien Keat/Tan Boon
Heong. Menjuarai Asian Games Doha 2006 dan All England setahun kemudian, adalah
puncak prestasi pasangan yang kini telah bercerai dan salah satu dari antaranya
akan berpasangan dengan Hendra Setiawan sejak awal tahun ini.
Koo Kien Keat/Tan Boon Heong/www.freemalaysiatoday.com |
BE merayu Rexy untuk kembali lagi ke Inggris pada 2011.
Namun tawaran itu ditampik. Ia memilih Filipina, negara yang tidak memiliki
tradisi dan sejarah bulu tangkis dunia. “Justru karena bulu tangkis tidak
populer di Filipina, saya pilih ke sana. Saya suka tantangan,”tegasnya.
Baru setahun di Filipina, Rexy dipanggil pulang oleh Gita
untuk membantunya sebagai Kepala Binpres. Kepulangan Rexy menunjukkan bahwa keberpihakannya
kepada bulu tangkis Indonesia berada di atas negara-negara lain. Bisa jadi
tawaran dari negara-negara asing lebih menggiurkan. Tetapi Indonesia tetap
utama di hatinya.
“Bukan kali ini saja saya dianggap seperti itu. Kalau saya
menerima tawaran melatih di negeri orang, hal itu karena saya tidak diperlukan
lagi di negeri sendiri....selain itu meski saya melatih di negara manapun,
setiap kali ditanya berasal dari mana saya selalu bangga menjawab dari
Indonesia. Jadi, jangan pernah meragukan nasionalisme saya,”jawabnya ketika
dipancing tanya tidak nasionalisme karena menerima pinangan Thailand usai tak
“dipakai” lagi di Indonesia.
Ya, dalam rentang dua hari setelah tak masuk kabinet
Wiranto, telepon genggam Rexy selalu berdering. Selain tanya dan uneg-uneg
lainnya, muncul tawaran dari Inggris, Kanada dan Thailand. Mempertimbangan
jarak yang lebih dekat ke tanah air, juga kesesuaian konsep kedua pihak, Rexy
ahirnya menerima tawaran untuk bekerja sama dengan Thailand. Terhitung mulai 5
Januari 2017 hingga tiga tahun ke depan menjadi Pelatih Kepala di Pelatnas
Thailand.
Bersama bulu tangkis Negeri Gajah Putih yang tengah
berkembang, Rexy mendapat “PR” untuk berjaya di Olimpiade empat tahun mendatang
dan merebut Piala Uber 2018. Melihat potensi Ratchanok Intanon dan kolega saat
ini, tentu target tersebut tidak berlebihan dan bersama Rexy bukan mustahil terwujud.
Rekam jejak Rexy sudah tergerai jelas. Terlepas dari
kekurangannya, hilangnya sosok yang sangat tegas dalam prinsip ini tentu
menjadi kerugian tersendiri bagi bulu tangkis Indonesia yang tengah berkembang.
Rexy adalah gambaran kecil bagaimana Indonesia mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya pelatih yang tidak hanya banyak dalam jumlah, juga
tinggi dalam kualitas. Tak terhitung berapa banyak pelatih Indonesia kini
bekerja di negara lain. Terkini, sosok yang membesarkan Taufik Hidayat, Mulyo
Handoyo, mengikuti jejak Atiek Djauhari yang memoles Saina Nehwal di Asosiasi
Bulutangkis India.
Memang stok pelatih berlimpah membuat PBSI kelimpungan
mengelolanya, sehingga tak sedikit yang merasa tidak dibutuhkan di tanah air
memilih hengkang ke mancanegara. Sistem yang jelas, tegas, transparan dan
terukur sekiranya patut diterapkan dalam manajemen kepelatihan di Indonesia
agar para pelatih bisa berkompetisi secara sehat untuk Indonesia sehingga tidak ada yang “dibuang” percuma dan merasa tersakiti.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 14 Januari 2017.
Comments
Post a Comment