“Buena Suerte” Luis Milla!
Luis Milla (tengah) saat diperkenalkan sebagai pelatih timnas senior Indonesia di Kantor PSSI, Jakarta, Jumat 20/1/2017/foto: Segaf Abdullah/Juara.net |
Luis Milla. Nama belakangnya persis seperti eks striker legendaris Kamerun yang pernah dua tahun merumput di Indonesia. Albert Roger Mooh Miller alias Roger Milla. Pria yang kini berusia 64 tahun itu tidak akan pernah hilang dari sejarah sepak bola dunia. Tiga kali mengikuti putaran final Piala Dunia, menjadi pemain tertua yang tampil dan mencetak gol di ajang akbar itu.
Di Piala Dunia 1994 di Ameria Serikat, Milla masih
mencatatkan namanya di papan skor saat menghadapi Rusia. Saat itu usianya sudah
42 tahun.
Kedatangannya ke Indonesia langsung menjadi primadona. Meski
tak muda lagi, ia masih sanggup menghibur penonton selama dua tahun sejak 1994
hingga 1996. Selama masing-masing setahun, Milla membela Pelita Jaya dan Putra
Samarinda sebelum kembali ke kampung halamannya.
Ia masih bermain selama tiga tahun bersama Tonnerre Yaounde,
salah satu klub tersukses di sana, yang pernah dibelanya di awal karir sebelum
hijrah ke sejumlah klub Eropa seperti Bastia, Saint-Etienne dan Montpellier di
Liga Prancis.
Setelah masa Milla dari Kamerun, kini Indonesia kedatangan
Milla dari Spanyol. Pria bernama lengkap Luis Milla Aspas akan tinggal menunggu waktu diumumkan sebagai
timnas senior Indonesia. Setelah masa kepelatihan Alfred Riedl berakhir setelah
Piala AFF lalu, seiring dengan semangat baru yang dihembuskan pengurus baru PSSI,
pria 50 tahun itu pun diikat dengan kontrak maksimal dua tahun.
Ia menyisihkan sejumlah kandidat pelatih asing, seperti
mantan pelatih timnas Jepang Alberto Zaccheroni dan Luis Fernandez, mantan
pelatih Paris Saint-Germain. Penunjukkan Mila, begitu juga pelatih-pelatih
sebelumnya, selalu diiringi pro kontra. Ada tanda tanya, begitu pula optimisme.
Beberapa pertanyaan yang mengemuka bisa diangkat. Mengapa
bukan dua calon lain yang ditunjuk? Mengapa tidak memilih pelatih lokal yang
notabene telah mengetahui seluk beluk persepakbolaan tanah air, ketimbang orang
yang sama sekali baru dan buta kondisi domestik? Ditambah lagi, Indonesia pernah
punya sejarah dilatih tangan-tangan asing dengan hasil yang tidak terlalu
menggembirakan. Alfred Riedl bisa menjadi contoh dalam hal ini.
Seperti pelatih asing, tangan-tangan lokal yang membesut
timnas juga setali tiga uang. Karena itu opsi mendatangkan pelatih dari luar
negeri dengan track record lebih bagus adalah pilihan telak. Begitulah
salah satu pertimbangan dari sisi berbeda.
Bagaimana sepak bola Indonesia bisa dibangun bila kita terus
terbelenggu dalam polemik dikotomis? Sudah saatnya menatap ke depan. Dengan
tanpa membawa semua sejarah kelam masa lalu, saatnya Garuda disiapkan untuk
terbang lebih tinggi.
Dalam nada optimisme itu kita menyambut Luis Milla. Sebelum resmi
dipilih, Milla,begitu juga Luis Fernandez, sudah lebih dulu mempertanggungjawabkan
diri mengapa dirinya paling layak di hadapan panelis yang merupakan para
petinggi PSSI (Kompas, Jumat, 20
Januari, hal.31).
Iwan Budiarto, Wakil Ketua Umum PSSI membocorkan sedikit
hasil presentasi itu yang masih menjadi rahasia. Mengutip Iwan, “Di dalam
(presentasi) tadi, dia sangat scientific (ilmiah).
Ia memaparkan hal-hal seperti agenda (timnas), potensi kita, hingga kekuatan
lawan.
Lebih lanjut dikatakan. “Juara SEA Games (2017) menjadi
target antara yang disampaikannya.Target besarnya meraih empat besar di Asian
Games 2018.”
Target Milla sejalan dengan visi besar sang Ketua Umum PSSI,
Edy Rahmayadi. Bisa sejumlah hal meyakinkan, terlebih kesamaan visi ini membuat
pihak PSSI memilih Milla.
Namun apa artinya mimpi indah itu di tengah situasi persepakbolaan
Indonesia yang baru bangun dari mati suri? Riedl telah memainkan peran transisi
yang baik setelah sepak bola Indonesia dibekukan selama setahun. Selanjutnya
Milla tidak hanya bertugas melanjutkan jejak Riedl, tetapi lebih penting dari
itu adalah turut membangun fondasi yang bukan lagi rapuh, tetapi belum
terbangun secara baik.
Di sini peran Milla menjadi penting. Jejak rekam Milla
sangat membantu. Sebelum terjun ke dunia kepelatihan, Milla memiliki pengalaman
sebagai pemain yang cukup panjang. Jebolan akademi La Masia, yang melahirkan para pemain hebat seperti Xavi Hernandez, Andres Iniesta dan Lionel Messi- ini pernah membela
Valencia, Barcelona dan Real Madrid dalam 16 tahun karir profesionalnya.
Memenangkan tiga gelar La Liga, sekali bersama El Barca dan dua kali bersama
rival bebuyutan Barcelona itu, adalah sejumlah prestasi terbaik pria yang
berposisi sebagai gelandang bertahan ini.
Pengoleksi 11 gol ini
juga dikenal bertangan dingin saat menjadi pelatih. Ia pernah menangai tim muda
Getafe dan sejak 2008 dipercaya membangun skud muda timnas Spanyol. Juara Piala
Eropa U-21 tahun 2011 adalah prestasi
terbaik Milla sebagai pelatih.
Di sini pengalamannya menjadi pelatih, terutama tim muda
amat membantu Indonesia. Seperti dikatakan Direktur Teknik PSSI, Danurwindo,
Milla tidak hanya memainkan peran sebagia pelatih timnas senior. Pengalaman
menangani tim muda akan dibagikan dalam pengembangan kurikulum sepak bola yang
tengah digodok PSSI.
@Juara |
Dengan demikian banyak hal yang bisa diperoleh dari pria
kelahiran Aragon itu. Meski mendatangkan pelatih dengan segudang ilmu dan
pengalaman ada hal penting yang patut disadari. Milla akan bekerja dalam kultur
sepak bola Indonesia yang berbeda, untuk mengatakan jauh tertinggal di belakang
Spanyol. Segala sesuatu terkait sepak bola Indonesia, kecuali semangat dan
popularits, masih amburadul, belum terstruktur baik.
Mulai dari sistem
pembinaan, kurikulum sepak bola, fasilitas dan infrastrukur fisik dan non fisik
seperti pelatih dan wasit masih jauh dari layak dan memadai. Belum lagi
bayang-bayang campur tangan dan kepentingan di luar sepak bola masih membayang.
Membayangkan semua itu sudah pasti membuat Milla pening.
Baiknya, ia punya tekad membangun dan nekat mematok target tinggi bagi sepak
bola Indonesia. Ini tidak lain sebentuk harapan, sebagaimana keberanian PSSI
mendatangkan sosok sehebat Milla, untuk mengembalikan sepak bola Indonesia pada
jalan yang benar dan lurus.
"Ini pekerjaan penting dan saya termotivasi untuk
membuat timnas Indonesia lebih kompetitif. Saya akan bekerja semaksimal mungkin
untuk itu," ungkap Milla saat konferensi pers usai dikukuhkan PSSI seperti
dukutip dari Kompas.com.
Buena suerte, semoga
sukses Luis!
Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana, 20 Januari 2017.
Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana, 20 Januari 2017.
Comments
Post a Comment