Pensiun Sempurna Si Ganteng dan Kaya Prestasi Lee Yong-dae
Gambar
Lee/Yoo dari @LYDSparkers
Saya masih ingat, hari itu, Jumat, 3 Juni 2016. Saya berkesempatan
ke Istora Senayan, Jakarta tempat berlangsungnya Indonesia Open Super Series
Premier. Penonton dari beragam usia membludak. Datang terlambat, jelas, saya
kesulitan mendapat tempat strategis untuk menyaksikan pertandingan.
Dengan terpaksa, setelah mencari-cari ruang, akhirnya saya
mengambil tempat di salah satu sudut di sisi barat Istora. Ternyata pilihan
tempat tersebut membawa berkah. Dari jarak dekat saya melihat aksi ganda nomor
satu dunia, Lee Yong-dae/Yoo Yeon Seong. Berada di lapangan tiga, pesona Lee
terutama, tak kalah dengan Jonatan Christie, pemain muda Indonesia yang tengah
bertanding di lapangan utama yang terletak di tengah (rekaman lengkap di sini http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/ketika-menjadi-saksi-pertarungan-dua-tunggal-muda-indonesia_5751c3f12b7a61100c64ed62).
Meski sebagian besar perhatian lebih tertuju ke lapangan
utama, teriakan-teriakan dan histeria terutama dari kaum hawa tak kalah nyaring
mengiringi aksi Lee/Yoo di lapangan. Berwajah rupawan, dan piawai di lapangan
menjadi nilai lebih para pemain Korea itu. Di Indonesia nama mereka, terutama
Lee sudah sangat familiar.
Saya patut bersyukur dengan kesempatan istimewa tersebut. Mungkin
saja itu kesempatan pertama dan terakhir melihat keduanya berpasangan di
lapangan karena setelah hari ini, hal serupa itu tak pernah terulang lagi.
Lee sudah memutuskan mundur dari tim nasional Korea, tepat
setelah turnamen Korea Open Super Series yang berakhir Minggu, (02/10) hari
ini. “Pensiun itu pasti dan aku ingin istirahat dari bulu tangkis untuk
sementara waktu. Dokumen pensiun sedang dalam proses,”ungkapnya dalam wawancara
dengan bwfworldsuperseries.com.
Keputusan bersejarah itu sudah dihembuskan sejak Olimpiade
Rio de Janeiro usai. Hasil kurang maksimal di ajang akbar itu disinyalir
menjadi pemicu. Ia bersama para pemain senior lainnya, terbanyak dari Tiongkok,
ramai-ramai mengungkapkan rencana gantung raket.
Di ajang multievent itu, alih-alih melangkah ke partai
puncak unggulan teratas sekaligus favorit juara itu malah kandas di tangan pasangan
Malaysia Goh V Shem/Tan Wee Kiong di babak perempatfinal. Keduanya menyerah
setelah berjuang selama 86 menit dengan skor 21-17, 18-21 dan 19-21.
Lee berterusterang hasil buruk itu masih menghantuinya
hingga saat ini. Dari deretan prestasi luar biasa yang telah diraihnya,
kegagalan itu menjadi salah satu penyesalan yang mungkin tak akan pernah
dilupakan, selain gagal di Kejuaraan Dunia 2009 di India.
“Aku merasa paling
menyesal tentang Olimpiade terakhir di Rio. Aku terlalu tegang dan merasa
terlalu banyak tekanan dari publik. Bila tak seperti itu, saya mungkin akan
melakukan jauh lebih baik,”lanjut pria 28 tahun itu.
Meski demikian hasil buruk di Olimpiade itu hanya satu dari
beragam alasan ia memilih mundur dari karir internasional yang telah
ditekuninya lebih dari seperempat abad. Akun twitter @LYDSparkers, menguak
alasan utama Lee mundur, sekaligus jawaban final atas rayuan agar bertahan
hingga Olimpiade Tokyo 2020. Tentu rayuan itu bermaksud baik agar ia bisa
mengakhiri karir dengan medali emas Olimpiade yang belum menghiasi lemari
prestasinya.
“Saya sudah menghabiskan lebih dari 14 tahun dari hidup saya
di Perkampungan Atlet, sejak sekarang saya ingin untuk tinggal dan dekat dengan
orang tua.”
Lee
Yong-dae bersama orang tua/@LYDSparkers
Akhir sempurna
Pensiunnya pasangan ini terasa sangat istimewa. Berbeda
dengan “perceraian” salah satu musuh bebuyutan mereka, ganda terbaik Indonesia,
Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan (tulisan lengkap di sini http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/akhir-yang-pilu-untuk-ahsan-dan-hendra_57ee35cedb937371148d1c6d).
Lee/Yoo mundur saat tengah berada di puncak rangking dunia yang kukuh dalam
genggaman mereka sejak 14 Agustus 2014. Ditambah lagi keduanya tampil di laga
internasional terakhir di kandang sendiri dan sukses mempersembahkan gelar
juara. Happy ending!
Kemenangan dalam laga sengit selama 1 jam dan 26 menit atas
pasangan muda Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen, 16-21 22-20 21-18 menjadi kado
perpisahan yang manis baik untuk diri mereka maupun kepada para penggemarnya.
Usai laga pasangan ini membuka kaus yang mereka kenakan dan
dilemparkan secara acak kepada para penonton yang hadir di Gyeonggi-do, Seoul. Sambil
berjalan ke setiap sisi lapangan Lee memberikan senyuman terbaik sambil
memberikan tepukan tangan. Layaknya sebuah perpisahan, Lee tak kuasa menahan
tangis.
Di jagad bulu tangkis nama Lee sudah sangat melegenda. Ia
adalah satu-satunya pebulutangkis yang berada di rangking pertama dunia dengan
empat pasangan berbeda yakni dengan Chun Jae Sung, Ko Sung Hyun dan Yoo Yeon
Seong di sektor ganda putra sera Lee Hyo Jung dan Lee So Hee di ganda campuran.
Sepanjang karir profesional yang dimulai sejak 2003, ia
telah mengoleksi 43 gelar super series, 37 gelar dari antaranya di nomor ganda putra.
Jumlah gelar ini menobatkannya sebagai pebulutangkis dengan koleksi gelar ganda
putra terbanyak. Sementara enam gelar lainnya dari sektor ganda campuran.
Secara keseluruhan ia berada di urutan kedua sebagai pebulutangkis dengan
koleksi gelar terbanyak.
Bersama Yoo yang bertandem sejak 15 September 2013, keduanya mencatatkan
kemenangan beruntun terpanjang yakni selama 104 pekan hingga 11 Agustus 2016.
Di usia 28 tahun rasa-rasanya kita masih ingin melihat aksi
Lee di lapangan. Ia sama sekali belum kehabisan tenaga. Gerakannya masih lincah
dan smesnya masih keras seperti sebelumnya. Namun pria kelahiran Hwasun,
Jeollnam-do 11 September itu sudah ketuk palu.
Walau demikian dunia bulu tangkis belum kehilangan Lee sama
sekali. Para pendukungnya tak perlu risau karena bakal tetap melihatnya di
lapangan. Mundur dari timnas tidak berarti ia menutup buku dari dunia yang
telah membesarkannya itu.
“Sekarang saya hati-hati memutuskan alternatif karir
lainnya. Hal yang paling menyenangkan saya adalah saya akan dibebaskan dari
segala tekanan dari masyarakat untuk menang. Saya tahu fans mencintai saya;
saya akan tetap berada di sana di lapangan dalam beberapa kapasitas berbeda,”ungkap
Lee yang berpasangan dengan Lee Hyo Jung menumbangkan Nova Widianto/Liliyana
Natsir di partai final nomor ganda campuran
Olimpiade Beijing 2008.
Sudah layak dan pantas kita angkat topi setinggi-tingginya
kepada Lee. Ia adalah legenda yang telah memberikan hiburan, dan prestasi yang
tentunya sangat inspiratif dengan banyak nilai yang patut ditimba oleh para
pebulutangkis khususnya dan dunia olahraga umumnya. Melihat Lee kita tidak hanya melihat tampang atau
kulit luar saja. Ada perjuangan, ada tawa bahagia dan air mata kegagalan, dan
ada keberanian mengambil keputusan yang membungkus semua pencapaiannya yang
luar biasa itu.
Akhirnya seperti ciutan pemain ganda Denmark, Mathias Boe
(yang berpasangan dengan Carsten Mogensen) di akun twitternya @mathiasboe, kita
pun melambungkan terima kasih dan berharap kebahagiaan mengiringi keputusan
bersejarah ini.
“Untuk salah satu lawan terberat, terima kasih untuk banyak
kenangan saat di lapangan, berharap Anda pesiun bahagia Lee Yong Dae / Yoo Yeon Seong.”
Salut!!!!
Gambar
dari @LYDSparkers
Rangkuman Prestasi Lee
Yong-dae
43 gelar super series
Emas ganda campuran Olimpiade Beijing 2008
Perak Kejuaraan Dunia : 2007, 2009 dan 2014
Perak Asian Games 2014 (ganda putra)
Perak Asian Games 2014 (beregu putra)
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 2 Oktober 2016.
Comments
Post a Comment