Gita Wirjawan dan Wiranto, Siapa Layak Pimpin PBSI?
Gita Wirjawan (dua dari kanan) saat penyerahan hadiah kepada
Tontowi Ahmad/Liliyana Natasir, peraih emas ganda campuran Olimpiade Rio
2016/berita.suaramerdeka.com
Akhir bulan nanti, tepatnya sejak 30 Oktober – 1 November akan
dihelat Musyawarah Nasional (Munas) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia
(PBSI) bertempat di Surabaya, Jawa Timur. Salah satu agenda penting dalam
kegiatan tersebut adalah pemilihan Ketua Umum PP PBSI masa bakti empat tahun ke
depan, 2016-2020.
Ada dua nama yang sudah memastikan diri maju sebagai calon
orang nomor satu di induk organisasi olahraga tepok bulu seluruh Indonesia itu.
Petahana Gita Wirjawan dan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan,
Wiranto.
Beberapa waktu lalu Gita telah mengembalikan formulir
pendaftaran bakal calon ke sekretariat tim penjaringan dan penyaringan bakal
calon di Pelatnas PBSI Cipayung, Jakarta Timur. Sementara Wiranto telah mendeklarasikan
diri di Tambora Room, Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (15/10) lalu. Selanjutnya
seturut tahapan, setelah masa pendaftaran sejak 15-27 Oktober, menyusul proses
verifikasi pada 27-30 Oktober nanti.
Terlepas dari munculnya calon lain, kembalinya Gita dan
munculnya Wiranto menarik diangkat. Kedunya kini menyandang status berbeda.
Gita yang juga mantan menteri adalah pejabat yang masih bertugas, sedangkan
Wiranto masih menyandang predikat sebagai orang nomor satu di Kemenko Polhukam.
Dari antara keduanya, siapa tepat memimpin PBSI?
Rekam jejak Gita
Empat tahun menahkodai PBSI, tercatat sejak 2013-2016, Gita
telah menorehkan sejumlah prestasi. Pada masanya sebanyak 27 gelar superseries,
5 medali emas SEA Games, 2 medali emas di Asian Games, dan 3 gelar Juara Dunia
berhasil dibawa pulang para atlet Indonesia.
Salah satu pencapai terbaik ditorehkan di Olimpiade Rio de
Janeiro melalui pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang sukses mendulang
medali emas nomor ganda campuran.
Selain itu, pria kelahiran Jakarta 51 tahun lalu melakukan
terobosan untuk memberikan kesejahteraaan lebih kepada para atlet dan pelatih. Seperti
dilaporkan badmintonindonesia.org, pada masanya sistem sponsor diubah dari
sistem kolektif menjadi individu. Sistem tersebut benar-benar memberikan faedah
bagi para atlet. Mereka sendirilah yang terikat dengan para sponsor sehingga langsung
menikmati “kemewahan” dari para sponsor.
“Dengan sistim ini
tentunya para pemain akan semakin termotivasi untuk berprestasi dan
meningkatkan performanya lebih baik lagi. Disamping itu,sponsor individu
juga merupakan suatu upaya untuk menarik bibit-bibit muda agar mereka mau
berkarier di dunia bulutangkis. Kami ingin membuktikan bahwa berkarier sebagai
atlet bulutangkis ini sangat menjanjikan di masa depan," tandas Gita.
Peran penting yang telah dilakukan mantan menteri
perdagangan RI itu diakui oleh Kepala Bidang Pembinaan PP PBSI, Rexy Mainaky.
Menurut mantan pebulutangkis nasional itu, Gita telah menempatkan orang-orang
yang tepat di posisi yang pas. Selain itu, kepada orang-orang yang dipilih itu,
ia memberikan kepercayaan penuh.
“Nasihat-nasihat
beliau juga memberikan wawasan kepada para atlet yang membuat mereka
termotivasi. Semangat kelembagaan yang mengutamakan kerja tim yang solid inilah
yang membuat kita bisa meraih emas di Olimpiade 2016 ini dan punya generasi
muda yang siap berprestasi untuk empat tahun kedepan,” aku Rexy.
Tak heran dukungan agar Gita maju lagi mengalir dari 20
Pengurus Provinsi. Saat pengembalian formulir pendaftaraan yang diwakili Ketua
Umum Pengprov PBSI Kalimantan Tengah, Barlen didampingi juru bicara tim
Pendukung Gita Wirjawan, Sofyan Masykur yang juga merupakan Sekretaris Umum
Pengprov PBSI Kalimantan Timur, hadir pula perwakilan dari sejumlah Pengprov
untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Gita.
“Pak Gita sudah terbukti kinerjanya dengan pembinaan atlet
yang baik serta prestasi yang mendunia. Di samping itu karena kemampuan
manajerialnya yang bagus maka Pak Gita mendapatkan dukungan dari
Pengprov-Pengprov dan para pelaku olahraga bulutangkis, yaitu atlet, pelatih
dan elemen bulutangkis lainnya,” ungkap Sofyan.
Di balik prestasi Gita ada hal-hal yang belum atau luput
dari perhatian. Perhatian yang intes terhadap klub-klub untuk menjaring
bibit-bibit muda, serta mandeknya sektor putri adalah beberapa contohnya.
Gelar-gelar yang bisa dibawa pulang para pebulutangkis di
atas tentu bisa lebih banyak andaisaja kita tidak hanya bergantung pada
pemain-pemain senior. Bila digerai, gelar-gelar prestisius itu sebagian besar
disumbangkan para pemain kawakan. Dan lebih dari itu hampir semuanya berasal
dari sektor-sektor andalan seperti ganda putra, dan ganda campuran, serta ganda
putri. Sementara sektor tunggal, terutama tunggal putri, nyaris tak bisa
berbuat banyak.
Sudah bukan rahasia lagi sektor tunggal menjadi PR besar
pengurus PBSI selama beberapa periode terakhir. Setelah era Taufik Hidayat,
Susi Susanti, Mia Audina dan beberapa pemain tunggal lainnya, Indonesia praktis
hanya menjadi penonton di panggung-panggung internasional. Pertanyaan, apa yang
telah dilakukan Gita dan kolega selama empat tahun terakhir?
Bagaimana Wiranto?
Munculnya nama Wiranto cukup mengagetkan, walau fenomena
pejabat rangkap jabatan bukan hal asing di negeri ini. Saat acara deklarasi,
mantan Panglima TNI itu mengaku bahwa dirinya penggemar bulu tangkis.
Alasan tersebut diperkuat dengan keinginannya untuk
mengembalikan kejayaan bulu tangkis Indonesia secara paripurna. Tak hanya kaya
pengalaman politik dan militer, Wiranto juga pernah menahkodai sejumlah induk
olahraga seperti taekwondo, bridge dan karate.
“Saya masih memiliki semangat untuk memimpin
organisasi olahraga, meskipun sebenarnya saya ingin istirahat setelah
berpengalaman memimpin tiga cabor. Namun saya melihat prestasi bulutangkis
Indonesia masih bisa ditingkatkan lagi,” aku Wiranto.
Wiranto/en.tempo.co
Hemat saya tidak salah dengan Wiranto. Tokh ia
ternyata punya pengalaman organisasi yang cukup termasuk di bidang olahraga. Namun,
patut ditanya, sejauh mana prestasi ketiga induk cabang olahraga yang pernah
dipimpinnya?
Selain itu, saat ini Wiranto masih terikat jabatan politis,
sebagai koordinator untuk urusan-urusan yang sangat vital dan penting di
rebublik ini. Bila Jokowi tak berubah pikiran, jenderal 69 tahun itu akan
menjabat menteri hingga tiga tahun ke depan. Artinya, bila terpilih sebagai
ketua PBSI, maka selama tiga tahun ke depan, Wiranto akan berdiri di antara dua
kursi. Bagaimana bisa ia menerjemahkan cita-cita dan menunaikan amanah untuk
meningkatkan prestasi bulu tangkis tanah air bila pikiran dan hatinya mendua?
Hemat saya nama Gita masih pantas disebut. Kepadanya tinggal
diserahkan target lebih, terutama melakukan kaderisasi atau regenerasi,
terutama di sektor tunggal umumnya dan bagian putri khususnya. Namun bila ada
kader lain, yang benar-benar paham seluk beluk bulu tangkis, berasal dari latar
belakang profesional (bisa juga pengusaha sehingga mempermudah lobi sponsor dan
sebagainya) dan memiliki rencana jelas dan peta jalan bulu tangkis Indonesia
empat tahun ke depan, mengapa tidak kita songsong. Bagaimana menurut Anda?
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 20 Oktober 2016.
Comments
Post a Comment