Ada Apa dengan Pebulutangkis Muda Indonesia?
Ihsan Maulana Mistofa/radarriau.net.
Demikian pertanyaan yang mengemuka melihat sepak terjang
para pemain muda Indonesia di Thailand Grand Prix Gold yang tengah berlangsung
di Nimibutr Stadium, Bangkok. Mengirim banyak pemain muda, hanya lima wakil
dengan satu dari antaranya pemain senior, yang akhirnya lolos ke babak
perempatfinal yang akan dihelat, Jumat (07/10) hari ini.
Kelima wakil yang lolos itu adalah Sony Dwi Kuncoro (tunggal
putra), Dinar Dyah Ayustine (tunggal putri), Berry Angriawan/Rian Agung Saputro
dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (ganda putra) serta ganda putri, Devi
Tika Permatasari/Keshya Nurvita Hanadia.
Hanya Sony dan Berry/Rian yang terhitung sebagai unggulan
yang masih bertahan hingga delapan besar. Padahal sebelumnya komposisi wakil
Indonesia, selain mengirim banyak wakil, juga menempatkan beberapa pemainnya
dalam daftar unggulan. Di tunggal putra, Sony berada di belakang Ihsan Maulana
Mustofa yang dijagokan di tempat pertama.
Di ganda putra, selain Rian/Berry yang menempati unggulan
dua, ada Hardianto Hardianto/Kenas Adi Haryanto(5), dan Hendra Aprida
Gunawan/Markis Kido(8).
Sementara di sektor putri, dua ganda menempati unggula empat
dan enam yakni Apriani Rahayu/Jauza Fadhila Sugiarto dan Keshya Nurvita Hanadia/Devi
Tika Permatasari.
Di ganda campuran juga terdapat dua pemain unggulan yaitu
Alfian Eko Prasetya/Annisa Saufika(7) dan Edi Subaktiar/Richi Puspita Dili(8).
Hasil ini tentu melahirkan keprihatian tersendiri. Di satu
sisi tingkat persaingan para pemain muda di pentas internasional semakin
meningkat. Terbukti para pemain Thailand sudah mampu memberikan mimpi buruk
tidak hanya kepada para pemain Indonesia tetapi juga masa depan bulu tangkis
kita. Banyak bermunculan para pemain Thailand dengan kekuatan dan kemampuan
yang patut diperhitungkan.
Di sisi lain beberapa sektor antara lain putri masih perlu
perjuangan ekstra untuk melahirkan bibit-bibit muda. Fitriani misalnya belum
bisa berbuat banyak saat mengadapi Busanan Ongbumrungpan, tunggal putri
Thailand yang baru berusia 20 tahun tetapi sudah berada di rangking 16 dunia.
Menghadapi Busanan di babak 16 besar itu, Fitriani menyerah mudah 11-21 11-21.
Demikianpun di sektor ganda campuran. Setelah Tontowi
Ahmad/Liliyana Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto, Indonesia masih mencari
pelapis yang benar-benar prospektif. Alfian Eko Prasetya/Annisa Saufika, Edi
Subaktiar/Richi Puspita Dili, Rafiddias Akhdan Nugroho/Masita Mahmudin dan Riky
Widianto/Gloria Emanuelle Widjaja yang turun di turnamen ini belum bisa berbuat
banyak.
Di sektor tersebut Indonesia masih memiliki Ronald
Alexander/Melati Daeva Oktavianti, Hafiz Faisal/Shela Devi Aulia, Riky
Widianto/Richi Puspita Dili serta Edi Subaktiar/Gloria Emanuelle Widjaja namun
rangking dunia mereka masih tertinggal jauh di belakang Praveen/Debby.
Fenomena Ihsan
Dari deretan pemain unggulan di Thailand GPG kali ini,
kekalahan Ihsan patut diperbicangkan lebih lanjut. Pasalnya pemain 20 tahun ini
ditempatkan sebagai unggulan pertama namun langsung angkat koper di babak
pertama.
Pemain rangking 25 dunia kandas di tangan pemain tuan rumah
non unggulan Suppanyu Avihingsanon dalam pertarungan tiga game,17-21, 21-17,
18-21.
Kekalahan ini memperpanjang hasil kurang maksimal pemain
kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat itu di gelanggang internasional. Setelah
membuat kejutan di Indonesia Open Super Series Premier pada awal Juni ini,
performa Ihsan terlihat menurun.
Saat tampil di Istora, Senayan, Jakarta kala itu, Ihsan
mampu melenggang hingga babak semi final usai mengalahkan wakil Inggris Rajiv
Ouseph dalam pertarungan tiga game 17-21, 21-12, 21-12. Saat itu saya menjadi
salah satu saksi perjuangan menganggumkan pemain mungil ini. Meski akhirnya
gagal ke final setelah menyerah di tangan pemain kawakan, yang kini duduki
rangking satu dunia, Lee Chong Wei, nama Ihsan langsung menjadi buah bibir.
Tetapi di beberapa turnaman setelah itu, taji dan daya juang
pemain kelahiran 18 November ini tak lagi terlihat. Puncak penurunan performa
terlihat di ajang Thailand GPG kali ini. Apakah kelelahan setelah tampil all out di PON Jawa Barat yang baru saja
usai menjadi alasan?
Semestinya tidak. PON Jabar bisa dianggap sebagai ganti dari
sebuah turnamen yang semestinya terus diikuti oleh seorang pebulutangkis.
Tanda-tanda minus yang sudah terlihat setelah Indonesia Open itu sudah cukup
jelas memberikan konklusi sementara. Ihsan perlu perhatian serius.
Saat ia bersama Jonathan Christie dan Anthony Sinisuka
Ginting muncul ke panggung internasional, banyak orang mengelu-elukan mereka.
Bahkan tak sedikit yang memprediksi di tangan ketiga pemain muda itu, supremasi
bulu tangkis Indonesia, terutama di sektor tunggal putra, akan kembali
digenggam. Chong Wei sendiri memuji Ihsan sebagai titisan legenda tunggal putra
kita, Tufik Hidayat.
Namun pujian dan prediksi tersebut tidaklah cukup. Apalah arti
euforia dan puja-puji itu bila tak dibarengi dengan penggemblengan dan
pendampingan serius? Jangan sampai mereka seperti bunga indah yang layu sebelum
berkembang.
Kado Rian/Berry
Ganda putra Rian Agung Saputro/Berry Angriawan akan
menjadikan turnamen ini sebagai kesempatan untuk mendapatkan kado perpisahan. Setelah
turnamen ini keduanya akan bercerai. Masing-masing dari antara mereka akan
dipasangkan dengan dua pemain senior yang baru saja berpisah, Hendra
Setiawan/Mohammad Ahsan.
Rencananya, Rian akan ditandemkan dengan Hendra, sementara Berry
bersama Mohammad Ahsan. Bersama para senior itu, mereka akan mengawali debut di
Denmark Open Super Series Premier 2016 serta French Open Super Series 2016 yang
akan dihelat pada akhir Oktober hingga awal November nanti.
Di babak perempatfinal, Berry/Rian akan menghadapi wakil
Malaysia Hoon Tien How/Teo Kok Siang. Menghadapi unggulan enam itu, cerita
Berry/Rian akan berbeda ketika menghadapi wakil Negeri Jiran lainnya di babak
16 besar, Lee Jian Yi/Lim Zhen Ting yang dibekuk dengan mudah dalam tempo 21
menit, dengan skor 21-12, 21-16.
“Ini adalah turnamen terakhir buat saya dan Rian, kami mau
hasil terbaik di sini. Semoga saja kami bisa membawa gelar juara,” ungkap Berry
dikutip dari badmintonindonesia.org.
Rian
Agung Saputro/Berry Angriawan/badmintonindonesia.org
Sementara itu wakil Indonesia lainnya di babak delapan
besar, Sony Dwi Kuncoro akan menantang wakil Taiwan, Hsueh Hsun Yi. Dinar Dyah
akan mendapatkan lawan berat untuk mengantongi tiket semifinal. Berbeda ketika
memenangkan “perang saudara” atas Ruselli Hartawan, di delapan besar, pemain 22
tahun itu akan menghadapi wakil tuan rumah yang menempati unggulan empat Nitchaon
Jindapol.
Tantangan yang sama dihadapi oleh ganda putri Devi Tika
Permatasari/Keshya Nurvita Hanadia. Keduanya akan menghadapi salah satu andalan
tuan rumah Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai yang diunggulkan di
tempat kedua.
Berbeda dengan Dinar dan Devi/Keshya, ganda putra Fajar
Alfian/Muhammad Rian diharapkan mampu mengunci satu tiket semi final saat
menghadapi wakil Taiwan Lee Jhe-Huei/Lee Yang.
Jadwal babak
perempatfinal Thailand GPG 2016, Jumat (7/10),mulai 15.00 WIB:
Sony Dwi Kuncoro
[INA/2] vs Hsueh Hsuan Yi [TPE]
Dinar Dyah Ayustine
[INA] vs Nitchaon Jindapol [4/THA]
Berry Angriawan/Rian
Agung Saputro [INA/2] vs Hoon Tien How/Teo Kok Siang [6/MAS]
Fajar Alfian/Muhammad
Rian Ardianto [INA] vs Lee Jhe-Huei/Lee Yang [TPE]
Devi Tika
Permatasari/Keshya Nurvita Hanadia [INA/6] vs Jongkolphan
Kititharakul/Rawinda Prajongjai [2/THA]
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 7/10/2016.
Comments
Post a Comment