Presiden UEFA Terpilih dan Wajah Baru Sepak Bola Eropa
Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) baru saja mendapat pemimpin
baru. Bukan wajah lama, apalagi yang berada dalam lingkaran elit UEFA.
Aleksander Ceferin, nama yang jarang disebut-sebut, bahkan asing bagi sepak
bola dunia, mendapat mandat setelah memenangkan pemungutan suara dalam Kongres
Luar Biasa (KLB) UEFA di Athena, Yunani, (Rabu (14/9/2016).
Bersaing dengan wakil ketua UEFA sekaligus favorit, Michael
van Praag, pria asal Slovenia itu meraup 42 suara dan hanya kehilangan 13 suara
dengan tanpa ada yang memilih abstain. Ceferin akan menghabiskan dua setengah
tahun masa kepemimpinan Michel Platini yang lengser karena tersangkut skandal
dengan mantan presiden FIFA, Sepp Blatter.
Sejak Desember tahun lalu, Platini disanksi Komite Etik FIFA
tak boleh terlibat dalam semua urusan terkait sepak bola selama empat tahun-
menyusul banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga dari sanksi sebelumnya enam
tahun dari semula delapan tahun-karena terlibat masalah etis “pembayaran tidak
setia” (disloyal payment) senilai 1,3 juta poundsterling bersama Blatter pada
2011.
Merunut sanksi tersebut, sejatinya mantan bintang timnas
Prancis berusia 61 tahun itu tak diperkenankan tampil di KLB UEFA kali ini.
Namun atas izin khusus dari Komite Etik FIFA dengan alasan kemanusiaan Platini
diperkenankan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada organisasi yang telah
dipimpinnya sejak 2007 itu.
Lengsernya Platini dari kursi empuk UEFA dengan sendirinya
membuka babak baru bagi organisasi tersebut. Terlebih sang penerus yang
tercatat sebagai presiden ketujuh UEFA
ini benar-benar baru di organisasi tersebut. Walau demikian, Ceferin yang baru
berusia 48 tahun itu punya pengalam mengurus sepak bola di negaranya.
Berlatar belakang pengacara, lulusan Ljubljana
University tercatat sebagai presiden Asosiasi Sepakbola Slovenia sejak
2011 dan menjadi bagian dari pengurus dua klub besar setempat yakni FC Litija
dan NK Olimpija Ljubljana.
Tentu tak banyak yang tahu dan menduga Ceferin bisa
merangsek hingga ke tingkat Eropa. Terlebih dalam pemungutan suara terakhir ia
bersaing dengan muka lama yang telah malang melintang di badan sepak bola
Eropa. Dibanding Van Praag, jelas Ceferin menjadi pendatang baru.
Menariknya ia mampu memanfaatkan secara intensif waktu 15
menit untuk melakukan pendekatan dengan para delegasi yang mengikuti hajatan
tersebut di Hotel Grand Resort Lagonissi. Dalam waktu singkat itu ia seintensif
mungkin meyakinkan para delegasi yang sangsi dengan usia dan pengalamannya
untuk memimpin badan sepak bola bergengsi tersebut.
Menandingi sekaligus berbeda dari Ceferin, Van Praag
mengurai program-program andalannya secara detail termasuk “menjual” usianya.
Mendekati kepala tujuh, Van Praag menganggap
dirinya sudah kaya pengalaman. Pria asal Belanda itu mengasosiasikan dirinya
seperti band lawas nan legendaris Rolling Stones yang masih bertaji dan membuat
para penggemarnya bergoyang di usianya yang terbiang uzur.
Sebelum pemilihan seperti dilansir BBC.co.uk, Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) melalui mulut ketua
Greg Clarke secara jelas mendukung Van Praag. Sementara saudaranya Skotlandia
menjatuhkan pilihan kepada Ceferin.
Walau demikian setelah Ceferin terpilih, Clarke menyambut
positif dan mengaku senang bisa bekerja dengan Ceferin. Sikap sportif dan
suportif ditunjukkan pula oleh Van Praag.
“Kalah tentu tidak bagus, tetapi saya harus berterima kasih
kepada semua orang untuk kampanye terbuka dan jelas ini,”tutur Van Praag.
Dengan besar hati, Van Praag pun meminta dukungan bagi
presiden terpilih dengan alasan bahwa di antara mereka tidak ada sesuatu yang
perlu dipertentangkan. Dalam istilahnya keduanya bukan musuh dan memiliki
program dan arah kebijakan yang sama.
"Tapi hari ini demokrasi telah berbicara dan saya
menghormati itu. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada negara-negara yang
mendukung saya dari awal sampai akhir dan saya meminta mereka untuk berdiri di
belakang Aleksander. Saya akan melakukan hal yang sama. Terserah dia, tetapi
jika ia ingin meminta bantuan saya, saya selalu ada."
Mantan presiden UEFA, Michel Platini.
Perubahan mendasar
Seperti diisyaratkan Van Praag, Ceferin jelas-jelas
menghendaki adanya perubahan di tubuh UEFA. Berbeda sekaligus belajar dari pendahulunya yang
masih membawa luka masa lalu dan rasa tidak puas-yang masih saja diungkapkan
dalam 10 menit pidato perpisahan-, Ceferin ingin melakukan sejumlah pembenahan
di antaranya penekanan terhadap“Financial
Fair Play” agar seluruh klub sepak bola Eropa lebih sehat secara finansial,
persoalan pengaturan pertandingan, keamanan dan keselamatan serta rasisme.
Sambil menanti strategi nyata dari ikhtiar perubahan yang
dijanjikan, reformasi yang sudah nyata di antaranya terkait Liga Champions.
Bahkan poin ini disebut sebagai prioritas pertamanya. Dengan sendirinya ia akan
dengan senang hati menindaklanjuti kesepakatan klub-klub Eropa dan pihak UEFA
bulan lalu tentang perubahan aturan di Liga Champions dan Liga Europa.
"Ini akan menjadi hal pertama yang ditangani. UEFA
adalah organisasi yang sangat baikdan kuat. Tanpa pemimpin dalam waktu lama
itulah persoalan yang terjadi pada kami. Kami harus berbicara dan berdialog
dengan klub dan saya pikir hal itu dapat diatasi,"ungkapnya mantap.
Kesepakatan yang baru tercapai itu terkait jatah tiket,
sistem penghitungan poin koefisien dan distribusi hadiah Liga Champions yang
mulai berlaku sejak musim 2018/2019 hingga 2020/2021. Terkait jatah tiket,
disepakati bahwa empat tim teratas dari empat liga dengan koefisien tertinggi
menurut UEFA akan langsung lolos ke gase grup tanpa melewati babak kualifikasi.
Sistem baru tersebut jelas menguntungkan Liga Serie A itala
yang sejak 2012/2013 hanya kebagian jatah tiga tiket. Italia kalah bersaing
dari Jerman, Inggris dan Spanyol yang menghuni tiga besar dengan koefisien
tertinggi sekaligus berhak mengirim empat wakil. Bila dalam dua tahun ke depan
Italia mampu bertahan di empat besar maka otomatis mendapat tambahan satu tiket
lagi.
Berikut sejumlah poin
penting dalam perubahan aturan adalah (versi ringkas ini diambil dari
Juara.Net):
- - Juara Liga Europa berhak lolos
otomatis ke fase grup Liga Champions. Sebelumnya, tim terkait bisa saja
ambil bagian dahulu di babak play-off.
- -Empat tim teratas dari asosiasi yang menghuni
empat besar akan lolos otomatis ke fase grup Liga Champions.
- -Rincian detail untuk dua kompetisi ini akan
dirampungkan pada akhir 2016.
- -Ada sistem baru untuk koefisien klub. Klub akan
dinilai berdasarkan catatan masing-masing. Jadi, ada penghapusan kontribusi
poin dari asosiasi terkait.
- - Kesuksesan historis di kompetisi ini juga bakal
dihitung dalam koefisien.
- - Ada peningkatan distribusi finansial untuk klub
di dua kompetisi.
- -Ada empat pilar terkait distribusi finansial,
yaitu biaya awal, performa di kompetisi, koefisien klub, dan market pool.
Sementara itu aturan yang tidak mengalami perubahan (dikutip
dari uefa.com):
-Kesempatan bagi klub-klub dari
semua asosiasi untuk tampil di babak kualifikasi Liga Champions melalui liga
domestik dan memenuhi syarat untuk kedua kompetisi tersebut.
-Liga Champions tetap
mengalokasikan 32 tim di babak penyisihan grup yang bersaing mendapatkan 16
tiket ke fase knock. Demikian pula Liga Europa dengan 48 tim.
Berbagai perubahan tersebut mendapat beragam reaksi. Sepak
bola Italia tentu menyambut positif kebijakan ini yang memungkinkan kompetisi
di negaranya semakin kompetitif untuk mendapatkan jatah satu tiket lagi. Namun,
seperti dikatakan koresponden BBC Richard
Conway, perubahan tersebut akan mendatangkan kemarahan dari negara-negara kecil
dengan liga-liga yang kecil.
"Ini akan menjadi tugas yang berduri. Klub besar Eropa telah
menegosiasikan uang ekstra dan slot penyisihan grup dalam beberapa pekan
terakhir, sebuah kudeta yang telah mendorong kemarahan dari banyak
negara-negara kecil dan liga,”simpulnya.
Namun lanjut Richard, reaksi negatif tersebut tak akan
berpengaruh besar karena Ceferin tidak sendirian. Selain mendapat mandat penuh,
ia disokong pula oleh Jerman, Rusia, Perancis dan Italia, sejumlah negara besar
yang telah memilihnya secara bulat.
Di samping itu, sosok yang masih aktis sebagai direktur di
firma hukum keluarganya, datang dengan semangat perubahan, hal mana yang sedang
dicari dan diimpikan negara-negara Eropa setelah cukup lama tenggelam dalam
lingkaran persoalan.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 15 September 2016.
Comments
Post a Comment