Owi/Butet vs Chan/Goh, Bukan Final Biasa
Owi/Butet usai mengalahkan Zhang Nan/Zhao Yunlei di semi final Olimpiade 2016/@Badmintonupdates
Dalam hitungan jam, partai final ganda campuran Olimpiade 2016
akan dihelat di Riocentro, Rio de Janeiro. Dua pasangan terbaik, Tontowi Ahmad/Liliyana
Natsir dan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying asal Malaysia akan berebut medali emas.
Partai final yang dijadwalkan pada pukul 21.50 WIB malam
ini, mengandung banyak arti, baik untuk kedua pasangan secara pribadi, maupun nama
baik bangsa. Di satu sisi, Owi/Butet-sapaan Tontowi/Liliyana menjadi tumpuan
terakhir Indonesia untuk mendulang emas dari ajang empat tahunan kali ini,
sekaligus mengembalikan tradisi emas bulu tangkis di arena Olimpiade yang
pernah lepas di ajang serupa sebelumnya di London, 2012.
Seperti kita lihat di tabel perolehan medali sementara, per
17 Agustus, posisi Indonesia melorot ke urutan 56. Pundi-pundi medali Indonesia
belum bertambah sejak dua atlet angkat besi, Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni Agustiani
masing-masing menyumbang satu medali perak.
Di sisi lain, Malaysia pun sedang memburu emas demi
mendongkrak posisi terkini yang berada tiga strip di belakang Indonesia, dengan
raihan satu perak dan satu perunggu. Bila Chan/Goh mendulang emas, dipastikan
Malaysia berada di depan Indonesia di tabel klasemen perolehan medali.
Tak hanya menyalip Indonesia, posisi tetangga itu bakal
makin meninggi, lantaran masih memiliki peluang untuk menambah emas dari cabang
tepok bulu. Di sektor ganda putra, Malaysia juga menempatkan satu wakil di
partai puncak atas nama Goh V Shem/ Tan Wee Kiong.
Di semi final, pasangan non unggulan itu menyingkirkan “pembunuh”
Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Chai Biao/Hong Wei melalui pertarungan sengit
tiga set 21-18, 12-21 dan 21-17. Di final, mereka akan menantang unggulan empat
dari Tiongkok, Fu Haifeng/Zhang Nan yang menyisihkan wakil Inggris Raya, Marcus
Ellis/Chris Langride, 21-14 dan 21-18.
Masih ada satu wakil Negeri Jiran lagi yang berpeluang
menyabet medali. Adalah unggulan teratas, Lee Chong Wei yang akan menantang Chou
Tien Chen di delapan besar. Peluang Chong Wei melaju terbuka lebar, dalam empat
pertemuan ia belum sekalipun kalah dari pemain peringkat tujuh dunia itu.
Jelas terbaca, aroma persaingan di partai final ini tidak
semata-mata antara kedua pasangan. Tetapi juga memperlihatkan rivalitas antara
dua bangsa yang bertetangga dekat, bahkan masih memiliki ikatan kultural, namun selalu
bersaing tanpa henti. Pertandingan mereka adalah pertaruhan harga diri dan
kehormatan bangsa.
Indonesia dan Malaysia bukan baru kali ini bertarung merebut
emas bulu tangkis Olimpiade. Di Olimpiade Muenchen 1972, ganda putra kedua
negara tampil di partai final. Saat itu, Ade Chandra/Christian Hadinata menang
telak atas Ng Boon Bee/Puch Gunalan, 15-4 15-2 dan 15-11. Namun, saat itu bulu
tangkis masih berstatus eksebisi sehingga kemenangan tersebut tak berkontribusi
pada kantong medali Indonesia.
Baru pada Olimpiade Atlanta 1996, sektor ganda putra kembali
mempertemukan kedua negara. Ricky Subagja/Rexy Mainaky bersua Cheah Soon
Kit/Yap Kim Hock. Laga ini berlangsung ketat. Dramatis, boleh jadi. Kalah di
set pertama, Ricky/Rexy berhasil bangkit di dua set berikutnya untuk mengakhiri
pertarungan rubber set 5-15, 15-13 dan 15-12, sekaligus mengunci medali emas.
Goh V Shem/Tan Wee Kiong merayakan kemenangan atas Chai
Biao/Hong Wei untuk merebut tiket final ganda putra Olimpiade Rio
2016/@BadmintonUpdates.
Coming back stronger
Merunut riwayat perjalanan finalis ganda campuran Olimpiade
2016, pertemuan ini bisa saja disebut sebagai momen pembuktian setelah mendekam
dalam kekelaman. Kemenangan telak atas Xu Chen/Ma Jin di semifinal, membuktikan
bahwa Chan/Goh telah kembali seperti dulu.
Sebelum cedera lutut membekap Goh pada 2013, mereka pernah
menempati rangking tiga dunia. Operasi pada kedua lutut dan masa pemulihan 11
bulan membuat keduanya harus “bercerai”. Saat kembali berpasangan pada 2015,
mereka harus berjuang ekstra keras. Sempat tercecer di ranging 48 dunia,
keduanya sukses memenangkan gelar demi gelar-walau pada level grand prix dan
grand prix gold, hingga menduduki posisi 11 dunia saat ini.
Melihat performa Goh saat ini, tampak bahwa wanita 27 tahun
itu sudah kembali ke jalur positif dan bersama pasangan siap membuat dunia
kembali memperhitungkan mereka. Meski memiliki riwayat berbeda, pada titik
tertentu, lolosnya Owi/Butet ke partai final menandai kembalinya mereka ke
jalur semula.
Chan/Goh saat mengalahkan Xu Chen/Ma
Jin di semi final Olimpiade Rio 2016/www.thestar.com.my.
Selama setahun terakhir, penampilan Owi/Butet tak tentu. Konsistensi
sebagai pasangan elit dunia sukar dipertahankan. Puncak penurunan performa
terjadi pada 2015. Keduanya menjadi sasaran kritik atas serangkaian hasil buruk
di sejumlah turnamen. Tahun lalu, di ajang Prancis Terbuka, mereka kalah di
babak pertama, dipecundangi wakil Jepang Keigo Sonoda/Naoko Fukuman. Nasib serupa terjadi di turnamen China Open
Super Series Premier. Saat itu wakil Jerman Michael Fuchs/Birgit Michels
memulangkan tiga kali juara
All England itu di babak pertama.
Kondisi fisik, terutama cedera yang sempat menghantui salah
satu dari antara mereka mereka menjadi kendala. Bulan April tahun ini, mereka
baru bisa mengakhiri paceklik gelar saat menjuarai Malaysia Open Super Series
Premier. Menariknya, gelar super series pertama setelah terakhir kali di
Prancis Open 2014, diraih dengan susah payah dari tangan Chan/Goh.
Owi/Butet kembali menjadi bahan perbincangan. Setelah gagal
menjuarai Kejuaraan Bulu Tangkis Asia pada akhri April hingga awal Mei, usai
dibekuk Zhang Nan/Zhao Yunlei, di dua turnamen pemanasan sebelum Olimpiade,
mereka menuai hasil mengecewakan.
Awal Juni, di Indonesia Open Super Series Premier, Owi/Butet
terhenti di babak kedua di tangan pasangan non-unggulan asal Denmark, Kim
Astrup/Line Kjaersfeldt.
Selang beberapa hari setelah gagal di kandang sendiri,
Owi/Butet menuai hasil jauh lebih buruk di Australia Super Series. Ditempatkan sebagai
unggulan teratas, mengingat para unggulan lainnya memilih mundur untuk
mempersiapkan diri ke Olimpiade, Owi/Butet terpuruk di babak pertama. Mereka disingkirkan
wakil Denmark yang tak diunggulkan, Anders
Skaarup/Maiken Fruergaard.
Riwayat singkat di atas menunjukkan bahwa Owi/Butet sedang
di jalan pulang menuju puncak prestasi. Kritik demi kritik atas inkonsistensi
yang ditunjukkan setahun terakhir mendapatkan ruang pembuktian. Pada waktu yang
sama Chan/Goh pun sedang berada di jalur yang sama. Di Rio 2016 ini mereka
sama-sama berjuang tidak hanya untuk nama baik bangsa dan negara, juga harkat
dan prestasi pribadi.
Situasi ini yang membuat laga final ini sulit diprediksi. Track
rekord atau head to head pertemuan tidak
serta merta menjawab hasil akhir. Owi/Butet boleh saja merebut gelar Malaysia
Open 2016 dan belum lama menumbangkan mereka di fase grup untuk mecatatkan
delapan kemenangan dari sembilan pertemuan.
Tetapi patut diingat, Chan/Goh sedang di jalur positif. Mereka
bisa menjadi lebih kuat di pertemuan ini (coming
back stronger). Tak hanya untuk membalas dendam demi kemuliaan diri, juga
nama baik bangsa. Diharapkan motivasi Owi/Butet berlipat ganda, memadukan skill
dan kemampuan mereka yang terbukti di atas Chan/Goh, dengan tekad mengibarkan
Merah Putih di Rio De Janeiro, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia
hari ini, di hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-71.
Jadwal pertandingan badminton Olimpiade Rio 2016, 17 Agustus:
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 17 Agustus 2016.
Comments
Post a Comment