Bulu Tangkis di Rio Usai, Pekerjaan Rumah Menanti Kita
Owi/Butet dan medali emas Olimpiade Rio 2016/@INABadminton.
Berakhirnya pertarungan antara dua unggulan teratas di
sektor tunggal putra, Lee Chong Wei asal Malaysia dan Chen Long dari Tiongkok
menjadi pamungkas dari rangkaian perebutan medali Olimpiade Rio 2016. Medali emas
terakhir pun menjadi milik Chen Long usai menang straight set 21-18 dan 21-18. Sementara
kekalahan Chong Wei memupuskan harapan Malaysia untuk membawa pulang sekeping
emas. Di sektor ini medali perunggu disabet Viktor Axelsen usai menumbangkan
unggulan tiga dari Tiongkok, Lin Dan.
Dibandingkan event empat tahunan sebelumnya di London, distribusi
lima medali emas kali ini jauh lebih merata. Saat itu Tiongok menegaskan diri
sebagai raksasa dengan menyapu bersih semua medali emas. Zhan Nan/Zhao Yunlei merebut
medali emas ganda campuran setelah di final mengalahkan rekan senegaranya Xu
Chen/Ma Jin. Sementara medali perunggu jatuh ke tangan Joachim Fischer
Nielsen/Christinna Pedersen dari Denmark.
Zhao Yunlei kembali menggondol emas kedua di sektor ganda
putri berpasangan dengan Tian Qing. Medali perak menjadi milik Mizuki Fujii/
Reika Kakiiwa, sedangkan Rusia secara mengejutkan meraih perunggu melalui
pasangan Valeria Sorokina/Nina Vislova.
Seperti di ganda campuran, di bagian tunggal putri terjadi all Chinese final antara Li Xuerui dan
Wang Yihan. Medali emas akhirnya digondol Li, sedangkan perunggu diperoleh
Saina Nehwal dari India.
Ganda putra, Cai Yun dan Fu Haifeng menjadi yang terbaik. Dalam
perebutan medali emas, keduanya menumbangkan jagoan Denmark, Mathias
Boe/Carsten Mogensen. Jung Jae-sung/Lee Yong-dae kebagian perunggu untuk Korea
Selatan.
Tunggal putra, Tiongkok mendapat emas dan perunggu. Dua bintang,
Lin Dan dan Lee Chong Wei bersaing di partai puncak yang dimenangkan oleh Lin
Dan. Untuk kali kedua, Super Dan menggondol emas, dan di partai final
menghadapi rival yang sama. Pemain Tiongkok lainnya, Chen Long mendapat
perunggu.
Kejutan-kejutan
Tak dapat dipungkiri Olimpiade kali ini meninggalkan banyak
kesan. Tak hanya soal kejutan demi kejutan yang mengemuka. Laga-laga menarik
pun terjadi. Termasuk juga isyarat pensiun dari sejumlah pemain legendaris. Semua
itu adalah serba-serbi, yang tentu saja, penuh pesan penting.
Seperti sudah disinggung di atas, kali ini muncul nama-nama
baru di podium Olimpiade Rio. Pasangan ganda campuran Malaysia Chan Peng
Soon/Goh Li Ying mengejutkan dunia setelah menembus partai puncak. Sebelum dikalahkan
Owi/Butet, unggulan 13 itu menjegal sejumlah unggulan, termasuk peraih perak
Olimpiade London, Xu Chen/Ma Jin.
Kali ini Xu/Ma pulang dengan tangan hampa setelah gagal
dalam perebutan medali perunggu dengan rekan senegara, sekaligus juara bertahan,
Zhang/Zhao yang dijegal Owi/Butet di semi final.
Di tunggal putri selain memunculkan Marin dan Sindhu, ada
pula Nozomi Okuhara asal Jepang yang seumuran dengan Sindhu, 21 tahun. Okuhara,
pemain mungil yang sangat lincah, berhak atas medali perunggu setelah Li Xuerui
menarik diri karena mengalami cedera. Di semi final Li yang merupakan peraih
emas Olimpiade London ditaklukkan Marin.
Ekspresi Carolina Marin usai mengalahkan P.V Sindhu (India)
di babak final tunggal putri Olimpiade Rio/@badmintonupdates
Di sektora ganda putri Tiongkok benar-benar terpuruk. Alih-alih
meraih medali, negeri Tirai Bambu itu gagal mendulang sekeping medali pun. Edisi
kali ini Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi mempersembahkan emas pertama bagi
Jepang di cabang badminton Olimpiade. Unggulan pertama itu menang dramatis atas
pasangan kawakan Denmark, Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl.
Sementara satu-satunya wakil Tiongkok yang melangkah ke semi
final, Tang Yuanting/Yu Yang kandas dalam perebutan medali perunggu menghadapi
wakil Korea Selatan Jung Kyung Eun/Shin Seung Chan.
Malaysia kembali membuat kejutan di sektor ganda putra. Adalah
Goh V Shem/Tan Wee Kiong yang mampu melangkah hingga partai final. Pasangan non
unggulan ini nyaris meraih emas bila saja mampu memaksimalkan deuce atas sang juara Fu Haifeng/Zhan
Nan. Fu/Zhang yang merupakan unggulan empat memenangkan laga berdurasi 1 jam
dan 10 menit itu dengan skor 16-21 21-11 23-21.
Perjalanan Goh/Tan ke final sungguh luar biasa. Di perempat
final keduanya menumbangkan unggulan teratas sekaligus favorit juara asal Korea
Selatan Lee Yong dae/Yoo Yeon Seong. Tiket final diperoleh usai menggasak wakil
Tiongkok yang merupakan “pembunuh” Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di fase
penyisihan grup, Chai Biao/Hong Wei.
Di sektor ini medali perunggu menjadi milik Chris Langridge/Marcus
Ellis dari Inggris Raya setelah memenangkan pertarungan atas Chai/Hong.
Chris/Marcus ke semi final setelah menyingkirkan wakil Jepang Hiroyuki Endo/ Kenichi Hayakawa. Chris/Marcus
menjadi pasangan ketiga yang menjadi penyumbang medali bagi Inggris Raya dari
badminton setelah sebelumnya dua pasangan ganda campuran Simon Archer/Joanne
Goode (perunggu/Olimpiade 2000) dan Gail Emms/Nathan Robertson (perak/Olimpiade
2004).
Terakhir, di tunggal putra Chen Long menyelamatkan muka Tiongkok
yang meredup. Di sektor ini Denmark kebagian perunggu setelah Viktor Axelsen
mengandaskan Super Dan dalam pertandingan tiga gim, 21-15 10-21 dan 17-21.
Kemenangan Axelsen sekaligus membuka pintu masa depan yang gemilang bagi pemain
berusia 22 tahun itu. Selain Axelsen beberapa pemain muda yang cukup bersinar
di Olimpiade kali ini adalah Srikanth Nammalwar Kidambi yang bertahan hingga
babak perempatfinal.
Viktor Axelsen (Denmark/kanan) dan
peraih emas Chen Long (tengah) dan Lee Chong Wei yang meraih perunggu tunggal
putra/@Badmintonupdates
Berkesan
Pertemuan antara Lee Chong Wei dan Lin Dan di babak semi
final menjadi salah satu partai klasik di Olimpiade kali ini. Kedua pasangan
sudah 36 kali bertemu, dan 25 dari antaranya menjadi milik Super Dan. Di ajang
Olimpiade ini menjadi pertemuan ketiga. Berbeda dengan pertemuan di dua edisi
sebelumnya yang terjadi di partai final yang disapu bersih oleh Super Dan.
Kali ini Chong Wei sukses balas dendam meski bukan di partai
pamungkas. Namun, pertemuan ke-37 ini menghadirkan pertarungan yang berkelas. Di
dua set pertama kedua pemain saling mengklaim kemenangan dengan mudah. Puncak persaingan
terjadi di set ketiga.
Permaian taktis, skill berkelas dan stamina yang konsisten ditunjukkan
kedua pemain. Hingga keduanya harus melewatkan sekali deuce sebelum dimenangkan oleh Datuk Lee. Selama 1 jam dan 23 menit
publik disuguhkan pertandingan berkelas antara dua legenda.
Pertarungan penuh drama terjadi di final ganda putri. Unggulan
teratas dari Jepang Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi menantang pasangan kawakan
Denmark, Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl. Di atas kertas jelas
Misaki/Ayaka lebih diunggulkan. Namun Christinna/Kamilla membuktikan diri lebih
kaya pengalaman dan jam terbang.
Sama kuat, laga penentu nyaris dimenangkan wakil Denmark
sebelum pasangan Jepang melakukan come
back gemilang. Dalam posisi 19-16, wakil tim Dinamit butuh dua poin lagi
untuk mengunci pertandingan. Namun, ketenangan, dan provokasi yang dilakukan
Misaki pada Kamilla berhasil memancing emosi dan membuyarkan konsentrasi. Poin
Christinna/Kamilla tertahan di angka 19 saat Misaki/Ayaka menutup pertandingan
selama 1 jam dan 23 menit itu. Laga dengan skor akhir 18-21 21-9 21-19 sungguh
menguras emosi.
Tak kalah menarik, pertandingan antara Marin dan Sindhu di
final tunggal putri. Meski kekuatan kedua pemain terlihat timpang, Sindhu cukup
merepotkan Marin. Terbukti, wakil India itu memaksa Marin melewatkan rubber
set.
Di laga itu kita melihat Marin benar-benar mengeluarkan
segenap kemampuan terbaik untuk mengambil poin. Namun Sindhu tak patah arang. Penempatan
bola Marin yang sulit masih mampu dijangkau Sindhu. Droshot dan tipuan-tipuan
Marin masih bisa dibalas Sindhu dengan smash menyilang. Terlihat jelas kedua
pemain begitu lincah, dengan langkah kaki yang ringan, mobilitas dan daya
jelajah yang tinggi. Sungguh menghibur dan berkelas. Kapan Indonesia memiliki
pemain putri seperti itu lagi?
Dua legenda, Lin Dan dan Lee Chong
Wei berpelukan usai pertandingan semi final tunggal putra Olimpiade Rio/@Badmintonupdates
Gelombang pensiun
Tak sedikit pemain yang mengumandangkan rencana pensiun
setelah pesta akbar ini. Usai perebutan medali perunggu ganda campuran, Zhao
Yunlei menghembuskan niat gantung raket. Kemenangan atas Xu Chen/Ma Jin dapat
menjadi laga terakhir pemain serba bisa berusia 29 tahun.
Deretan prestasi telah diukir Zhao di berbagai level
turnamen baik di sektor ganda putri maupun ganda campuran. Puncaknya terjadi di
Olimpiade 2012, dengan menggondol dua medali emas. Selain dari ganda campuran
berpasangan dengan Zhang Nan, ia juga menggondol emas ganda putri bertandem
dengan Tian Qingdan.
Zhao adalah pemain putri yang langka. Skill dan kebugaran
fisik yang mumpuni membuatnya mampu menghadapi atmosfer pertandingan bergengsi
dengan mengambil dua nomor tersebut. Tak
tanggung-tanggung sejauh ini ia sudah mengemas 42 gelar super seris, hanya
kalah satu gelar dari Chong Wei.
Gelombang pensiun datang dari para pemain Korea Selatan. Tak
lama lagi kita akan kehilangan ganda putra terbaik dunia Lee Yong Dae/Yoo
Yeon-seong. Isyarat mundur dari timnas sudah mereka kumandangkan dengan beragam
alasan.
Pemain tampan Yong Dae akan mundur setelah Korea Terbuka
bulan depan. Selain wajah yang menghibur, permainannya yang atraktif membuat
bulu tangkis dunia akan merasa kehilangan pengoleksi 42 gelar super series itu.
Sementara tandem setia Yong Dae, Yoo Yeon ingin menghabiskan
waktu dengan keluarganya. Pemain 30 tahun itu akan menjadi seorang ayah dalam
waktu dekat, tak kurang dari dua bulan lagi.
Pemain Korea lainnya Kim Sa Rang, and Bae Yeon Ju pun
memiliki rencana serupa. Kim yang merupakan pemain ganda putra, berpasangan
dengan Kim Gi Jung terkendala cedera leher yang memaksanya harus segera naik
meja operasi.
Mundurnya Kim Sa Rang tentu menjadi kehilangan yang sangat
bagi Korea. Performa Kim Gi Jung masih menjanjikan dan usianya baru 26 tahun. Soliditas
dan kualitas saat berpasangan dengan Sa Rang telah berbuah banyak gelar dan
kini berada di rangking tiga dunia.
Satu lagi pemain Korea yang memutuskan mundur adalah pemain
tunggal putri Bae Yeon-ju. Usianya setahun lebih muda dari Sa Rang. Seperti rekan
senegaranya, pemain yang akan berusia 26 tahun pada Oktober nanti kerap
dihantui cedera. Bisa jadi alasan tersebut membuat pemain yang tersisih di
babak 16 besar Olimpiade Rio ini memutuskan mundur dari tim nasional.
Lantas, bagaimana dengan Lin Dan dan Chong Wei? Bagaimana
pula dengan para pemain senior Indonesia? Kita tunggu saja. Apapun keputusan
mereka, kita patut memberikan apresiasi untuk prestasi dan kiprah mereka yang
sudah memberi warna pada jagad bulutangkis.
Lee Yong Dae/Ed Jones/AFP
PR Kita
Penyebaran medali yang lebih merata di Olimpiade kali ini
mengindikasikan peta kekuatan bulu tangkis dunia sudah berubah. Dominasi Tiongkok
perlahan tetapi pasti mulai berkurang seiring meningkatnya prestasi negara-negara
lain.
Tak banyak pemain yang mampu menjaga konsistensi sehingga
masih tetap berprestasi hingga Olimpiade kali ini. Mungkin hanya Lee Chong Wei,
Lin Dan, Chen Long, Zhan Nan/Zhao Yunlei dan Fu Haifeng yang stabil prestasinya
di pesta olahraga terakbar itu selama beberapa edisi.
Sementara itu Indonesia masih tertatih-tatih mengembalikan
supremasi sehingga para pemain kawakan masih menjadi tumpuan. Persoalannya,
para pemain senior itu terbentur dengan persoalan klasik yang mudah menyerang
pemain mana saja yakni konsistensi. Hal itu tercerim jelas dalam diri Hendra
Setiawan/Mohammad Ahsan. Dan tak terkecuali Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Owi/Butet-sapaan Tontowi/Liliyana memang sukses
mengembalikan tradisi emas bulu tangkis Indonesia yang lepas empat tahun lalu. Namun,
pencapaian membanggakan ini diraih setelah meniti lorong gelap selama setahun
penuh, lantas sedikit meraih titik cereh, sebelum kembali masuk dalam ruang
pesimisme sebelum tampil di Rio de Janeiro.
Setelah Owi/Butet dan para senior itu gantung raket,
siapa yang harus mengambil peran? Pertanyaan ini krusial mengingat usia mereka tak
bisa dikompromi, walaupun masih bisa dipaksakan seperti Chong Wei atau Lin
Dan-rasanya sulit untuk tetap berada di jalur persaingan di Olimpiade
berikutnya di Tokyo, Jepang.
Di sisi lain, negara-negara lain sudah unjuk gigi dengan
bibit-bibit muda. Spanyol dan India, dua negara yang tak memiliki tradisi bulu
tangkis sekuat Tiongkok dan Indonesia, misalnya, sudah mengirim pemain muda
mereka ke puncak tertinggi. Duel perebutan emas tunggal putra Olimpiade Rio antara
Carolina Marin (23 tahun) dan P.V.Sindhu (21 tahun) adalah gambaran jelas.
Demikianpun di tunggal putra, Denmark dan India sudah
memiliki Axelsen dan Kidambi. Pencapaian mereka kali ini menjadi alarm bagi
para pemain muda kita. Di satu sisi, Axelsen dan Kidambi menjadi pelecut semangat
Jonatan Christie, Anthony Sinisuka Ginting, Ihsan Maulana Mustofa-beberapa pemain
muda masa depan Indonesia, untuk bersaing di gelanggang . Di sisi lain, mengguratkan
tantangan bagi para pengurus PBSI dan para pihak terkait untuk serius menempa
para pemain muda agar bisa meramaikan arena persaingan, dan tidak ketinggalan
kereta.
Pekerjaan rumah (PR) besar tentu di sektor putri. Greysia Polii/Nitya
Krishinda Maheswari menjadi pelipur lara keterpurukan para pemain putri kita. Di
Olimpiade Rio, pasangan rangking empat dunia itu hanya mampu berbicara hingga
babak delapan besar sebelum ditaklukkan Tan Yuanting/Yu Yang.
Sementara tunggal putri Lindaweni Fanetri tampil jauh dari
kesan memuaskan. Alih-alih ke fase knock
out pemain 26 tahun itu kandas di fase penyisihan. Selain menjadi
bulan-bulanan pemain muda Jepang, Nozomi Okuhara, pemain berperingkat 25 dunia
itu dipermalukan wakil Vietnam yang berperingkat 42 dunia, Vu Thi, dua game
langsung.
Dengan tanpa terlalu mempertebal pesimisme pada masa depan
perbulutangkisan kita, sekiranya rentang waktu empat tahun ke depan menjadi
momen introspeksi, evaluasi, dan rekonstruksi untuk menyiapkan generasi penerus
agar pada waktunya saat Olimpiade 2022 tiba, Merah Putih mampu berkibar lagi.
Lindaweni Fanetri/www.rio2016.com.
N.B
Daftar peraih medali Olimpiade
Rio 2016:
Tunggal putra:
Emas: Chen Long (Tiongkok)
Perak: Lee Chong Wei (Malaysia)
Perunggu: Viktor Axelsen (Denmark)
Tunggal putri:
Emas: Carolina Marin (Spanyol)
Perak: P.V Sindhu (India)
Perunggu: Nozomi Okuhara (Jepang)
Ganda putra:
Emas: Fu Haifeng/Zhang Nan (Tiongkok)
Perak: Goh V Shem/Tan Wee Kiong (Malaysia)
Perunggu: Chris Langridge/Marcus Ellis (Inggris Raya)
Ganda putri:
Emas: Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi (Jepang)
Perak: Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl (Denmark)
Perunggu: Jung Kyung-eun/Shin Seung-chan (Korea Selatan)
Ganda campuran:
Emas: Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (Indonesia)
Perak: Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia)
Perunggu: Zhang Nan/Zhao Yunlei (Tiongkok)
Klasemen akhir:
1. China: 2-0-1 3
2. Jepang: 1-0-1 2
3. Indonesia: 1-0-0 1
3. Spanyol: 1-0-0 1
5. Malaysia: 0-3-0 3
6. Denmark: 0-1-1 2
7. India: 0-1-0 1
8. Britania Raya: 0-0-1 1
8. Korea Selatan: 0-0-1 1
2. Jepang: 1-0-1 2
3. Indonesia: 1-0-0 1
3. Spanyol: 1-0-0 1
5. Malaysia: 0-3-0 3
6. Denmark: 0-1-1 2
7. India: 0-1-0 1
8. Britania Raya: 0-0-1 1
8. Korea Selatan: 0-0-1 1
Comments
Post a Comment