Messi dan Sanchez Sekali Lagi, Lebih dari Pertemuan Biasa
Ilustrasi Messi dan Sanchez dari Dailymail.co.uk
Setelah
Kolombia menyegel tempat ketiga Copa America Centenario usai menekuk tuan rumah
AS melalui gol semata wayang Carlos Bacca pada, Minggu (26/6) pagi WIB, kini
perhatian publik sepenuhnya tertuju ke MetLife Stadium, tempat perhelatan
partai pamungkas pada Senin (27/6) pagi WIB. Dua tim terbaik di Amerika Selatan
dan selama turnamen ini, Argentina dan Chile akan saling beradu memperebutkan
mahkota seabad turnamen tersebut.
Dengan tanpa
menyampingkan arti penting pertandingan ini bagi para pemain lain yang nota
bene akan kembali saling berhadapan, menarik memperhatikan kiprah dua bintang
yang bakal menjadi andalan masing-masing tim. Lionel Messi untuk Argentina dan
Alexis Sanchez di kubu Chile.
Kedua
pemain itu akan kembali diuji kemampuannya dalam atmosfer dan tensi tinggi seperti
saat bertemu setahun silam di Estadio Nacional Julio Martinez Pradanos, Chile.
Masih ingat
penalti ala Panenka yang dilesatkan Sanchez ke gawang Sergio Romero di hadapan
puluhan ribu pendukungnya? Ya, itulah eksekusi pamungkas setelah kedua tim tak
mampu mencetak satu gol pun selama 120 menit pertandingan. Keberhasilan Sanchez
menaklukkan Romero menorehkan noktah indah dalam lembaran sejarah mereka:untuk
pertama kali menjadi jawara pesta bola Amerika Selatan itu.
Sementara Messi dengan
segala kemasyurannya di level klub hanyalah pecundang, berdiri sejajar dengan Gonzalo
Higuain dan Ever Banega yang gagal mengeksekusi tendangan dua belas pas. Chile
pesta juara, sementara Argentina remuk hati bersama mimpi mengakhiri puasa
gelar 22 tahun yang hilang lenyap.
Kini
kesempatan bagi keduanya datang lagi. Siapa yang akan jadi pahlawan dan siapa
pula bakal merasakan sakit?
Statistik
Sejatinya
pertandingan final ini bias mengubah banyak hal. Catatan dan statistik bisa tak
berguna sama sekali karena segala hal di lapangan hijau bisa saja terjadi,
bahkan hanya dalam hitungan detik. Namun, perlu juga membaca data sebagai fakta
tak terbantahkan untuk memprediksi sejauh mana penampilan mereka, termasuk juga
seberapa intens hasrat yang ada dalam dada mereka.
Pertama, performa. Sepanjang turnamen ini, Messi sedang
dalam jalur positif. Mengawali kiprah di
Copa America dalam bayang-bayang cedera bahu yang memaksanya absen di laga
pertama menghadapi Chile, Messi kemudian memperlihatkan seperti apa kondisinya
saat menghadapi Panama. Tampil sebagai pemain pengganti “La Pulga” atau Si Kutu
mencetak tiga gol hanya dalam tempo 19 menit.
Selanjutnya
saat menghadapi Bolivia, Messi tak mencetak gol namun permainannya tetap
menghibur.
Menghadapi
Venezuela di perempat final Messi mencetak gol dan dua assist, sebelum
melakukan hal yang sama saat mencukur tuan rumah AS empat gol tanpa balas di
semi final.
Walau tak
mencetak gol sebanyak Messi (5 gol), Sanchez menunjukkan grafik penampilan yang
meningkat. Melempem di laga pertama, bahkan membuang sejumah peluang emas di
mulut gawang Argentina, striker Arsenal itu membaik di laga selanjutnya
masing-masing saat melawan Bolivia, Panama, Meksiko dan terakhir saat
menyingkirkan Kolombia di babak semi final. Dengan tiga gold an sejumlah
assist, Sanchez tetap berpotensi menambah pundi-pundi gol.
Kedua, rekor dan prestasi. Messi baru saja menorehkan
sejarah baru di timnas Argentina. Sepakan indah ke gawang AS di semi final
sudah cukup bagi pemain asal Rosario ini menggeser Gabriel Omar Batistuta
sebagai pencetak gol terbanyak di timnas. Kini Messi sudah mengemas 55 gol,
unggul satu gol dari Batigol dan berpeluang menambah gol lagi.
Namun rekor
gol Messi berbanding terbalik dengan jumlah trofi yang dikemas bersama Tim
Tango. Tercatat hingga kini Messi masih terus menanti trofi turnamen mayor, sebagaimana
timnas yang terakhir kali angkat trofi yakni Copa America 1993.
Di Piala
Dunia 2014 Messi hanya mampu mengantar timnya sebagai finalis usai keok sebiji
gol dari Jerman di laga puncak. Penampilan antiklimaks di turnamen akbar
kembali berulang di Copa America 2015. Dan ini akan menjadi final ketiga secara
beruntun bagi Messi dan Argentina.
Sementara Sanchez,
walau tak sementereng Messi, baru saja menyandingkan namanya dengan salah satu
pemain besar Chile, Ivan Zamorano di urutan kedua pencetak gol terbanyak dengan
total 34 gol. Sanchez hanya tertinggal tiga gol dari Marcelo Salas. Bedanya,
bila Messi masih ikut berpuasa bersama negaranya selama 22 tahun, Sanchez sudah
lebih dulu berbuka setahun lalu saat angkat trofi Copa America di kandang
sendiri.
Ketiga, apresiasi. Hampir tak ada orang yang tak
menyanjung bahkan mengidolai Messi. Dengan segala bakat dan prestasinya, Messi hampir
selalu menjadi buah bibir. Saat perhelatan Copa America, serang fans pria
bahkan nekat menyerobot masuk untuk “menyembah” Messi, persis menggenapi
julukannya sebagai El Messiah, sang penyelamat.
Di Amerika
Serikat Messi sangat dinantikan. Saat menggiring bola, menurut catatan Daily Mail, setiap penonton di stadion
berdiri seperti tak mau melewatkan momen emas di depan mata. Namun di Negara asalnya
Messi tak setenar Diego Maradona, ataupun Carlos Tevez. Terlalu lama hijrah,
dan paceklik gelar bersama timnas, bisa jadi sebagai alasan.
Messi saat "disembah" seorang penggemar pria/Dailymail.co.uk
Sedangkan Sanchez
mendapat tempat khusus di hati warganya,
walaupuan terkadang tidak seintens rekannya Arturo Vidal. Rutin pulang kampung
bahkan nyaris tak pernah alpa mengunjungi arena pacuan kuda, tempat dari mana
ia mulai menemukan keberuntungan, membuat Vidal terasa lebih dekat di hati
masyarakat Chile.
Keempat, peran di timnnas. Messi memiliki kebebasan
untuk bergerak di dalam tim. Dengan sokongan para pemain bintang seperti Javier
Mascherano, Angel Di Maria dan Ever Banega, Gonzalo Higuain, tak menyulitkan
Messi untuk melakukan ekplorasi dan mengambil peluang dari berbagai sisi.
Seperti di
Barcelona, Messi mendapat tempat di sisi kanan, namun ia tetap leluasa bergerak
ke mana ia suka. Terkadang bergerak ke tengah, atau ke sisi berbeda untuk
mencari kans menusuk atau memberi umpan.
Sementara Sanchez
pergerakannya sedikit terbatas. Ia seperti sudah dipatok untuk beroperasi di
sisi kiri. Namun terkadang kita melihat mantan pemain Barcelona itu bersanding
dengan Eduardo Vargas yang terkenal sebagai penyerang tengah yang lebih
ortodoks. Bisa pula kita melihat Sanchez bertukar tempat ke sisi sebelahnya.
Sanchez angkat trofi Copa America 2015/gambar Dailymail.co.uk
Sekali lagi
Secara pribadi, Messi mengemas prestasi jauh lebih banyak.
Si Kutu lima kali pemain terbaik dunia, hal mana yang belum pernah diperoleh
Sanchez. Penampilan yang kurang konsisten dan kerap berpindah klub adalah
sejumlah alasan. Alasan yang sama pun membuatnya belum sekali pun
mengangkat trofi prestisius antarklub di benua Eropa, Liga Champions, satu dari
sekian banyak koleksi prestasi Messi bersama Barcelona.
Namun pertemuan
ini melampaui semua itu. Rekam jejak yang telah mereka torehkan itu
membuat pertemuan mereka lebih dari perjumpaan antara kawan lama saat tiga
tahun di Barcelona (2011-2014). Pun jauh lebih berarti dari pertemuan pertama
kedua tim di penyisihan grup. Sekali lagi, segala sesuatu bisa saja terjadi.
Messi sudah merasakan hal itu di dua laga final sebelumnya.
Setelah
pertandingan semi final, dikutip dari ESPNFC, Messi berujar, "Saya tidak
tahu apakah itu adalah kesempatan terakhir saya [untuk memenangkan gelar untuk
negara]. Tapi kami harus mengambil keuntungan dari itu."
Sanchez yang
sudah lebih dulu membuat dirinya berarti bagi bangsa dan negara tentu saja
tidak mau kehilangan kesempatan untuk melakukannya sekali lagi. Sementara
Messi, apakah sudah waktunya mengakhiri "kutukan" agar penantian
panjang itu berakhir?
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, Minggu 26 Juni 2016.
http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/messi-dan-sanchez-sekali-lagi-lebih-dari-pertemuan-biasa_576f66f7917a61a504286049
Comments
Post a Comment