Suara Mengalahkan Sejarah, Akankah itu Terjadi di Etihad Stadium?
Joe Hart, kiper Man City (Dailymail.co.uk)
Manchester City dan Real Madrid, dua tim dengan sejarah
berbeda akan saling beradu di kesempatan pertama babak semifinal Liga
Champions, Rabu (27/4) dini hari WIB. Ini menjadi kali pertama City tampil di
empat besar setelah tersandung di 16 besar dua musim lalu dan keok di fase grup
dua musim sebelum itu.
Di titik berseberangan, Madrid akan tampil ke-27 kali di
liga elit Eropa itu. Misi Los Blancos musim ini tak hanya mencatatkan rekor
positif usai 26 penampilan yang berakhir imbang antara kemenangan dan kekalahan. Klub yang bermarkas di ibu kota
Spanyol itu pun ingin mengokohkan dominasi sebagai raja Eropa dan klub yang
paling banyak mengoleksi ‘Si Kuping Besar’.
Sejauh ini, sudah ada 10 gelar Liga Champions di lemari El
Real, terpaut tiga gelar dari AC Milan. Tak ayal setelah La Decima (10 gelar) itu, Madrid
mengincar undecima atau
gelar ke-11 untuk memantapkan diri sebagai klub paling sukses di benua
biru.
Pertanyaan, akankah mimpi Madrid tersebut bakal terwujud?
Apakah sejarah akan berpihak pada klub bersejarah?
Tentu, mengandalkan sejarah semata tak cukup adanya.
Sepakbola, dan beberapa cabang olahraga lainnya, bukan jenis kompetisi yang bisa
diukur secara pasti. Sepakbola bukan matematika, atau ilmu alam.
Walau sejarah bisa menjadi penyemangat dan pemberi spirit,
namun tak sedikit kisah di lapangan hijau yang tak berpihak pada klub
bersejarah. Apalagi bila sejarah itu diangkat tinggi-tinggi, dan membuat para
pemain jadi tinggi hati. Di sinilah sejarah bisa menjadi awal petaka.
Di sisi berbeda, City pun ingin menorehkan sejarah. Motivasi
ini bakal membakar semangat Sergio Aguero dan kolega untuk tampil
habis-habisan. Tak semua klub mampu melewati persaingan sengit dengan klub-klub
terbaik di seantero Eropa, karena itu, tembus babak semifinal menjadi momentum
emas yang harus terus dirawat dengan kemenangan, hingga mencapai puncak
tertinggi.
Suara
Banyak prediksi menempatkan Madrid sebagai unggulan. Dasar perhitungan,
selain karena sejarah, juga tim. Ya, di atas kertas formasi Madrid lebih
unggul. Kebangkitan di pentas domestik serta kehadiran deretan bintang
menempatkan armada Zinedine Zidane di atas angin.
Kapten City, Vincent Kompany mengakui hal itu. “Jawabannya
selalu akan menjadi sama. Jika kita melakukan dengan baik sebagai sebuah tim
dan bermain sangat baik sebagai sebuah tim, kami memiliki kesempatan untuk
menghentikan dia dan jika tidak mungkin dia akan mencetak gol,”tutur pemain
asal Belgia itu tentang megabintang Madrid, Cristiano Ronaldo.
Sebenarnya City pun tak kalah kuat. Seperti Madrid, Manuel
Pellegrini memiliki armada yang mumpuni. Seperti Madrid yang berambisi tinggi,
City pun menaruh hasrat yang sama untuk mencari dan menempatkan setiap pemain terbaik
di setiap posisi. City hampir tak pernah mau memiliki pemain ‘kelas dua’ di
timnya.
Namun, memiliki pemain bintang berjibun pun tak banyak
berarti bila tak padu. Justru semakin banyak matahari dalam tim, maka potensi
disharmoni semakin kuat.
Suporter Man.City (gambar Dailymail.co.uk)
Walau kesan tersebut hampir tak terlihat di City, persoalan
konsistensi mempertahankan kepaduan itu menjadi pertanyaan besar. Di pentas
domestik, The Citizen gagal dalam perburuan gelar Liga Primer Inggris akibat
performa tak stabil. Sebelum musim domestik berakhir, City harus menyerah
kalah, gagal bersaing dengan Leicester City dan Tottenham Hotspur.
City mendapat tantangan tambahan dengan absennya Yaya Toure.
Gelandang tangguh Pantai Gading ini mengalami masalah otot dalam pertandingan
menghadapi Stoke City akhir pekan lalu. Ketakhadiran Toure tentu akan
mempengaruhi keseimbangan di lini tengah.
Namun City masih memiliki dua gelandang tangguh Fernandinho
dan Fernando yang bermain baik saat menghadapi Paris Saint-Germain (PSG) di
babak delapan besar. Duo Brasil itu sangat disiplin dan defensif.
Performa serupa amat diharapkan untuk mengisi celah yang
ditinggalkan Toure, demi membendung laju para pemain Madrid. Ditambah lagi, di
jantung pertahanan, Kompany sudah bisa tampil fit setelah diistirahatkan di
laga kontra Stoke.
Dalam urusan menyerang, selain Sergio Aguero, masih ada
bintang yang siap bersinar: Kevin de Bruyne. Pemain Belgia ini siap
mempertahankan performa puncak seperti saat menggulung PSG.
Dalam formasi terbaik tanpa Toure, City tentu mengejar
kemenangan. Laga kandang menjadi momentum untuk menabung angka, mengingat di
leg kedua, mereka akan mensambangi Santiago Bernabeu. Di sarang sang raksasa
itu, tekanan yang dihadapi City akan jauh lebih besar.
Pertandingan dini hari nanti City tak akan sendirian. Di luar
lapangan fans Manchester Biru akan siap memberikan dukungan. Mereka akan
membirukan Etihad Stadium sekaligus menyemburkan energi tambahan.
Bagi para pemain City atraksi, terutama suara fans menjadi
modal penting. Berbeda dengan pandangan sinis komentator BT Sport Rio Ferdinand
yang menganggap suara tersebut sebagai gangguan. Mantan bek Manchester United
itu sempat mengeluhkan suara dan nyanyian saat City menghadapi PSG. Ia
beranggapan fans City seharunya 'tidak bernyanyi sampai menit ke-76'.
Namun bagi armada Pellegrini, suara dan nyanyian itu amat
berarti. Kompany dan kolega butuh pasokan energi yang mengalir melalui suara
dan nyanyian itu. Suara dari sisi lapangan itu mewakili kehadiran mereka secara
nyata di lapangan. Tak hanya sebagai pemain ke-12 sebagaimana anggapan umum, bahkan
bisa berkekuatan lebih dari itu.
"Mereka harus bersuara sekeras yang sudah pernah dibuat,
jika tidak apa gunanya membeli tiket? Kami membutuhkan mereka,"tegas
Kompany mantap.
Apakah suara itu akan mampu mengalahkan sejarah? Kita tunggu
saja…
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 26 April 2016.
Comments
Post a Comment