Sony Dwi Kuncoro Comeback, Ratchanok Siap ke Puncak Dunia
Sony
Dwi Kuncoro (badmintonindonesia.org)
Luar biasa. Kata yang tepat untuk menggabarkan kiprah Sony
Dwi Kuncoro di Singapura Open Super Series 2016. Merangkak dari babak
kualifikasi, pebulutangkis 31 tahun ini siap membawa pulang gelar dari
Singapura.
Perjalanan Sony hingga semifinal Singapura Open 2016 (gambar @BadmintonUpdates)
Heroisme dan kegigihan mantan andalan Indonesia ini terlihat jelas.
Mengalahkan Kean Yew Loh dan Sai Praneeth (India) di babak kualifikasi,
selanjutnya berturut-turut jadi korban kebangkitan Sony adalah Anthony Ginting
(Indonesia), Sho Sasaki (Jepang), Wang Zhengming (Tiongkok) hingga bertemu
unggulan dua Lin Dan.
Pertarungan menghadapi Super Dan menjadi bukti kasat mata bahwa sisa-sisa kejayaan Sony masih tersimpan. Perjuangan menaklukkan cedera menandakan bahwa persaingannya dengan para pebulutangkis kelas dunia masih sangat mungkin.
Pertarungan menghadapi Super Dan menjadi bukti kasat mata bahwa sisa-sisa kejayaan Sony masih tersimpan. Perjuangan menaklukkan cedera menandakan bahwa persaingannya dengan para pebulutangkis kelas dunia masih sangat mungkin.
“Menurut saya pertandingan malam ini sungguh luar biasa, ini adalah buah dari
kerja keras saya di latihan. Saat menang, saya langsung berpikir kalau saya
ternyata masih bisa menang dari Lin Dan,” ungkap Sony dikutip dari
badmintonindonesia.org.
Bertarung sengit selama kurang lebih 69 menit, Sony
akhirnya memenangkan pertarungan dengan skor 10-21, 21-17, 20-22. Walau usia
Lin Dan lebih tua satu tahun, namun performa dan rangkingnya jauh di atas Sony.
Sebagai unggulan dua, Lin Dan jelas lebih diunggulkan. Namun Sony membuktikan
bahwa karirnya belum berakhir, bahkan masih mungkin kembali merengkuh kejayaan.
Lin Dan yang mengalahkan tiga tunggal putra Indonesia yakni Ihsan Maulana
Mustofa, Jonatan Christie dan Tommy Sugiarto akhirnya menyerah di tangan Sony.
Laga ini mengingatkan kita pada pertemuan terakhir keduanya pada 2012 silam di
Thailand Open Grand Prix Gold. Kala itu Sony menang straight game, 21-17,
21-16.
Sebelum laga berakhir, penonton yang memadati stadion Singapore Indoor
Stadium, dihibur dengan permainan atraktif dan berkelas. Laga tersebut menarik
untuk ditonton. Kesalahan sendiri yang kerap dilakukan Lin di set pertama membawanya
ke jurang kekalahan.
Di game kedua, Lin bangkit. Sambaran tajam, penempatan
bola yang jitu, membuat Lin berhasil memaksa laga berlanjut ke set ketiga.
Namun beberapa kali mereka mengajukan challenge untuk menguji akurasi
keputusan hakim garis.
“Intinya saya bermain lepas saja, saya tidak punya
strategi khusus. Saya lihat di di lapangan bagaimana, dan saya lawan dengan
bagaimana. Saya mau menyusahkan dia, saya mau dia jadi tidak enak mainnya.
Pokoknya saya tidak mau terbawa permainan Lin,” ungkap Sony.
“Di game kedua saya akui kalau saya sering ragu-ragu.
Saat game ketiga, saya pikir ini adalah saatnya, ini kesempatan terakhir
karena sudah game penentuan. Saya lalu bermain agresif dan konsentrasi satu
demi satu poin,” lanjut Sony.
Di babak final pemain asal Surabaya ini akan
berebut gelar dengan wakil Korea Selatan. Laga final ini akan menjadi
pertarungan antar-sesama pemain non unggulan. Son lolos ke final setelah
membungkam wakil Hong Kong Ng Ka Long Angus, 22-20, 21-16.
Ideal
Final ideal
tersaji di sektor ganda putri. Unggulan dua asal Indonesia Greysia Polii/Nitya
Krishinda Maheswari akan menantang unggulan pertama asal Jepang Misako
Matsutomo/Ayaka Takahashi. Greysia /Nitya ke final setelah mengalahkan ganda Korea
Selatan Jung Kyung Eun/Shin Seung Chan, dengan skor 21-18, 21-13.
Berbeda
dengan pertandingan di babak sebelumnya, laga ini terbilang mudah bagi ganda
putri terbaik Tanah Air itu. Tak hanya itu, laga ini sekaligus menuntaskan
dendam keduanya atas Jung/Shin yang mengalahkan mereka di Malaysia Open Super
Series Premier 2016. Saat itu, Greysia/Nitya kalah 16-21, 14-21.
“Kami kalah di
pertemuan sebelumnya, jadi sekarang kami tidak mau kalah, kami mau jaga
semangat sampai akhir. Kami bersyukur hari ini bisa menang. Kunci kemenangan
kami adalah kami bisa mengontrol diri, kontrol emosi dan belajar dari kesalahan
sebelumnya sehingga kami dapat kepercayaan diri,” ungkap Greysia usai laga.
“Kali ini kami juga tampil lebih tenang. Saya sebagai playmaker dan Nitya sebagai
finisher, kalau saya bisa tenang, maka partner saya bisa tenang juga, mainnya
lebih enak lagi,” lanjut Greysia.
Ratchanok ke Puncak
Tiongkok mengirimkan wakil terbanyak di partai final. Kegagalan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir atau karib disapa Owi/Butet membuat peluang Tiongkok membawa pulang tiga gelar terbuka lebar.
Sebelumnya, Owi/Butet
gagal ke final setelah dibekuk wakil Korea Selatan Ko Sung Hyun/Kim Ha Na dua
game langsung, 14-21, 16-21.
Tiongkok mengirim tiga wakil yakni ganda putra Fu
Haifeng/Zhang Nan yang akan menghadapi Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (Jepang),
ganda campuran unggulan empat Xu Chen/Ma Jin yang akan bertemu ‘pembunuh’
Owi/Butet.
Selain itu tunggal putri Sun Yu yang akan menantang jagoan Thailand
Ratchanok Intanon. Bagi Ratchanok laga ini sangat berarti. Selain menjaga nama
Gajah Putih yang hanya mengirim satu wakil, kemenangan dalam pertandingan ini
akan membawa pebulutangkis 21 tahun itu ke rangking satu dunia, menggeser
Carolina Marin dari Spanyol.
Berikut jadwal final Singapura Open, Minggu (17/04), gambar dari @BadmintonUpdates:
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 16 April 2016.
Comments
Post a Comment