Menara Gading di Kota Paris Itu
PSG usai mempertahankan Coupe de La Ligue
(gambar dari DailyMail.co.uk)
Paris
Saint-Germain (PSG) dan menara Eiffel kini hampir identik. Sama-sama berada di ruang
ibu kota Prancis, PSG menjadi klub yang sangat digdaya, dan tak tertandingi
lagi di Ligue 1 dan jagad sepak bola setempat.
Demikian pun
Eiffel. Menara setinggi 300 meter itu sudah melegenda sejak pertama kali
dibangun pada 28 Januari 1887. Hasil ciptaan Gustave Eiffel dan Stephen
Sauvestre itu telah menenggelamkan seribu satu pesona Paris yang sejatinya bisa
dibanggakan. Bangunan tinggi kokoh di
Champ de Mars, di tepian Sungai Seine itu seakan merampok kecantikan Paris di
sana sini.
Sejak Qatar
Investment Authority menguasai 70 persen saham PSG pada akhir Mei 2011, PSG
perlahan tapi pasti bangkit dari keterpurukan. Kerugian masa sebelumnya sebesar
19 juta euro, plus utang sekitar 20 juta Euro diselesaikan segera.
Dana belasan
juta Euro itu seakan tak berarti dibandingkan kucuran fulus yang mengalir
seakan tak pernah habis. Pemain bintang dibeli dengan harga fantastis. Pelatih
beken seperti Carlo Ancelotti diboyong ke Parc des Princes. Setelah itu belanja
gila-gilaan seperti tak pernah berhenti. Hingga kini.
Entah apa
yang ada dibenak orang-orang kaya Timur Tengah itu hingga mereka rela
mengeluarkan dana besar-besaran untuk memoles PSG. Bisa jadi, nasib baik PSG
berada dalam satu gelombang ekspansi pengusaha Timur Tengah ke kancah sepak
bola Eropa. Seperti Getafe dan Manchester City saat ini.
Investasi
maha dahsyat itu sudah berbuah manis. PSG telah menjadi raksasa. Setidaknya di
pentas sepakbola Prancis, PSG tak tertandingi lagi. Ia telah meninggalkan klub-klub
Prancis lainnya hampir dalam segala hal. PSG benar-benar telah berjarak dari kontestan
Ligue 1 lainnya baik dari segi sumber daya pemain, finansial maupun fasilitas.
Hampir tak ada
pemain bintang yang kini tak dikaitkan dengan PSG. Bahkan ada yang
terang-terangan mengaku ingin merasakan service
PSG. Alhasil PSG sudah berada di atas menara gading yang hanya bisa ditatap
dengan rasa kagum oleh para lawannya. Persis seperti Eiffel yang merajai Paris.
Dalam
beberapa tahun terakhir, hampir semua gelar domestik masuk ke lemari PSG. Sejak
musim 2012/2013 tak ada klub Prancis lainnya yang bisa merebut trofi Ligue 1. Bahkan
musim ini, trofi keempat itu direngkuh saat kompetisi masih menyisahkan delapan
pekan lagi. Kemenangan super telak, 9-0 atas Troyes, Minggu (13/3) lalu memastikan
PSG sebagai kampiun Ligue 1 musim ini.
Setelah
trofi Ligue 1, satu gelar lagi berhasil dipertahankan, Minggu (24/4) dini hari
WIB. Tampil di Stade de France, PSG sukses menjungkalkan Lille di partai final Coupe de La Ligue dengan
skor 2-1.
PSG
lebih dulu unggul melalui Javier Pastore, gelandang andalan timnas Argentina,
di menit ke-40. Lille sempat menyamakan kedudukan melalui Djibril Sidib, empat
menit setelah babak kedua berjalan dan berpeluang menang setelah PSG kehilangan
Adrie Rabiot di menit ke-70. Namun PSG tetap superior. Bintang Argentina
lainnya, Angel Di Maria sukses mencetak gol empat menit kemudian, sekaligus
memastikan kemenangan PSG.
Trofi
Coupe de la Ligue yang dipertankan dalam tiga musim secara beruntun ini bukan
menjadi trofi terakhir PSG musim ini. Armada Laurent Blanc masih memiliki
kesempatan merengkuh Coupe de France. Zlatan Ibrahimovic dan kolega akan
ditantang Marseille di partai final yang akan digelar 21 Mei mendatang.
Membayangkan PSG merebut treble musim ini hampir tak lagi menjadi
sensasi. Boleh dikata, serupa hal yang biasa, bahkan sewajarnya.
Namun kecemerlangan PSG masih sebatas Prancis. Keperkasaan
PSG belum juga meluas ke ranah Eropa. PSG belum teruji sebagai salah satu klub
yang patut diperhitungkan di benua biru.
Dengan dana fantastis dan bekal
pemain bintang hampir di semua lini, PSG masih memendam hasrat menjadi penguasa
Eropa.
Beberapa percobaan sudah dilakukan
dalam beberapa musim terakhir. Namun pencapaian terbaik PSG baru sebatas babak
perempatfinal Liga Champions, seperti yang terjadi musim ini.
Mimpi PSG untuk mengibarkan panji
kesuksesan di liga elit Eropa itu pupus di tangan sesama klub kaya baru, sesama
‘saudara’ pemilik dari Timur Tengah,Manchester City. PSG kalah dengan agregat
2-3.
Walau demikian hasrat memperluas
kekuasaan itu masih akan terus diperam. Dengan modal yang lebih dari cukup, PSG
tentu tak hanya ingin menjadi menara gading di tengah kota Paris saja. PSG pun
ingin seperti Eiffel yang tak hanya menyihir Paris dan Eropa saja, tetapi juga
dunia.
Comments
Post a Comment