Madrid di Tebing Waktu, City dan PSG di Ambang Sejarah
Ilustrasi selebrasi Kevin de Bruyne (dailymail.co.uk)
Dua pertandingan
penentu ke babak semi final Liga Champions akan tersaji, Rabu (13/04) dini hari
nanti. Empat tim, Real Madrid dan Wolfsburg serta Manchester City dan Paris
Saint-Germain (PSG) siap bertarung habis-habisan. Di depan sana, dua tiket
empat besar menanti direngkuh. Untuk itu sejarah baru pun siap diukir.
Madrid
membutuhkan kemenangan minimal dengan tiga gol kandang di Santiago Bernabeu.
Kekalahan dua gol tanpa balas di Jerman pada leg pertama menuntut armada
Zinedine Zidane untuk bekerja ekstra keras.
Cristiano
Ronaldo dan kolega tak hanya dibebani tiga gol. Mereka pun tengah
dibayang-bayangi sejarah buruk di pentas elit ini. Delapan kali secara beruntun
sejak 2002 silam Los Blancos dililit rekor buruk. Mereka tak pernah menang
setelah kalah di leg pertama. Musim lalu, kekalahan 1-2 di kandang Juventus,
menghentikkan langkah mereka ke partai final, sekaligus menggagalkan asa
merengkuh gelar Liga Champions ke-11.
Walau harus
memikul ‘beban’ sejarah, Los Merengues bukan tanpa peluang. Di dunia sepak bola
segala sesuatu bisa terjadi. Termasuk membalikkan keadaan setelah tertinggal
cukup telak di pertandingan sebelumnya, seperti pernah mereka lakukan di era
1980-an.
Walau sudah
lama terjadi, namun kenangan manis itu tentu masih terus dikenang dan dirawat. Dalam
situasi genting dan kritis seperti saat ini, memori indah itu perlu diputar
kembali sebagai lecutan untuk menambah semangat dan mempertebal motivasi.
Tentu, di
Santiago Bernabeu itu sejarah indah itu masih terukir dengan indah. Selama
periode itu, Bernabeu benar-benar menjadi momok bagi para lawan. Salah satu
stadion terbesar di benua biru itu pernah menjadi kuburan bagi Inter Milan dan Borussia Monchengladbach.
Setelah
tertinggal 1-5 di kandang Monchengladbach, Madrid mampu memukul balik di leg
kedua dengan empat gol tanpa balas. Alhasil Madrid pun lolos ke babak perempat
final Piala Eropa (saat ini Liga Champions) musim 1985/1986.
Sebelum
wakil Jerman itu, Internazionale lebih dulu merasakan angkernya Bernabeu. Keunggulan
2-0 di Milan sama sekali tak berarti setelah Madrid balik ‘menikam’ dengan tiga
gol tanpa balas di Bernabeu.
Namun itu
sudah lama terjadi. Ditambah lagi mereka kini tak lagi memiliki sosok Juanito,
sang legenda yang dikenal dengan semangat pantang menyerah. Bersamanya di era
1970 hingga 1980-an Madrid pernah
menorehkan catatan gemilang di pentas Eropa: 15 kali membalikkan ketertinggalan
setelah kalah di leg pertama.
Walau tak
memiliki sosok Juanito, semangat sang legenda setidaknya tetap dipelihara
hingga kini. Semangat heroik tersebut akan membakar Si Putih yang akan tampil dengan
kekuatan penuh. Tak ada pemain di daftar cedera dan Karim Benzema dan Raphael
Varane pun siap tampil. Ditambah lagi gelora dukungan dari seisi Santiago
Bernabeu akan semakin memacu Ronaldo cs untuk mengulangi sejarah indah tiga dekade
silam.
Bila tidak,
maka sejarah baru akan ditorehkan Wolfsburg. Untuk pertama kalinya, klub yang
bermarkas di Volkswagen Arena ini akan
merasakan sensasi dan tantangan semifinal Liga Champions.
Madrid
benar-benar di tebing waktu, kembali ke tiga dekade silam atau bertahan dengan
sejarah buruk belakangan ini.
Di ambang sejarah
Seperti
Wolfsburg, Manchester City dan PSG pun diambang sejarah. Menjamu klub kaya raya
Prancis, PSG, The Citizen hanya butuh hasil imbang tanpa gol, hasil seri 1-1 untuk
lolos ke empat besar.
Armada
Manuel Pellegrini tentu sangat berhasrat untuk menciptakan sejarah baru itu.
Hasil imbang 2-2 di Parc des Princes pekan lalu menjadi modal berharga untuk
leg kedua ini. Hasil tersebut menjadi cermin bahwa Manchester Biru pun memiliki
peluang dan kans tampil di empat besar.
Apakah City
hanya perlu bermain aman untuk lolos? Di satu sisi peluang tersebut terbuka
lebar.
Namun di sisi lain, strategi tersebut berpeluang melemahkan semangat dan
pada gilirannya akan menjadi bumerang mengingat tim tamu akan tampil
gila-gilaan untuk mengejar kemenangan.
"Saya pikir aspek yang paling penting dari tim ini yakni selalu mencetak gol. Kami bekerja di sini selama
tiga tahun dan saya selalu memiliki jawaban yang sama. Kami adalah tim yang dipersiapkan untuk mencetak gol. Jika kita
mempersiapkan diri untuk bermain 0-0 saya pikir kami kalah,”aku Pellegrini dikutip dari BBC.com.
PSG
dipastikan kehilangan dua amunisi, bek David Luiz dan gelandang serang Blaise
Matuidi. Ditambah lagi Javier Pastore, Kevin Trapp dan Marco Veratti dalam kondisi
meragukan. Situasi ini tentu kurang menguntungkan Les Parisien. Namun Laurent
Blanc tetap memiliki segudang senjata untuk bertempur.
Di lini
serang bomber Zlatan Ibrahimovic dan Edinson Cavani siap dikerahkan. Plus gelandang
cerdik Angel Di Maria. Sumber daya permainan ofensif PSG lebih dari cukup untuk
mengobrak-abrik barisan pertahanan tuan rumah.
Absennya Vincent
Kompany tentu menjadi pukulan bagi City. Pemain Belgia itu tak hanya menjadi
sosok pemimpin dan penyemangat di lapangan. Ia juga pelindung dan tembok kokoh
di barisan pertahanan. Bersama Kompany, City hanya kalah tiga kali sepanjang
musim ini. Kebobolan di pertandingan kontra Juventus yang berakhir dengan
kekalahan 1-2 pada September lalu terjadi tak lama setelah ia diganti. Namun
cedera betis yang dialami sejak menghadapi Dynamo Kiev pada bulan Maret lalu,
memaksa pemain 30 tahun itu menepi.
Selain
Kompany, Manuell Pellegrini juga dibuat pusing dengan kondisi Nicolas Otamendi.
Bek internasional Argentina itu sedang dalam proses pemulihan pasca cedera
pergelangan kaki yang dialami pada akhir pekan lalu. Ia pun diharapkan fit
untuk mengisi celah yang ditinggalkan Kompany. Terlebih bersama Eliaquim Mangala,
mereka harus mengawasi pergerakan raksasa PSG, Ibrahimovic.
"Kami selalu berbicara, melihat dan bekerja dengan
semua pemain. Mungkin
mereka membuat beberapa kesalahan di pertandingan terakhir melawan PSG tapi
saya percaya mereka akan bermain di level yang bisa mereka lakukan,"ungkap Pellegrini dikutip dari BBC.com.
Akhirnya, laga
ini benar-benar akan menjadi tontonan menarik. Kita akan menjadi saksi sejarah
bagi kedua tim. Bila menang City akan menjadi tim Liga Primer Inggris kedua, setelah
Chelsea pada 2014, yang sukses ke empat besar, sejak 2012.
Ditambah lagi
Pellegrini ingin meninggalkan kenangan
manis di Etihad Stadium. Saat meninggalkan karir manajerial pada akhir musim
ini, pria Chile itu ingin dikenang sebagai satu-satunya pelatih yang sukses
mempersembahkan gelar Liga Champions bagi Si Biru.
Target yang
sama pun diusung Laurent Blanc. Mantan pemain timnas Prancis itu ingin
menciptakan sejarah tersendiri baginya dan bagi klub Prancis itu. Setelah tersingkir
di babak perempatfinal dalam tiga musim terakhir, ia ingin PSG bisa berbicara
banyak kali ini.
"Ini akan menjadi era baru bagi sepak bola Prancis bila kami mampu lolos," tutur Blanc.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 12 April 2016.
Comments
Post a Comment