Apa Kabar Donasi untuk Rio Haryanto?
GP2/PAOLO
PELLEGRINI. Sumber: queenrides.com
Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga
(Kemenpora) belum juga menyerah mencari sisa dana untuk Rio Haryanto agar
tampil penuh di F1 musim ini. Saat ini, pebalap 21 tahun itu masih menunggak
sekitar 4,2 juta euro atau Rp62 miliar dari total 15 juta Euro (Rp225 miliar)
yang harus disetor ke Tim Manor Racing.
Sisa tersebut setelah Rio menyetor 5,25 juta euro yang
bersumber dari Pertamina, sponsor utama sebesar 2,25 juta euro plus dana
pinjaman dari Kiky Sports sebesar 3 juta euro, ditambah 3 juta euro dari
Pertamina yang disetor setelah seri balapan ketiga di China, Minggu (17/04)
lalu.
Tenggat waktu pelunasan itu tinggal menghitung hari. Sesuai kesepakatan sebelumnya, pihak Rio akan melunasinya pada Mei ini.
Hingga kini kita masih menanti seperti apa perjuangan Rio
dan Kemenpora untuk mencari sisa dana tersebut. Apakah sedikit demi sedikit
mulai mencukupi?
Belum lama ini, Menpora menemukan solusi kreatif melalui
jalur SMS. Program tersebut merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan
Informatika dengan lima operator seluler di Indonesia yakni Telkomsel,
Indosat, Smartfreen, XL Axiata, dan Tri.
Sebelum peluncuran SMS untuk Rio yang bertepatan dengan seri
ketiga di China, Menpora telah membuka rekening donasi. Rekening tersebut
dibuat atas nama Rio Haryanto.
Kita belum tahu seberapa besar dana yang telah masuk ke
rekening sang pebalap. Walau donasi tersebut bersifat sukarela, namun ada
baiknya bila publik diberi tahu berapa yang telah dikumpulkan. Tujuannya, agar
program susulan melalui SMS itu bisa lebih terukur dan tepat guna.
Bila mau jujur, secara kasat mata, peluang melengkapi sisa
pembayaran melalui SMS berbayar itu terbuka lebar. Dari sisa pembayaran sebesar
Rp62 miliar, dibutuhkan 12 juta 400 ribu SMS. Masing-masing SMS itu, seperti
disampaikan saat pembukaan 17 April lalu, bernilai Rp5.000.
Jangankan menyasar seluruh penduduk Indonesia yang mencapai
245 juta lebih, menggerakkan hati dan jemari kaum menengah ke atas di perkotaan
saja sudah lebih dari cukup. Dengan meluangkan waktu beberapa detik,
mengetik RIO dan mengirimnya ke nomor 7788 maka kekurangan tersebut segera
teratasi.
Namun, tidak semudah itu jalannya. Tak segampang itu menyetor Rp5.000 kepada para
operator. Selama ini model SMS berbayar itu menjadi jualan di dunia industri
hiburan Tanah Air. Walau terkesan laris manis, sesuai publikasi selama dan
setelah suatu program berjalan, namun besaran dana yang terkumpul itu tetap
saja menjadi misteri.
Bisa jadi ‘kesuksesan’
dalam industri hiburan Tanah Air itu diadopsi Menpora dan para pihak untuk
membantu Rio. Namun adopsi tersebut sama sekali tak menjamin bakal
selaris-manis di dunia hiburan. Mengapa?
Pertama, kita belum bisa memastikan bahwa donasi untuk Rio sudah
diketahui publik luas. Pola
SMS berbayar di dunia televisi terkesan ampuh mengingat pola promosinya
menggunakan media yang sangat digandrungi mayoritas masyarakat kita. Jarang,
bahkan bisa dihitung dengan jari, rumah tangga dengan kemampuan ekonomi yang
baik, tak memiliki televisi.
Selain itu,
komersialisasi SMS dalam bisnis hiburan menyangkut acara dengan ‘rating’ yang tinggi.
Program acara tersebut dikemas secara baik sehingga mampu menarik perhatian dan
membius audience.
Walau
namanya tercatat di ajang bergengsi F1, Rio Haryanto tetaplah ‘orang baru’ di ruang
kesadaran masyarakat. Belum lagi popularitas F1, tak setinggi sepak bola atau
bulu tangkis.
Karena itu, apa yang disampaikan juru bicara Kemenpora,
Gatot S.Dewabroto saat peluncuran program SMS untuk Rio menjadi penting. Publikasi dan publikasi.
Selain melalui media arus utama, juga jejaring komunikasi lainnya, terutama menyentuh masyarakat
perkotaan yang cukup ‘dekat’ dengan olahraga jet darat itu. Sudahkan
publikasi seperti itu
dilakukan?
Kedua, urusan tidak sampai di situ. Publikasi
dan promosi akan bertepuk sebelah tangan bila masyarakat luas tak memiliki
akses yang pas untuk menyalurkan donasi itu. Apakah saat ini masih ada yang
ambil pusing dengan SMS?
Merebaknya platform komunikasi melalui WhatssApp dan BBM
membuat akses untuk itu menjadi berkurang. Saat ini hampir semua pemilik
handphone merupakan pelanggan operator seluler yang mengandalkan platform
kekinian itu.
Sebagaimana dicontohkan Gatot, bila dahulu, donasi untuk korban
bencana alam bisa menyentuh angka miliaran dalam hitungan hari, maka saat ini
situasi sudah berbeda. Sekali lagi, pola pelanggan operator seluler sudah
berbeda.
Tentu,
masih banyak alasan lain yang membuat program tersebut berjalan lambat. Belum lagi
soal tingkat keterjangkauan terhadap lima operator tersebut, terutama yang
berada di luar negeri.
Terlepas dari
aneka aral tersebut, sejatinya, program yang dijalankan ini bersifat sukarela
dan bukan menjadi tumpuan utama, sehingga berapa pun besarnya tetap patut
disyukuri. Selain melalui rekening dan SMS untuk Rio, masih ada program kreatif
lainnya yang bisa ditempuh seperti yang telah dijalankan oleh komunitas
pendukung Rio.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 23 April 2016.
Comments
Post a Comment