MAWAR DARI KEVIN
*Cerpen Atel Lewokeda
“Tia, aku berterima kasih karena
engkau telah begitu terbuka mengungkapkan semua nyanyian dari kalbumu yang
selama ini hanya menjadi notasi mati yang terpenjara dalam kecemasanmu”, ungkap
Itha. Sebagai sahabat yang telah lama bersama, aku hanya mengingatkan bahwa semua
kita, terhadap tiap pengalaman pasti senantiasa mengharapkan yang terbaik. Tapi
jangan lupa bersamaan dengan itu kita juga harus bersedia menerima hal lain
yang mungkin saja menjadi yang paling buruk buat kita. Aku sendiri juga
pernah mengalami pengalaman kehilangan seperti yang engkau alami; bahkan lebih
dari yang Tia sendiri alami.
Dengan
bahasa tubuh Tia mempersilahkan sahabatnya untuk melanjutkan kisah
pengalamannya. Seperti Kevin yang sangat berharga buat Tia, aku sendiri pernah
memiliki seorang Glend yang sangat istimewa. Kami menjalani masa-masa indah
pacaran kami selama enam tahun. Ada begitu banyak kenangan yang terlukis.
Kadang harus bersedih. Kadang harus jengkel dan kecewa. Tapi semuanya itu hanya
sebagai pernak pernik dalam sebuah nama yang dibahasakan sebagai cinta. Kesetian
menjadi satu-satunya kunci hubungan kami bisa bertahan dengan begitu lama.
Romantisme ada bersamanya sejak bangku Sekolah Menengah Atas membuat aku mulai
berkenalan dengan cinta. Aku sungguh tergila-gila dibuatnya. Kami sungguh
begitu serius menjalani segalanya; tapi dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggungjawabkan. Setelah bersama melanjutkan pendidikan di universitas
yang sama ini, aku semakin yakin kalau dialah malaikat yang dikirim Tuhan untuk
menyulam sayap hidupku agar tidak sendirian. Aku sampai berani bersumpah kalau
Glend adalah satu-satunya pria yang akan menemani hidupku hingga ajal
menjemput. Aku tidak pernah tahu kalau izinan pulang ke Waiwerang yang dia minta hanya untuk ingin berobat,
karena kami masih akan mengikut ujian akhir bersama sebelum wisuda. Seminggu
kemudian aku menerima berita dari orang tuanya bahwa Glend sakit dan sekarang
dirawat di rumah sakit umum Kota Renya. Keputusanku untuk mengunjunginya sehari
kemudian tidak dapat menggagalkan rencana dari Yang Kuasa. Aku baru tiba lima
menit sesudah kepergiannya untuk selamanya.
Kedua
sahabat itu hanya diam dan saling memandang.
Tiada kata yang sempat terucap. Tak ada rayuan yang bisa teralontar. Tia
menatap Itha sahabatnya dengan penuh keharuan. Itha sendiri tetap tegar untuk
tidak meneteskan air matanya sedikit pun. Tia membisu seribu kata. Kursi santai
di bawah kerindangan cemara menjadi tempat dua sahabat saling membagi pengalaman
dan peneguhan. Lama berdamai dengan kesunyian masing-masing di tengah keramaian
penghuni Nusa Cendana, Itha mengajak Tia untuk sedikit berpisah dari
teman-teman mereka yang lainnya. Sebelum meninggalkan universitas kesayangan
mereka itu, dengan nada lembut Itha membisik di kuping Tia. “ Kamu sebenarnya
bersyukur pernah memiliki orang seperti Kevin. Memang keputusannya mengecewakan
dirimu, bahkan sampai membuat dirimu terluka. Tapi kamu harus iklas menerima
dia sebagai milik semua orang. Tidak seperti saya, kamu masih bisa melihat
Kevin walau dibatasi oleh kemilaunya pakaian putih panjang yang melekat pada
tubuhnya. Dia sendiri pasti sangat merindukan doa-doa dari kamu. Dan yakinlah
dia pasti akan tetap mendoakan kamu, untuk kebahagiaan dalam menemukan
pengganti dirinya. Karena bisa jadi kebahagian kamu adalah kekuatannya untuk
berjalan di jalannya yang penuh onak dan kerikil tajam yang menikam itu.
*****
Pengalaman
siang tadi membuat Tia begitu berat melewati waktunya yang sisa hari itu. Usai
merenung nasihat dan peneguhan dari Itha sahabatnya, Tia mematung dan
terperangkap dalam keegoisan cinta. Ternyata aku masih terpasung dalam konsep
cinta yang selalu ingin memiliki. Aku lupa kalau berani mencintai berarti telah
siap untuk melepaskan orang yang saya cintai, sentil Tia untuk dirinya sendiri.
Keganasan siang tadi
tidak menghalangi lahirnya keindahan panorama Karang menjelang malam. Senja
tanya yang menggigit itu membuat Tia tak menyadari kalau bayang malam sesaat
lagi akan menjemput raganya menikmati
kegemerlapan cakrawala, keceriahan bintang dan kelembutan purnama. Tia
cepat-cepat beranjak dari ranjang lamunannya yang telah letih membiarkan dia lelap.
Di tengah taman mini buatannya sendiri dia coba memaknai pesan sahabatnya siang
tadi. Sambil berdamai dengan tiap inspirasi yang mengalir dari pandangan
matanya di atas bibir semua kembang yang lagi bermekaran. Tia coba mencari
satu-satunya kembang yang ditanam oleh Kevin saat berkunjung ke penginapannya
pertengahan Bulan Juli silam. Dari semua bunga yang sedang bermekar, Tia masih
tetap mengakui kalau mawar Kevin adalah kembang yang paling indah dari semua yang
sedang berbunga. Di hadapan mawar itu ia tak berdaya sampai menggugurkan air
matanya tatkala mengenang semua kenangan indah yang pernah tercipta di antara
mereka; antara Tia dan seorang Kevin.
“Aku
pernah mencintai seorang. Begitu dalam cintaku sampai aku merasa bahwa ini
untuk selamanya dan kami berdua tetap akan ada bersama untuk selamanya
pula…” Tapi sekarang dia sudah „pergi“.
Kepergiannya membuat aku merasa keberadaannya sangat jauh. Ketiadaannya dari
hadapanku menulis pada kata hatiku bahwa dia tidak akan kembali lagi. Aku sedih
mawar...Aku coba menahan kesedihanku dengan setetes asa untuk bertemu kembali.
Sekarang aku tahu; kami tidak akan bersama lagi. Tapi aku janji pada semua yang
sempat memandang hatiku. Aku janji dengan setiap mata yang membaca nuraniku.
Aku bahkan berani bersumpah pada segalanya; aku akan tetap bersamanya dalam
tiap doaku, agar di tempat yang penuh kenangan ini kami mempu meraih kemenangan
bersama. Walau aku tahu itu sulit karena dia sudah memilih kehidupannya yang
lain, ungkap Tia untuk dirinya di hadapan mawar itu.
Niat Tia yang
begitu tulus untuk mengunjungi Kevin di Maumere usai ujian semester genap
sungguh terlaksana dengan sangat sempurna. Kebahagiannya tak bisa terlukiskan.
Kevin yang sekarang masih tetap seperti Kevin yang dulu. Kebagiaan Kevin dengan pilihan
hidupnya sekarang memampukan Tia menerima keputusan Kevin. Kevin aku masih
sangat sayang kamu karena hanya kamulah yang aku cintai. Aku pernah kecewa
dengan keputusanmu dulu. Tapi sekarang aku menjadi orang yang paling bahagia tiap
kali memandang dirimu. Karena itu jangan kecewakan aku untuk kedua kalinya. Aku
berjanji sampai kapan pun aku akan tetap di sampingmu, mendukung kamu dengan
seluruh diriku. Kevin hanya diam dan memandang mata Tia yang begitu indah. Usai
mendengar pantun hati Tia, ia menyapa Tia dengan begitu mesra. “Aku bersyukur
pernah memiliki orang seperti kamu Tia. Gadis yang sangat memahami aku dan
mengerti akan segala yang ada dalam hati dan sanubariku. Aku sendiri tidak
pernah membayangkan bagaimana cerita hidupku tanpa kau dalam hidupku”, pesan
Kevin sebelum mengucapkan selamat tidur. Malam ketiga di wisma Kevin, menjadi
malam terakhir Tia sebelum keberangkatannya besok. Dalam sepinya hati Tia
menitip untuk Kevin pada selembar warkat yang diambil dari kamar Kevin pagi
tadi.
Untuk Kevin
WISMA PENUH KENANGAN
Ketika cinta itu hadir dan menyapaku,
adakah ia hadir
untuk selamanya?
Dan kalau tahu
cinta itu merupakan sebuah anugerah, ku mahu…
dalam hidupku
kaulah anugerah terindah di hatiku selamanya.
Meski aku tahu hanya ada satu yang terindah dalam
hidupmu.
Tetapi aku tak akan pernah menipu suara hatiku,
kalau aku pernah berjanji bahwa
di dalam hatiku
masih selalu terukir indah namamu
yang selalu siap menemani dan menjadi milikmu
sampai kapan pun.
Walau kadang
sempat terlintas di benakku
dalam perjalanan
panggilanmu,
kutahu aku tak
bisa memilikimu untuk selamanya…
karena kuyakin
dan percaya di sampingmu
ada Tuhan yang
selalu hadir dan siap menuntun mu
ketika engkau sedang
berjalan sendirian
dalam menggapai
realita hidup
menuju sebuah
puncak panggilan membiaramu.
Yang selalu mencintaimu
Tia Larasati Kyrana.
Tia menyelipkan kertas polos itu ke
dalam buku cerita yang dipinjam dari Kevin kemarin dulu. Ia meninggalkan wisma
cinta itu dengan menggenggam segumpal kekuatan. „Aku akan menjadi orang yang
paling egois dalam mencintai jika, hanya ingin seperti mawar yang lagi bermekar
tapi tak pernah iklas menerima cinta sebagai mawar yang layu dan terkulai”, tulis
Tia sebelum pergi.
***
*Pernah dimuat di Pos Kupang, Minggu, 16 November 2008
Comments
Post a Comment