FROM YOUR VALENTINE
Kehidupan manusia dewasa ini tanpa terasa telah
kian bergerak menuju tepian humanisme. Perbedaan mendasar antara inti humanisme
dan pergeseran perihidup yang kerap ditampilkan nyata dalam fenomena kehilangan
rasa solidaritas, tergerusnya sikap
altruistik dari dalam bahtera kedirian, perhatian yang kian berkurang terhadap
penderitaan dan kesengsaraan sesama, melemahnya ikatan kekeluargaan yang
membangun sebuah tatanan kehidupan yang penuh dengan rasa kasih , apatisme
terhadap lingkungan hidup serta tendensi yang kuat ke arah pembentukan
orientasi kehidupan yang mekanistis. Pemandangan khaos tersebut nampak secara
kasat mata dalam rupa kekerasan antar sesama manusia, pemberangusan dan
pengganyangan ata harga diri dan hak hidup serta pembentukan karakter yang
bermental instant dan berdaya juang lemah (easy
going). Singkatnya menjamurnya praktik-praktik hidup
yang destruktif semisal pembunuhan, KKN, pemerkosaan, pembalakan hutan
dan perusakan ekosistem hidup dan sebagainya. Kenyataan-kenyataan demikian pada
galibnya mengindikasikan adanya distorsi terhadap esensi humanisme yang
menekankan kasih, solidaritas, kebebasan dan perjuangan menuju pembentukkan
citra kehidupan yang baik.
Erich Pinchas Fromm (1900-1980), seorang
psikoanalis kelahiran Jerman mengemukakan
dua tendensi manusia di hadapan realitas hidup dan kehidupannya. Di satu sisi
adanya kenyataan manusiawi yang gemar terhadap hal-hal yang berbau “kematian”.
Gambaran pribadi bersangkutan cenderung menampakkan kesukaan terhadap
penghancuran, pendewaan atas kekuatan, benci terhadap kehidupan dan memilih
untuk berkecimpung dan berdiam diri dalam kegelapan masa lampau ketimbang
memandang kehidupan masa depan. Pribadi demikian dinamai sebagai pribadi
nekrofil. Sebaliknya terdapat kecendrungan yang kuat terhadap kehidupan,
berpandangan futuristik (menatap masa depan dengan penuh optimisme), produktif
dan kreatif dalam mengembangkan kehidupannya. Ciri-ciri seperti itu menjadi gambaran
dari pribadi biofil. (Erich Fromm, Masyarakat
Bebas Agresivitas, Agus Cremers-penyunting, Ledalero: Maumere, 2004, hal.393-401)
Pribadi biofil
sesungguhnya berorientasi utama terhadap kehidupan. Ia mencintai kehidupan (bios-hidup, philia/philein-cinta/mencinta). Kehidupan yang pada intinya
merupakan proses ada, hidup dan berkembang menuntut kesediaan manusia untuk
tetap berusaha memelihara kehidupan, mengisi kehidupan dan berusaha untuk
membuat sesama dan makhluk yang lain sungguh-sungguh merasakan adanya
kehidupan. Kehidupan yang didambakan tidak
lain adalah kehidupan yang membuat semua orang merasa bahwa tak ada
gunanya untuk menciptakan budaya “kematian” dan lebih merasa tertarik dan
bahkan berkewajiban untuk mempertahankan, mengisi dan mengembangkan kehidupan
sesuai dengan fitrah sang pencipta. Karena itu budaya biofil tidak pernah
menekankan orientasi yang mengarah pada kematian dan berusaha membangun ikhtiar
kematian.
Semangat dan
orientasi yang mencintai kehidupan sesungguhnya merupakan sebuah kebajikan yang patut untuk dituruti. Biofil merupakan
sebuah spirit yang konstruktif dan tepat jika dimaknai secara mendalam. Di
antara kenyataan hidup yang tengah
disarati oleh habitus nekrofil, usaha pembalikan orientasi menjadi urgen dan
mendesak untuk dibuat. Usaha-usaha yang dibangun berupa peringatan dan kenangan
atas peristiwa-peristiwa hidup yang memiliki arti tersendiri. Momen-momen
perayaan dan peringatan menjadi momentum
yang tepat untuk menyisihkan kembali semangat biofil ini. Di tengah geliat semangat
seremonial atas peristiwa-peristiwa yang membekasi kalbu dan terpatri dalam
serambi kesadaran, actus memoria mesti membawa kesadaan untuk
kembali ke inti kehidupan. Kehidupan adalah bagian dari adanya manusia dan
peringatan atas peristiwa-peristiwa hidup merupakan sebuah kenangan akan jati
diri dan hakikat kehidupan itu.
“From Your Valentine”
Setiap tanggal
14 Februari umat manusia sejagat mengenangkan peristiwa turun-temurun
yakni Valentine Day atau hari kasih
sayang. Peristiwa saban tahun ini kerap dihubungkan dengan kaum muda dan terkesan
seakan menjadi monopoli kaum muda. Mungkin atas dasar sejarah timbulnya momen
tersebut yang menampilkan aktor-aktor sejarah yang mayoritas adalah kaum muda
atau dihubungkan dengan kaum muda.
Valentine Day
menjadi saat yang tampan bagi kawula muda untuk merealisasikan kasih sayang
kepada sahabat, kekasih, pujaan hati dan sang pemujanya. Kesempatan indah
seperti ini selalu diwarnai dengan aktivitas bertukar hadiah, berbagi pesan
singkat (SMS), souvenir, kado, parsel,
kartu dan aneka pernak-pernik lainnya yang dilandasi oleh rasa kasih sayang. Terdorong
oleh perasaan seperti itu kaum muda yang tengah terbakar asmara dan tertembak
panah cinta kelimpungan memilih bentuk hadiah yang tepat sebagai tanda bahwa
“aku mengasihi engkau-I Love You
(Inggris), Mahal Kita (Filipina), Je t’aime (Prancis), Ich liebe dich (Jerman), S’agapo (Yunani), Ti amo (Italia), Aishiteru (Jepang),
Wo ai ni (China), Eu te amo (Portugis), Ya tebya liubliu (Rusia), Te quiero (Spanyol), dll”. Manifestasi kasih sayang menjadi begitu jelas
terlihat pada saat seperti ini. Di
samping itu, ada aksi membagi kasih dan meluapkan perasaan dengan mengunjungi
tempat-tempat tertentu yang dianggap romantis dan mampu melahirkan nuansa kasih
sayang. Restoran, bioskop, pantai, taman dan tempat-tempat lainnya dapat menjadi
alternatif pilihan. Bisa pula dengan menggelar acara pesta (party) bersama.
Perayaan kebanggaan kaum muda ini memiliki dasar
historis tertentu. Valentine Day merupakan sebuah produk historis yang memiliki
latar belakang dan kisah cikal bakalnya tersendiri. Meski ada tendensi absurditas karena kesimpangsiuran versi
historis, hari kasih sayang memiliki landasan sejarah yang mengandung nilai tersendiri.
Sejarah Valentine Day memiliki akar yang telah kuat tertancap sejak ratusan tahun lampau. Dan itu
berarti bahwa sejarah sendiri memiliki harapan besar sebagai saat peringatan,
kenangan dan serentak pembelajaran di saat sekarang untuk menatap masa depan.
Bukankan sejarah adalah guru yang dapat diandalkan.
Valentine Day erat berhubungan dengan seorang
tokoh bernama Valentinus. Konon, pada masa pemerintahan Kaisar Claudius II,
Romawi terlibat dalam pertempuran dengan kerajaan lain. Claudius yang terkenal
kejam merasa kewalahan untuk merekrut tenaga-tenaga baru guna memperkuat
barisan perang. Untuk memperkuat armada perangnya dibutuhkan tenaga-tenaga
tangguh. Para pria berkeberatan untuk meninggalkan orang-orang terdekatnya
seperti keluarga dan kekasih. Claudius akhirnya berang dan kebakaran jenggot.
Ia melancarkan ide gila yang melarang kaum muda untuk menikah. Dengan demikian
tak ada alasan untuk menolak bertempur demi mempertahankan keutuhan kekaiseran.
Kaum muda berkeberatan dan memandang keputusan
seperti itu sungguh tidak manusiawi. Urusan cinta dibatasi demi tujuan keamanan
yang hegemonistik. Pada saat itu agama
Kristen sedang bertumbuh di Roma. Kebajikan Kristiani tidak membenarkan
pembatasan dan pengerangkengan cinta antara dua insan yang saling mengasihi
untuk membina kehidupan bersama. Adalah Valentinus yang menjabat sebagai pastor
yang cukup terkenal di kerajaan Romawi pada abad III. Ia amat menentang
kebijakan sang kaisar. Bersama pastor Marius, Dia secara sembunyi-sembunyi
menikahkan para pasangan yang saling mencintai. Aksi tersembunyi ini kemudian
tercium oleh kaisar. Peringatan untuk tidak melakukan tindakan yang sama tidak diindahkan.
Pemberkatan terhadap pasangan-pasangan muda yang saling mencintai dalam sebuah
kapela kecil dengan diterangi cahaya lilin, tanpa bunga, tanpa lagu pernikahan
secara berulang-ulang menuntun sang pahlawan cinta menuju kemelut. Ia diseret
ke penjara dan divonis mati.
Perilaku patriotis yang ditampilkannya tidak
menyurutkan massa untuk datang mengunjungi dan memberikan simpati dan
solidaritas kepadanya. Mereka melemparkan
pesan dan dukungan kepadanya lewat jendela penjara. Kekuatan cinta yang tak
boleh diputuskan telah ditunjukkan Valentinus. Penampilannya yang elegan
sebagai tokoh yang menegaskan arti cinta sejati yang mesti disokong, kemudian
didukung sepenuhnya oleh seorang putri penjaga penjara. Sang ayah
mengizinkannya untuk mengunjungi pastor pesakitan dalam penjara. Mereka sering
bercakap dan berbagi kisah. Dukungan terus mengalir sebagai tanda bahwa yang
telah dibutnya tidaklah bertentangan dan berlawanan dengan kehendak yang
semestinya.
Saat sebelum ia dipenggal, Valentinus menyempatkan
diri untuk menulis sepucuk surat sebagai tanda terimakasih atas dedikasi yang
telah diberikan sang gadis yang ternyata telah tertambat dalam bilik hatinya.
Pada penghujung pesan tersebut, ia menulis “dengan cinta dari Valentinemu-From
Your Valentine”. Ia meninggal pada tahun
269 M pada hari keempatbelas pada bulan Februari. Penggalan terakhir yang
terpatri dalam lembaran perpisahan sang pahlawan dengan puteri yang dikaguminya
menjadi warisan yang selalu menjadi ciri khusus dari kutiban-kutiban khas hari
Valentine. Kerap kali ada petikan “From Your Valentine” pada akhir kartu Valentine
yang tetap diwariskan hingga saat ini.
Berkembangnya banyak versi seputar sejarah
lahirnya Valentine Day kian menyemaraki perbendaharan landasan historisnya. Itu
berarti ada pluriformitas dampak dan relevansinya bagi pemaknaan masa kini atas
dasar peristiwa masa lalu itu. Hari valentine yang jatuh pada tanggal 14
Februari juga menjadi saat penanda pergantian musim. Pamitnya musim dingin (winter) yang menyiksa kulit dan
memberikan tempat pada matahari untuk menegakkan cahayanya yang menyegarkan dan
menghidupkan. Dan memberikan kesempatan kepada makhluk hidup untuk bertumbuh
dan berkembang. Pemandangan yang asri dengan hamparan hijau tetumbuhan
disemaraki oleh kicauan burung menandakan datangnya musim semi. Saat seperti
inilah kehidupan kembali bergeliat, memberikan nuansa romantis dan harapan yang
membahagiakan kepada manusia.
Tidak jauh dari itu, Romawi yang masih mendewakan
penyembahan berhala terkenal dengan peristiwa atau upacara lupercudia sebagai bentuk penghormatan atas kesuburan dan
pemurnian. Pada tanggal 15 Februari secara serempak dilakukan pembersihan rumah
dan pekarangan sebagai tanda penghormatan kepada Dewa Pertanian Roma yakni
Faunus dan pendiri kota Roma, Remus dan Romulus. Ritual ini dimulai dengan upacara penyucian
di sebuah gua sebagai tanda peringatan atas Remus dan Romulus kecil yang pernah
berlindung di temp-at itu dengan dijaga dan ditemani oleh seekor serigala
betina (lupa). Persembahan kambing
dan anjing masing-masing sebagai lambang kesuburan dan kemurnian. Darah
direciki di alun-alun sekitar kota. Wanita yang menyentuh darah tersebut
mengamini akan datangnya rahmat kesuburan atasnya.
Di samping itu masih ada kisah lain tentang asal
mulanya hari kasih sayang ini. Di kalangan orang Romawi ada tradisi menghormati
dewa setiap tanggal 14 Februari. Dewa Juno-ratu para dewa dan dewi Romawi juga terkenal sebagai dewi para perempuan dan perkawinan. Upacara kemudian
disusul dengan Festival Lupercalia-feast
of Lupercalia pada tanggal 15 Februari. Kala itu, para gadis dilarang
berhubungan dengan para pria sebelum perayaan ini berlangsung. Tak heran melalui peristiwa ini hubungan
bisa berlanjut hingga ke jenjang perkawinan.
Ada acara name drawing (penarikan
nama) yang mana pada malam sebelumnya nama-nama dari para gadis Romawi ditulis
pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam botol-botol atau gelas-gelas kaca.
Para pemuda menarik kertas yang berisikan nama seorang gadis, yang akan menjadi
pasangannya selam festival berlangsung.
Dari seremoni seperti ini bisa berujung pada pelaminan.
Dalam perkembangan selanjutnya upacara-upacara
klasik a la Romawi mengalami
modifikasi dan modernisasi. Tercatat pada tahun 1800 acara Valentine Day
dirayakan secara kolosal di Amerika Serikat. Secara komersial, Miss Esther
Howland tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan kartu Valentine pada
tahun 1840. Rupa-rupa kartu Valentine disebarkan belakangan dan tradisi upacara
Valentine setiap tanggal 14 Februari
yang hampir berlaku serentak di seantero jagad menjadi sebuah ritual
yang terjadi saban tahun. Gema Valentine Day semakin luas menembusi sekat ruang
dan menyapa hampir sebagian besar penduduk dunia. Sungguh sebuah perayaan yang eksentrik.
Perayaan yang memberikan warna kasih dan penanda kelekatan cinta dalam diri
setiap insan.
Dua Kemungkinan
Berbicara tentang cinta atau kasih sayang
berarti berbicara tentang manusia seluruhnya. Tak ada seorangpun yang nirrasa
dengan hidup tanpa cinta, tanpa kasih.
Semua manusia secara kodrati dilengkapi dengan perasaan cinta. Eksistensi cinta yang in se dalam diri manusia ialah mencintai dan dicintai. Karena itu
semua manusia adalah makhluk yang mencintai dan dicintai.
Bentuk-bentuk
ekspresi cinta bisa berbeda-beda tergantung dari konteks, figur dan situasi.
Cinta antara seorang anak terhadap orang tua dan begitupun sebaliknya tentunya
berbeda rasa dan ungkapan dengan cinta seorang gadis terhadap seorang pemuda.
Demikianpun cinta antara sepasang kekasih yang terbakar api asmara yang
berkobar-kobar berbeda dengan cinta antara dua sahabat sejati. Dimensi-dimensi
cinta ini oleh bangsa Yunani
dikategorikan dalam eros (cinta
seksual), philia (cinta familial,
parental, persahabatan, filial) dan agape
(cinta sejati antara Allah dengan manusia dan manusia dengan manusia).
(Plato dan Freud; Dua Teori Tentang Cinta, Konrad Kebung- penerj.,LPBAJ, 2002,
hal.13).
Nuansa cinta yang kental pada momen seperti
Valentine Day bisa menampakkan berbagai model cinta tersebut. Penulis
mensinyalir minimal ada dua kemungkinan
yang bisa terjadi sebagai bentuk tanggapan atas perayaan hari kasih sayang.
Pertama, Perayaan Valentine Day
merupakan kesempatan yang tepat untuk mengekspresikan cinta. Biasanya kaum
mudalah yang lebih dominan dalam memainkan peran untuk mengisi kesempatan yang hanya
sekali dalam setahun. Kesempatan ini akan dimanfatkan dengan sebaik mungkin
untuk menunjukkan perhatian yang didasarkan atas pertimbangan tertentu. Ada bahaya bahwa penekanan
yang berlebihan terhadap actus seremonial bisa mengaburkan esensi yang
sesungguhnya mau ditunjukkan dan diamalkan. Akibat terlampau tenggelam dalam situasi seremonial esensi cinta bisa menjadi tawar dan dangkal. Situasi
dan kondisi bisa memungkinkan berbagai bentuk cinta itu sekadar ditampakkan. Tak
jarang pada saat-saat seperti ini tidak sedikit orang (kaum muda) yang terjerembab dalam aneka perilaku
purbawi. Kekerasan fisik, keteledoran (married
by accident) dan ekspresi-ekspresi yang berlebihan (hura-hura, mabuk-mabukkan,
dll) kerap terjadi pada saat-saat seperti ini. Dan ujungnya ialah jatuhnya korban.
Untuk konteks NTT, tragedi “Valentine Berdarah” di kota Ende beberapa tahun silam telah memberikan catatan hitam untuk
dipertimbangkan.
Kedua, substansi
Valentine Day sesungguhnya ialah pembongkaran sekat-sekat pemisah ruang dan
waktu bagi setiap orang dalam mengartikulasikan cinta. Cinta selalu terbuka
terhadap setiap orang dan menerobosi batas-batas kekinian dan kesinian (hic et nunc). Perayaan Valentine
Day melampaui sekat eksklusivisme sebab tidak terbatas pada kaum muda saja. Valentine Day merupakan perayaan
segenap umat manusia. Perayaaan yang mana semua orang merefleksikan arti cinta, ungkapan
cinta dan kesetiaan atas cinta yang dimanifestasikan dalam praksis hidup
harian. Dan cinta yang dituntut ialah cinta yang lebih mengarah pada
pertumbuhan kehidupan manusia dan inti humanisme.
Sebagai perayaan akan kehidupan,
Valentine Day dapat dijadikan sebagai sentilan yang mewanti-wanti kita untuk
me-revew semangat dan
habitus yang kita jalani selama ini apakah lebih berciri nekrofil
ataukah biofil. Sebagai dua pilihan yang bisa diambil dan dihidupkan, apakah
kita lebih menggemari budaya “kematian”; KKN, pembunuhan, pemerkosaan,
perusakan lingkungan hidup ataukah kita memilih untuk menghidupkan budaya cinta
kasih, pengorbanan tanpa pamrih, kerja keras, solidaritas, keadilan, perdamaian
dan kesetiaan menjaga keutuhan ciptaan?
Dengan adanya harapan untuk memilih budaya biofil, bisa muncul pertanyaan bagaimanakah
cara untuk membangun budaya biofil itu?
Erich Fromm menawarkan sejumlah
prasyarat untuk tercapainya maksud tersebut. Rasa aman (kondisi-kondisi
materiil yang mendasar bagi suatu kehidupan yang bermartabat tidak terancam),
keadilan (setiap orang bergiat dengan dirinya sendiri dengan tanpa mengorbankan
sesama) serta kebebasan (setiap orang memiliki kemungkinan untuk menjadi
anggota masyarakat yang aktif dan bertanggungjawab) amat dibutuhkan untuk merengkuh
kebahagiaan dalam hidup setiap insan (hal.401). Dan kebahagiaan inilah yang
mendorong setiap orang untuk tidak pernah bosan membangun tatanan kehidupan
yang lebih baik di masa mendatang dengan membuang jauh-jauh kecendrungan tentatif layaknya kembang yang mekar hari ini dan esok layu. Selamat
hari Valentine buat kita semua!
*Pernah dimuat di Pos Kupang 15 Februari 2008
Comments
Post a Comment